Alarm Resesi dari Singapura, Seberapa Siap Ekonomi Indonesia?

Rabu, 15 Juli 2020 21:24 WIB

Logo Te.co Blank

TEMPO.CO, Jakarta - Tak kurang dari dua bulan Erina Amanasari tidak boleh keluar dari rumahnya di Hougang, Singapura. Pemerintah setempat memutuskan menerapkan kebijakan circuit breaker guna menanggulangi penyebaran Covid-19 di Negeri Singa sejak April 2020.

"Circuit breaker hampir dua bulan, Full. Sekarang sudah mulai masuk fase opening," ujar Warga Negara Indonesia yang sudah 18 tahun tinggal di Singapura itu kepada Tempo, Rabu, 15 Juli 2020. Singapura mulai memasuki fase dua pembukaan kembali ekonomi pada 19 Juni, yang memungkinkan sebagian besar toko dan restoran mulai membuka lagi bisnis mereka walau aturan pembatasan sosial masih berlaku.

Selama dua bulan, kata ibu dua anak itu, para pekerja diminta tidak bekerja di kantor. Pegawai yang bisa melakukan pekerjaan secara daring mulai bekerja dari rumah. Sementara, karyawan yang pekerjaannya tidak bisa dilakukan secara online dirumahkan dengan tetap mendapat gaji dari perusahaan masing-masing.

Warga Singapura pun mendapat bantuan, mulai uang tunai untuk setiap kepala keluarga hingga bantuan dana untuk uji Covid-19, selama pandemi ini berlangsung. Dengan begitu, menurut dia, penduduk negara tetangga Indonesia itu tidak begitu merasakan resesi ekonomi yang dialami Singapura.

Turis berfoto di sebelah patung singa Merlion di kawasan pusat bisnis Singapura 6 Februari 2015. [REUTERS / Edgar Su]

"Alhamdulillah, kalau berdasarkan penglihatan penduduk sih tidak terasa adanya resesi," ujar Erina yang sehari-hari berprofesi sebagai pegawai swasta itu. Kalau pun ada yang berbeda dari layanan pemerintah di masa pandemi ini adalah terkait perawatan lingkungan yang mulai berkurang selama pagebluk. Misalnya, layanan pencucian void deck hingga pemotongan rumput yang berkurang intensitasnya.

Dilansir dari BBC, belakangan ini, melorotnya perdagangan global telah menimpa sektor manufaktur Singapura yang bergantung pada ekspor. Aktivitas industri konstruksi mandek dan para peritel menyaksikan jatuhnya taraf penjualan dalam laju ekstra cepat.

Singapura pun menyusul Jerman dan Jepang menjadi negara yang secara teknis sudah terperosok ke dalam kondisi resesi setelah dalam dua triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif. Singapura mesuk ke lembah resesi setelah mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal II 2020.

<!--more-->

Pada Selasa lalu, Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura mengumumkan bahwa secara kuartalan ekonomi Negeri Singa terkontraksi 41,2 persen pada April-Juni 2020. Adapun secara tahunan PDB Singapura tercatat menciut 12,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Otoritas Singapura memprediksi PDB negara tersebut akan menyusut 4-7 persen pada 2020 ini. Kementerian Perdagangan dan Industri melaporkan PDB Singapura menyusut 41,2 persen dari periode April hingga Juni. Sedangkan tiga bulan sebelumnya, PDB turun 3,3 persen. “Ini artinya Singapura telah memasuki masa resesi teknis, yang ditandai kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut,” begitu dilansir Channel News Asia.

Lalu bagaimana dampak resesi ekonomi Singapura terhadap perekonomian Indonesia? Badan Pusat Statistik atau BPS mengatakan kinerja perdagangan antara Indonesia dan negeri Singa masih relatif baik pada Juni 2020.

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 20 Oktober 2017. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada September 2017 turun dibanding bulan sebelumnya. Tempo/Tony Hartawan

"Bisa dilihat, Juni 2020 ekspor ke Singapura meningkat US$ 137,3 juta,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual. Kenaikan ekspor ke Singapura itu disumbang oleh logam mulia, perhiasan permata, mesin dan perlengkapan listrik, perlengkapan mekanis, juga tembakau dan rokok.

Di sisi lain, impor dari Singapura juga tercatat masih mengalami kenaikan sebesar US$ 129,2 juta selama Juni 2020. Kendati demikian, Suhariyanto mengaku masih belum bisa memprediksi kondisi perdagangan pada waktu-waktu ke depan. Khususnya, akibat adanya resesi di negara lain. "Seberapa dalam pengaruhnya kami akan lihat ke depannya,” ujarnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi, Masyita Crystallin, yakin resesi di Singapura tidak terlalu berdampak secara langsung kepada Indonesia. Asalkan, fungsi Singapura sebagai trade hub dan pusat keuangan di Asia tidak terganggu.

