Ganjil Ekspor Benih Lobster ala Edhy Prabowo

Rabu, 8 Juli 2020 19:24 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar satu setengah bulan setelah pemerintah membuka kembali ekspor benih lobster atau benur, Zenzi Suhadi tak yakin ada yang berubah bagi perekonomian nelayan yang hidup di pesisir Lampung hingga Sumatera Barat. Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) ini mengatakan, membudidayakan lobster tidak serta-merta akan membuat mereka sejahtera.

“Ini dalam jangka pendek malah menimbulkan masalah. Harga jual yang diterima nelayan tidak sampai 10 persen dari harga ekspor, selisihnya sangat besar," ujar Zenzi kepada Tempo, Juni lalu.

Benih lobster. Foto: KKP

Berdasarkan penelusuran Walhi, sejak keran ekspor benur dibuka, nelayan yang bekerja sebagai pembudidaya lobster harus puas menerima harga jual bibit yang sangat rendah, yakni Rp 4.000-9.000 per ekor. Angka ini jauh dari rata-rata harga yang dipatok eksportir untuk penjulan benih lobster ke luar negeri dengan tawaran US$ 13 per ekor. Dihitung dengan kurs yang berlaku saat ini, harga tersebut setara dengan Rp 180 ribu.

Disparitas harga kelewat tinggi itu bukanlah satu-satunya masalah yang muncul pasca-pemerintah menggaungkan kembali ekspor benur. Seperti diketahui, melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020, ekspor benih lobster yang sempat dilarang di masa Susi Pudjiastuti, dibuka lagi.

Advertising
Advertising

Sedari awal Susi Pudjiastuti terang-terangan menolak rencana pemerintah menghalalkan pengiriman bayi lobster karena dinilai akan merugikan dari sisi lingkungan. Menurut Susi, meski hasil ekspor benur menggiurkan, kebijakan itu tidak sepadan dengan risiko kerusakan ekosistem yang dihadapi negara pada masa mendatang. Sebab, kata dia, ekspor benur dalam jumlah besar mengancam kelangsungan hidup lobster di habitatnya. "Nelayan enggak boleh bodoh atau kita akan dirugikan kalau itu dibiarkan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-209 itu.

Sikap Susi Pudjiastuti didukung lembaga pemerhati lingkungan hidup, Blue Green Indonesia (BGI). Ketua Umum BGI Dian Sandi Utama mengatakan, kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terlampau terburu-buru. Dia meminta Edhy lebih memperhatikan keberlanjutan lingkungan ketimbang ego sektoral.

<!--more-->

Hujan kritik tak membuat KKP menangguhkan izin ekspor benih lobster itu. Berdalih sudah melalui kajian publik yang matang dan riset mendalam, izin ekspor pun dibuka lagi dengan berbagai syarat. Syarat itu antara lain kuota, dan kewajiban pelepasliaran lobster ke alam dengan persentase tertentu.

Ekspor benur pun akhirnya benar-benar dilakukan pada 12 Juni 2020. Namun, jauh panggang dari api, ekspor pertama ini diduga tak memenuhi syarat yang tadinya didengungkan KKP. Dua perusahaan pengirim benur, PT Aquatic SSLautan Rejeki dan PT Tania Asia Marina, yang akan mengirimkan komoditas ini ke Vietnam dengan armada carter berkode terbang VN 5630, disinyalir tidak membayar pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Walhasil, kepabeanan sempat menyegel benih itu. “Eksportir tidak memenuhi syarat bea keluar dan PNBP, kuota, hingga ukuran benih seperti diatur dalam Peraturan Menteri 12 Tahun 2020,” tutur sumber Tempo di Bea Cukai yang mengetahui proses ekspor itu.

Pernyataan serupa dilontarkan sumber Tempo di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dia bahkan menyatakan lingkup internal Kementerian dibuat geger akibat ekspor benur pada pertengahan Juni lalu itu sama sekali tidak dikenai PNBP. Sumber lain di kementerian yang sama memberi konfirmasi bahwa tidak ada pemasukan untuk negara dari pengiriman benih lobster itu. “Pengekspor belum membayar apa pun,” katanya.

Namun, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Pribadi, menjelaskan pada 19 Juni lalu bahwa kedua perusahaan sudah memiliki bank garansi untuk mematuhi ketentuan ekspor. “PNBP sudah clear. Saat ini perusahaan memakai bank garansi,” katanya.

