Beda Jalan Perburuan Joko Tjandra dan Maria Lumowa

Reporter

M Rosseno Aji

Minggu, 12 Juli 2020 19:10 WIB

Logo Te.co Blank

TEMPO.CO, Jakarta - Joko Soegiarto Tjandra atau Joko Tjandra dan Maria Paulina Lumowa sama-sama buronan dalam kasus yang melibatkan duit dalam jumlah besar. Tapi keduanya punya nasib berbeda.

Menjadi buronan selama 17 tahun, pemerintah berhasil mengekstradisi Maria Paulina dari Serbia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly sendiri yang membawa pulang Maria dari Serbia pada 8 Juli 2020. “Ekstradisi ini menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia,” kata Yasonna lewat keterangan pers hari itu.

Maria melarikan diri pada September 2003 ke Singapura sebulan sebelum dijerat sebagai tersangka oleh tim khusus bentukan Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 itu menjadi warga negara Belanda. Terpidana kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun ini diketahui juga sering bolak-balik ke Singapura. Upaya pengejaran mendapat titik terang saat Maria Paulina ditangkap National Central Bureau Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla pada 2019 lalu. Penangkapan Maria Lumowa berdasarkan red notice alias permintaan untuk menangkap dari Interpol yang terbit sejak 22 Desember 2003.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) bersama delegasi dalam upaya pemulangan Maria Pauline Lumowa dari Serbia. Maria dinyatakan buron setelah diketahui sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Twitter/@Kemenkumham_RI

Sebagai buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Interpol sebenarnya juga menerbitkan red notice untuk Joko Tjandra. Penerbitan red notice atas permintaan pemerintah Indonesia itu dilakukan sejak 10 Juli 2009. Permintaan penangkapan itu terbit sebulan setelah Joko Tjandra divonis bersalah dalam kasus cessie Bank Bali. Dalam putusan Peninjauan Kembali yang diajukan Kejaksaan Agung itu, Joko divonis 2 tahun penjara. Duit Joko di Bank Bali sebanyak Rp 546 miliar pun dirampas negara.

Namun, sehari sebelum vonis diketuk, Joko Tjandra keburu kabur ke Papua Nugini. Di negara itu, Joker-julukan untuk Joko Tjandra-mendapatkan paspor pada 2012 dengan nama samaran Joe Chan. Joko juga diketahui kerap berkunjung ke Malaysia. Joker menjalankan bisnisnya dari negeri Jiran tersebut.

Advertising
Advertising

Sebelas tahun menyandang status buron, Kemenkumham menyatakan mendapat pemberitahuan dari NCB Interpol bertanggal 5 Mei 2020. Interpol menyampaikan bahwa red notice atas nama Joko Tjandra telah terhapus dalam sistem basis data terhitung sejak 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung. “Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020,” ujar Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Arvin Gumilang pada 30 Juni 2020.

<!--more-->

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sempat menyinggung terhapusnya Joko Tjandra dari daftar hitam ini dalam Rapat Kerja dengan DPR pada 29 Juni 2020. Dia mengatakan pencekalan terhadap Joko Tjandra yang sudah menjadi terpidana semestinya tidak memiliki batas waktu.

Meski sudah bertahun-tahun tidak tinggal di Indonesia, Joko Tjandra ternyata mengetahui bahwa red notice untuk dirinya sudah dicabut. Kuasa hukum Joko, Anita Kolopaking mengatakan kliennya masuk ke Tanah Air tanpa mengendap-endap. Ia berkoordinasi dengan Joko mengenai kedatangannya di Indonesia untuk mendaftarkan permohonan PK. “Pak Joko bilang bahwa dia sudah tidak lagi masuk red notice. Saya cek ke teman-teman ternyata betul,” kata Anita.

Anita mendapatkan kabar bahwa Joko Tjandra sudah tiba di Indonesia pada 7 Juni 2020. Keesokan paginya, mereka datang ke Kelurahan Grogol Selatan untuk melakukan perekaman e-KTP. KTP lama Joko sudah tidak berlaku sejak 2012. Joko tiba di Kelurahan Grogol Selatan pada pukul 07.00, setengah jam sebelum lazimnya pelayanan dibuka. Saat mengajukan permohonan KTP itu, Joko sebenarnya juga sudah bukan warga negara Indonesia.