Masyita menjelaskan, selama ini kegiatan ekspor dan impor Indonesia-Singapura dilakukan dalam fungsi Negeri Singa sebagai trade hub alias lokasi transit perdagangan dari negara lain ke Tanah Air atau sebaliknya. "Indonesia akan lebih terdampak jika terjadi downside risk terhadap perekonomian yang merupakan mitra dagang utama seperti Tiongkok misalnya, meskipun secara jarak geografis lebih jauh," ujar Masyita kepada Tempo.

<!--more-->

Oleh karena itu, Masyita yakin perekonomian di kuartal III bisa lebih baik dibandingkan triwulan II dan resesi teknikal bisa terhindarkan. Apalagi, saat ini berbagai daerah mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Selain itu, berbagai stimulus sudah lebih berjalan di triwulan III dibandingkan tiga bulan sebelumnya. "Ini tentu dapat menjadi daya dorong pertumbuhan di Q3."

Untuk menjaga perekonomian Indonesia bisa terhindar dari jurang resesi, Masyita menuturkan pemerintah sudah menyiapkan beberapa strategi. Misalnya, memastikan dari segi pembiayaan tidak ada masalah dan juga menerapkan skema berbagi beban dengan Bank Indonesia dapat mengurangi biaya krisis yang ditanggung pemerintah. "Kami juga akan memastikan disbursement dari berbagai stimulus tepat waktu dan tepat sasaran agar maksimal dampaknya pada perekonomian," ujarnya.

Presiden Joko Widodo. Youtube

Dalam lain kesempatan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 akan menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional untuk keseluruhan tahun. Presiden berharap di kuartal III 2020 Produk Domestik Bruto (PDB) tidak terkontraksi dan tetap bertumbuh sehingga akan mempercepat upaya pemulihan ekonomi domestik dari tekanan yang diakibatkan pandemi Covid-19.

“Saya sekarang ini melihat belanja kementerian itu harian. Naiknya berapa persen. Harian, saya lihat betul sekarang karena memang kuncinya di kuartal ketiga ini. Begitu kuartal ketiga bisa mengungkit ke plus (pertumbuhan ekonomi), ya sudah kuartal keempat lebih mudah. Tahun depan Insya Allah juga akan lebih mudah," ujar Presiden melalui keterangan tertulis dari Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden di Jakarta, Rabu, 8 Juli 2020.

Menurut Jokowi, belanja pemerintah akan menjadi penggerak utama bagi perekonomian di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Maka itu, dia meminta agar regulasi yang berkaitan dengan belanja pemerintah dapat disederhanakan.

Sampai dengan akhir semester I 2020, Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja masih rendah. Dari total anggaran belanja sesuai Peraturan Presiden No. 72/2020 senilai Rp2.739,2 triliun, yang terealisasi hanya Rp1.068,9 triliun atau 39 persen.

Begitu pula untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional yang terkait biaya penanganan Covid-19, penyerapan anggarannya masih kurang. Pada pos perlindungan sosial yang mendapat pagu terbesar senilai Rp 203,9 triliun, misalnya, realisasinya baru mencapai Rp 72,5 triliun atau 35,6 persen pada semester I/2020. Bahkan, untuk kesehatan, dari anggaran senilai Rp 87,55 triliun, realisasinya baru Rp 4,48 triliun.

<!--more-->

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi serapan belanja pada semester I/2020, khususnya oleh pemerintah pusat, banyak dipengaruhi kebijakan refocusing dan realokasi anggaran yang dipersiapkan untuk mengantisipasi dampak negatif akibat pandemi Covid-19. Alhasil, belanja-belanja yang tidak terkait dengan penanganan Covid-19 mengalami penurunan.

“Kebijakan APBN disesuaikan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19 pada 2020 dalam mendukung upaya recovery, stabilisasi sosial-ekonomi, sektor keuangan, dan perekonomian secara keseluruhan,” katanya, Kamis, 9 Juli 2020.

Dilansir dari Bisnis, Bank Indonesia juga yakin ekonomi Indonesia tidak akan menuju ke titik resesi tahun ini meski dampak dari pandemi Covid-19 sangat signifikan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo sempat menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun akan tetap positif dengan kisaran 0,9 -1,9 persen.