Ia memastikan bahwa eksportir taat mengikuti aturan yang diperkuat oleh komitmen tertulis setiap eksportir. Syarat jaminan di bank garansi diterapkan lantaran Kementerian Keuangan masih menyusun peraturan Menteri Keuangan tentang ekspor benur. Penyusunan aturan itu belum rampung. Direktur Jenderal Anggaran Askolani menyatakan prosesnya masih berlanjut di beberapa kementerian. “Masih dikoordinasikan di Sekretariat Negara dan Kemenkum HAM,” katanya.

<!--more-->

Kepala BKIPM Jakarta I Soekarno-Hatta Habrin Yake juga membantah dugaan mangkirnya dua perusahaan dari kewajiban membayar PNBP. “Hasil terbit izin ekspor tidak mungkin kalau tidak ada PNBP-nya,” ucapnya.

Tak berhenti di sini, masalah kembali muncul pada ekspor benih lobster kedua, yang sedianya dilakukan 17 Juni lalu, oleh PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, dan PT Royal Samudera Nusantara. Ekspor ini sempat gagal karena pada hari pengiriman hingga pukul 15.30 WIB, kelengkapan dokumen belum juga dimasukkan ke sistem. Keterlambatan penyerahan dokumen terjadi karena sertifikat kesehatan baru diserahkan hari itu pukul 15.00 WIB atau sejak sebelum jadwal terbang. Namun akhirnya, ekspor ini akan terlaksana juga esok, Kamis 9 Juli 2020. PT Aquatic akan mengirimkan 43.894 ekor benih, PT Tania Asia sebanyak 82.200 ekor, dan PT Royal Samudera sebanyak 8.025 ekor benih.

Kepala Direktorat Bea dan Cukai Soekarno-Hatta membenarkan informasi itu. "Saya baru mendapat kabar di sela rapat dari jajaran Bea Cukai kalau ekspor benih lobster digeser ke tanggal 9," ujarnya kepada Tempo, Selasa, 7 Juli 2020.

Dikonfirmasi terkait rencana ekspor benur ini, Manajer Operasional PT Aquatic Bahrean Hartoni tidak menjawab. Sedangkan Direktur Utama Royal Samudera, Rendy Mala Bhuana Putra, menolak memberi komentar. "Kami tidak berwenang menjawab. Silakan ditanyakan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan," katanya.

Di luar kejanggalan pungutan, Majalah Tempo edisi 6 Juli juga menulis sejumlah aktor di balik eksportir itu. Dalam kegiatan pembukaan ekspor benih lobster, KKP dilaporkan telah memberikan izin kepada 30 perusahaan yang terdiri atas 25 perseroan terbatas atau PT, tiga persekutuan komanditer alias CV, dan dua perusahaan berbentuk usaha dagang atau UD. Penelusuran Tempo menemukan 25 perusahaan itu baru dibentuk dalam waktu 2-3 bulan ke belakang berdasarkan akta.

Di samping itu, sejumlah kader partai diduga menjadi aktor di belakang perusahaan-perusahaan ini. Pada PT Royal Samudera Nusantara, misalnya, tercantum nama Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama. Bahtiar merupakan Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbouw Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra. Tiga eksportir lainnya juga terafiliasi dengan partai yang sama. Ada pula nama Fahri Hamzah, mantan Wakil Ketua DPR, sebagai pemegang saham salah satu perusahaan dan nama lain dari Partai Golkar. Muncul juga nama Buntaran, pegawai negeri sipil (PNS) yang dipecat pada era Menteri Susi Pudjiastuti. Dia terlibat perkara penyelundupan benih dan pencucian uang sehingga divonis 10 tahun penjara.