Setelah mengantongi KTP, Anita dan Joko bergegas ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan PK pada 8 Juni 2020. Sebagaiman tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung mengenai PK, Joko diharuskan datang ke sidang setidaknya satu kali. Akan tetapi, Joko Tjandra tidak hadir dalam sidang perdana 29 Juni dan 6 Juli 2020. Dua kali menunda sidang, hakim memberi ultimatum supaya Joko hadir pada sidang 20 Juli mendatang.

Menurut Anita, sebetulnya kliennya ingin hadir dalam sidang tersebut. Namun, isu kepulangan Joko Tjandra keburu ramai. Di kalangan wartawan, beredar pesan yang berisi informasi bahwa Joko Tjandra tertangkap pada 27 Juni 2020. Saat itu, Kejaksaan Agung tak bisa memastikan isu tersebut. Belakangan diketahui, pada hari yang sama Kejaksaan Agung baru meminta kembali Ditjen Imigrasi memasukan nama Joko Tjandra ke dalam Daftar Pencarian Orang.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyentil Polri dan Kejaksaan Agung yang sampai hari ini belum bisa menangkap Joker. Dia mengatakan negara akan malu bila dipermainkan Joko Tjandra. “Malu negara ini kalau dipermainkan oleh Joko Tjandra,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu pada 8 Juli 2020.

Ia mengatakan telah melakukan pertemuan dengan Polri, Kejagung, Imigrasi dan Kemendagri atas pengajuan PK Joko Tjandra ini. Mahfud berencana mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor yang pernah dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejumlah kalangan menganggap usul ini kontraproduktif dan malah berpotensi memunculkan tumpang tindih kewenangan dalam upaya menangkap Joko Tjandra.

Bagaimanapun, lihainya sang Joker keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi mendapatkan banyak sorotan. Anggota Komisi Hukum DPR Benny Kabur Harman menduga ada orang kuat yang membantu Joko Tjandra. “Tidak mungkin Joko bisa masuk tanpa lampu hijau yang diberikan pejabat penting di Republik ini,” kata dia.

Cerita mantan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memperkuat dugaan bahwa Joko Tjandra punya akses yang luas ke lingkaran kekuasaan. Mengutip Majalah Tempo edisi 12 Juli 2020, Prasetyo menuturkan pernah diajak bicara empat mata dengan Jaksa Agung Malaysia Tan Sri Mohamed Apandi Ali pada 2015.

Melalui Apandai, kata Prasetyo, Joko Tjandra menitipkan pesan ingin pulang ke Tanah Air. Syaratnya, pemerintah harus menghapuskan kasus hukumnya. Sebagai imbalan, Joko berjanji membawa pulang hartanya ke Indonesia. Politikus Partai NasDem ini mengaku menolak mentah-mentah permintaan Apandi. Sejak mendapat titipan pesan itu, Prasetyo paham mengapa permohonan ekstradisi pemerintah Indonesia untuk Joko Tjandra tak pernah disambut otoritas Malaysia. “Dengan koneksi dan uang, tak sulit baginya melakukan apapun,” kata Prasetyo.

Tak cuma itu, Prasetyo kembali terperangah oleh luasnya koneksi Joko Tjandra tatkala mendapatkan undangan diskusi empat mata dari seorang pejabat yang kala itu menjabat Menkopolhukam. Prasetyo mengatakan si pejabat itu meminta Prasetyo mengkaji usul membebaskan Joko Tjandra dari jerat hukum. Jaksa Agung Prasetyo mengaku kembali menolak usul itu.

MAJALAH TEMPO | KORAN TEMPO

Berita terkait

Demokrat Minta Kapolri dan Jaksa Agung Hentikan Kasus Dugaan Politik Uang Kadernya

8 hari lalu

Demokrat Minta Kapolri dan Jaksa Agung Hentikan Kasus Dugaan Politik Uang Kadernya

Salah satu caleg Demokrat dilaporkan atas dugaan politik uang.