"BI memperkirakan pertumbuhan PDB 2020 akan berada di kisaran 0,9-1,9 persen. (Penurunan) paling dalam di kuartal kedua, tapi kita optimis bisa menuju batas atas 1,9 persen," katanya dalam webinar LPPI, Jumat 3 Juli 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan pemaparan saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020. Rapat kerja tersebut beragenda mendengarkan penjelasan tentang PMK No. 70/PMK.05/2020 tentang penempatan uang negara pada bank umum dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional. TEMPO/M Taufan Rengganis

Dody memaparkan, data-data indeks ekspektasi ekonomi, yang dipengaruhi oleh future income dan future employment masyarakat, menunjukkan masih berada di titik yang landai pada Mei 2020. Survei ini memberikan harapan angka per Mei 2020 relatif terhenti dan tidak akan turun pada periode berikutnya.

Kemudian, kata Dody, volume perdagangan, global pada Mei 2020 tercatat cukup melandai dari perkiraan awal akan melemah. Pembukaan trade China menjadi salah satu pemicu volume perdagangan global membaik. Menurutnya, pembukaan perdagangan global ini juga akan membantu perdagangan Indonesia dan akan terlihat pada angka ekspor nantinya, di mana ekspor Indonesia pada Mei 2020 telah menunjukkan perbaikan meski masih negatif.

Di samping itu, angka Purchasing Manager's Index (PMI) menunjukkan perlambatan yang tertahan. Hal ini menandakan ada beberapa kegiatan manufaktur yang sudah mulai bergerak. "Data-data ini menunjukkan kita tidak akan menuju ke titik resesi meskipun di triwulan kedua diperkiraan pertumbuhan ekonomi bisa melemah," kata Dody.

<!--more-->

Berbeda dengan pemerintah, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah Redjalam mengatakan resesi adalah hal yang sulit dihindari dalam kondisi wabah seperti saat ini. Khususnya, bagi negara yang bergantung kepada ekspor impor seperti Singapura.

Piter pun memprediksi Indonesia akan mengalami resesi setelah tumbuh negatif dua kali berturut-turut, yaitu pada triwulan II dan triwulan III 2020. "Bahkan ini bisa berlanjut ke triwulan IV. Selama wabah masih berlangsung, kontraksi ekonomi sulit dielakkan," tuturnya.

Pada triwulan II, Piter memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar minus 4 hingga minus 5 persen. Kondisi itu akan berlangsung pada kuartal III yang diperkirakan tumbuh negatif 2 hingga negatif 3 persen.

Buruh pekerja bangunan menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa, 26 Juli 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan upah nominal harian buruh bangunan termasuk tukang bukan mandor pada Mei 2018 naik 0,12 persen dibanding April 2018, atau naik dari Rp 85.983,00 menjadi Rp 86.104,00 per hari pada Mei 2018. TEMPO/Tony Hartawan

Selanjutnya, pada tiga bulan terakhir 2020, diperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia minus 1 sampai minus 2 persen. Sehingga, untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi diperkirakan minus 2 persen.

Indonesia, menurut Piter, sudah berada di ambang resesi dengan jatuhnya konsumsi dan investasi di Tanah Air belakangan ini. Ia mengatakan upaya dan kebijakan yang dilakukan pemerintah hanya bisa menahan dan mengurangi kontraksi ekonomi yang terjadi. Namun, selama pagebluk belum berlalu, resesi yang berimbas kepada peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan akan sulit dihindari.

Senada dengan Piter, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan berita resesi teknikal dari berbagai negara di dunia harusnya menjadi alarm bagi Indonesia. "Kita jelas tidak akan lolos dari imbas negatif," ujar Shinta kepada Tempo.

Perekonomian Indonesia, tutur dia, sudah dipastikan akan tumbuh negatif pada tiga bulan kedua 2020. Hal ini sesuai dengan perkiraan Kementerian Keuangan bahwa pada kuartal II 2020, Produk Domestik Bruto Indonesia bakal terkontraksi dengan kisaran minus 5,1 persen hingga minus 3,5 persen, atau titik tengahnya minus 3,8 persen.

<!--more-->

Di sisi lain, ia memperkirakan akan adanya kontraksi ekspor dan impor pada kuartal III 2020. Sebab, hampir semua negara tujuan ekspor diperkirakan bakal menjaga keseimbangan perdagangannya agar resesi tidak semakin parah. Di sisi lain, dari sisi impor pun Indonesia dibayangi ancaman banjir impor dan kebijakan dumping dari negara lain.

"Pemerintah harus mengendalikan impor dan menginvestigasi potensi dumping dan subsidi dari negara lain," ujar Shinta. Apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah signifikan, maka ia memperkirakan Indonesia juga akan terjerembab ke dalam resesi teknikal lantaran dua kali mengalami pertumbuhan negatif berturut-turut.

Saat ini, menurut dia, kondisi regulasi dan penerapan stimulus yang ada saat ini tidak cukup signifikan membantu peningkatan kegiatan ekonomi dan produktivitas nasional. Regulasi yang memengaruhi iklim usaha dan investasi pun dinilai tidak cukup menarik bagi investor untuk mengalihkan modalnya secara signifikan ke Tanah Air.