<!--more-->

Edhy Prabowo pun sontak menyampaikan sejumlah klarifikasi dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR. Dia menjawab temuan Majalah Tempo terkait munculnya sederet nama kader kolega partainya, Gerindra, di perusahaan-perusahaan ekspor benih lobster. Dia mengatakan jumlah nama kolega separtainya yang ia kenal di posisi strategis perusahaan tersebut tidak lebih dari lima orang, bahkan hanya dua orang.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memberikan keterangan saat menghadiri open house yang digelar di rumah dinas Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat Natal, di Jakarta Selatan, Rabu, 25 Desember 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

“Dihitung yang diceritakan (Majalah Tempo) mungkin tidak lebih dari 5 orang atau hanya dua orang yang saya kenal. Tapi sisanya yang 26, atau 24 orang itu, siapa? Itu orang Indonesia,” tutur Edhy Prabowo, sembari memastikan bahwa ia siap menerima kritik.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengusut proses ekspor benih lobster yang dinilai ganjil, seperti pemberian izin kepada perusahaan yang diduga sarat konflik kepentingan. “KPK juga harus menghentikan kegiatan ekspor benih lobster setidaknya untuk sementara sambil menunggu hasil kajian yang dilakukan Tim KPK,” ujar Boyamin.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) malah mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi mencopot Edhy Prabowo akibat deretan kebijakannya yang bermasalah. Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan kinerja Edhy tidak berorientasi terhadap kepentingan nelayan, melainkan pengusaha dan politikus. “Ia harus di-reshuffle dan diganti oleh menteri yang memiliki keberpihakan terhadap nelayan di seluruh Indonesia,” ujar Susan.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA | KORAN TEMPO | MAJALAH TEMPO

Berita terkait

Gerindra Sebut Ketidakhadiran Prabowo di Halalbihalal PKS Bukan Sinyal Penolakan

1 jam lalu

Gerindra Sebut Ketidakhadiran Prabowo di Halalbihalal PKS Bukan Sinyal Penolakan

Sufmi Dasco membantah, ketidakhadiran Presiden Terpilih Prabowo Subianto dalam acara Halalbihalal yang digelar PKS merupakan sinyal penolakan

Baca Selengkapnya

Marak Judi Online, Menteri Komunikasi: Susah, Seperti Menghadapi Hantu

2 jam lalu

Marak Judi Online, Menteri Komunikasi: Susah, Seperti Menghadapi Hantu

Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan akan terus mempersempit ruang gerak bagi pelaku judi online.

Baca Selengkapnya

Akhir Politik Jokowi di PDIP

8 jam lalu

Akhir Politik Jokowi di PDIP

Kiprah politik Joko Widodo atau Jokowi di PDI Perjuangan sudah tamat. Mantan Wali Kota Solo itu butuh dukungan partai politik baru.

Baca Selengkapnya

Menteri AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis untuk Masyarakat Sulawesi Tenggara

13 jam lalu

Menteri AHY Serahkan 300 Sertifikat Gratis untuk Masyarakat Sulawesi Tenggara

Menteri ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyerahkan 300 sertifikat tanah secara simbolis untuk masyarakat Sulawesi Tenggara.

Baca Selengkapnya

Kaesang Ungkap Pesan Jokowi untuk PSI Hadapi Pilkada 2024

15 jam lalu

Kaesang Ungkap Pesan Jokowi untuk PSI Hadapi Pilkada 2024

Kaesang mengingatkan kader PSi untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada 2024 pada wilayah dengan potensi jumlah kursi terbanyak.

Baca Selengkapnya

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

15 jam lalu

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

Jokowi sebelumnya kembali menyinggung banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri dalam rapat kerja Kemenkes.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

22 jam lalu

MK Gelar Sidang Sengketa Pileg Mulai Pekan Depan, KPU Siapkan Ini

Terdapat 16 partai politik yang mendaftarkan diri dalam sengketa Pileg 2024.

Baca Selengkapnya

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

1 hari lalu

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Daftar Anggotanya

Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional.

Baca Selengkapnya

Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

1 hari lalu

Terkini: Lahan Padi Cina 1 Juta Hektar di Kalimantan Menuai Polemik, Cara Daftar Subsidi LPG 3 Kilogram

Rencana pembukaan lahan 1 juta hektar untuk padi Cina di Kalimantan menuai pro dan kontra. Cara mendaftar menjadi penerima subsidi LPG 3 kilogram.

Baca Selengkapnya

Jokowi Minta Menlu Persiapkan Negosiasi Ketahanan Pangan dengan Vietnam

1 hari lalu

Jokowi Minta Menlu Persiapkan Negosiasi Ketahanan Pangan dengan Vietnam

Presiden Jokowi menerima laporan hasil lawatan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ke Vietnam beberapa hari lalu.

Baca Selengkapnya