Baca Selengkapnya

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

15 hari lalu

Rekam Jejak OC Kaligis dan Otto Hasibuan, Tim Hukum Prabowo-Gibran yang Juga Bela Sandra Dewi

Dua pengacara Tim hukum Prabowo-Gibran, OC Kaligis dan Otto Hasibuan jadi pembela Sandra Dewi, istri Harvey Moeis dalam kasus korupsi tambang timah

Baca Selengkapnya

Yassonna Laoly Rombak Jabatan di Kemenkumham: Reynhard Silitonga Jadi Irjen, Posisi Dirjen PAS Kosong

22 hari lalu

Yassonna Laoly Rombak Jabatan di Kemenkumham: Reynhard Silitonga Jadi Irjen, Posisi Dirjen PAS Kosong

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly melantik 18 pejabat hasil perombakan di Kemenkumham hari ini

Baca Selengkapnya

Saat Hotman Paris Doakan Yusril Jadi Jaksa Agung

23 hari lalu

Saat Hotman Paris Doakan Yusril Jadi Jaksa Agung

Hotman Paris melihat permohonan dari pemohon lemah karena hanya berfokus pada isu keterlibatan Presiden Jokowi dan sejumlah menteri.

Baca Selengkapnya

Usut Korupsi Pembiayaan Ekspor LPEI, KPK Akan Pastikan Kesamaan Kasus dengan Laporan Sri Mulyani ke Jaksa Agung

38 hari lalu

Usut Korupsi Pembiayaan Ekspor LPEI, KPK Akan Pastikan Kesamaan Kasus dengan Laporan Sri Mulyani ke Jaksa Agung

KPK akan memastikan kesamaan kasus tiga korporasi dalam dugaan korupsi pembiayaan ekspor LPEI dengan yang dilaporkan Sri Mulyani ke Jaksa Agung.

Baca Selengkapnya

Sehari Setelah Sri Mulyani Laporkan Dugaan Korupsi di LPEI ke Jaksa Agung, KPK Umumkan Kasus 3 Debitur Naik ke Penyidikan

39 hari lalu

Sehari Setelah Sri Mulyani Laporkan Dugaan Korupsi di LPEI ke Jaksa Agung, KPK Umumkan Kasus 3 Debitur Naik ke Penyidikan

KPK menaikkan kasus dugaan penggunaan dana penyaluran kredit di LPEI ke tahap penyidikan setelah Sri Mulyani laporkan kasus serupa ke Kejagung.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Laporkan Kasus Dugaan Fraud Rp2,5 T ke Jaksa Agung, Bos LPEI Buka Suara

39 hari lalu

Sri Mulyani Laporkan Kasus Dugaan Fraud Rp2,5 T ke Jaksa Agung, Bos LPEI Buka Suara

Bos LPEI menyatakan siap menghormati proses hukum terkait dengan dugaan "fraud" empat debiturnya yang dilaporkan Sri Mulyani ke Jaksa Agung

Baca Selengkapnya

Jaksa Agung dan Sri Mulyani Bahas Dugaan Korupsi 4 Perusahaan Pembiayaan Ekspor Rp. 2,5 T

40 hari lalu

Jaksa Agung dan Sri Mulyani Bahas Dugaan Korupsi 4 Perusahaan Pembiayaan Ekspor Rp. 2,5 T

Jaksa Agung mengingatkan perusahaan debitur Batch 2 agar segera menindaklanjuti kesepakatan dengan JAM DATUN, BPKP, dan Inspektorat Kemenkeu.

Baca Selengkapnya

Jaksa Agung Sebut 6 Perusahaan Sedang Diperiksa Tim Terpadu terkait Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit LPEI Rp 3 Triliun

40 hari lalu

Jaksa Agung Sebut 6 Perusahaan Sedang Diperiksa Tim Terpadu terkait Dugaan Korupsi Fasilitas Kredit LPEI Rp 3 Triliun

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan tim terpadu sedang memeriksa enam perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit LPEI.

Baca Selengkapnya

Kejagung Tindaklanjuti Dugaan Korupsi 4 Perusahaan Debitur LPEI Sebesar Rp 2,5 Triliun

40 hari lalu

Kejagung Tindaklanjuti Dugaan Korupsi 4 Perusahaan Debitur LPEI Sebesar Rp 2,5 Triliun

Menkeu Sri Mulyani menyerahkan laporan tahap pertama inidikasi korupsi 4 perusahaan debitur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI.

Baca Selengkapnya