Karena itu, ia mengatakan dua hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah untuk bisa lolos dari ancaman resesi tersebut. "Bila technical recession berlanjut hingga akhir tahun, akn sangat sulit bagi indonesia untuk kembali ke level pra-pandemi," kata Shinta.

Warga mengamati permukiman bantaran sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Rabu 15 April 2020. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap proyeksi pemerintah terhadap angka kemiskinan naik dari 9,15 persen menjadi 9,59 persen pada tahun ini akibat pandemi virus corona atau COVID-19. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani juga meyakini bahwa resesi ekonomi negara lain akan memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi cenderung tidak signifikan.

Sebab, selama ini Adib melihat PDB Indonesia lebih banyak ditopang oleh sektor konsumsi dan investasi. "Dengan domestic demand, sebesar 270 juta orang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif tidak terlalu dalam konstraksinya," ujar dia.

Hipmi memperkirakan ekonomi RI kuartal dua akan jeblok pada angka minus 4 sampai minus 5 persen. Namun, ia optimistis ekonomi bisa naik lagi pada kuartal III 2020. Sehingga, secara agregat pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai angka positif untuk keseluruhan tahun.

Hanya saja, Adib mengingatkan pemerintah agar bisa menjalankan program pemulihan ekonomi nasional secara efektif dan efisien. Dengan demikian, daya ungkit ekonomi yang sudah direncanakan pemerintah bisa berjalan dan Indonesia berhasil terhindar dari jurang resesi.

CAESAR AKBAR | RR ARIYANI

Berita terkait

Marak Judi Online, Menteri Komunikasi: Susah, Seperti Menghadapi Hantu

3 jam lalu

Marak Judi Online, Menteri Komunikasi: Susah, Seperti Menghadapi Hantu

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan akan terus mempersempit ruang gerak bagi pelaku judi online.

Baca Selengkapnya

Akhir Politik Jokowi di PDIP

8 jam lalu

Akhir Politik Jokowi di PDIP

Kiprah politik Joko Widodo atau Jokowi di PDI Perjuangan sudah tamat. Mantan Wali Kota Solo itu butuh dukungan partai politik baru.

Baca Selengkapnya

Kemendag dan KBRI Gelar Pameran Fesyen di Singapura, Total Transaksi Capai Rp 4,2 Miliar

10 jam lalu

Kemendag dan KBRI Gelar Pameran Fesyen di Singapura, Total Transaksi Capai Rp 4,2 Miliar

Kementerian Perdagangan dan Duta Besar RI untuk Singapura menggelar pameran fesyen di Singapura. Total transaksinya capai Rp 4,2 miliar.

Baca Selengkapnya

Menteri AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis untuk Masyarakat Sulawesi Tenggara

13 jam lalu

Menteri AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis untuk Masyarakat Sulawesi Tenggara

Menteri ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyerahkan 300 sertifikat tanah secara simbolis untuk masyarakat Sulawesi Tenggara.

Baca Selengkapnya

Kaesang Ungkap Pesan Jokowi untuk PSI Hadapi Pilkada 2024

15 jam lalu

Kaesang Ungkap Pesan Jokowi untuk PSI Hadapi Pilkada 2024

Kaesang mengingatkan kader PSi untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada 2024 pada wilayah dengan potensi jumlah kursi terbanyak.

Baca Selengkapnya

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

16 jam lalu

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

Jokowi sebelumnya kembali menyinggung banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri dalam rapat kerja Kemenkes.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

1 hari lalu

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional.

Baca Selengkapnya

Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

1 hari lalu

Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

Rencana pembukaan lahan 1 juta hektar untuk padi Cina di Kalimantan menuai pro dan kontra. Cara mendaftar menjadi penerima subsidi LPG 3 kilogram.

Baca Selengkapnya

Jokowi Minta Menlu Persiapkan Negosiasi Ketahanan Pangan dengan Vietnam

1 hari lalu

Jokowi Minta Menlu Persiapkan Negosiasi Ketahanan Pangan dengan Vietnam

Presiden Jokowi menerima laporan hasil lawatan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ke Vietnam beberapa hari lalu.

Baca Selengkapnya

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

1 hari lalu

Bertubi-tubi Penghargaan untuk Bobby Nasution, Terakhir Menantu Jokowi Raih Satyalancana dan Tokoh Nasional

Wali Kota Medan Bobby Nasution boleh dibilang banjir penghargaan. Menantu Jokowi ini dapat penghargaan Satyalancana baru-baru ini.

Baca Selengkapnya