Serangan Balik Maskapai untuk Vonis Permufakatan Tiket Pesawat
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rahma Tri
Kamis, 25 Juni 2020 15:52 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Ketok palu Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tentang penentuan harga tiket pesawat bak pukulan godam bagi perusahaan maskapai penerbangan. Perusahaan yang terhukum berkukuh bahwa putusan tersebut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan sesuai mekanisme pasar.
Dua grup maskapai penerbangan pun menyatakan niat seragam untuk mengkaji langkah hukum atas putusan KPPU ini. Keduanya adalah PT Lion Mentari Airlines dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. “Kami tidak bisa menerima atas keputusan itu. Kami akan mengajukan keberatan,” tutur Juru Bicara Lion Air, Danang Mandala, kepada Tempo, Kamis, 25 Juni 2020.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Irfan Setiaputra, menyatakan masih mempelajari lebih dulu putusan KPPU sebelum mengambil langkah lebih lanjut. “Kami pelajari dulu, setelah itu kami putuskan,” tuturnya.
KPPU menghukum tiga grup maskapai karena melakukan pelanggaran penentuan harga tiket pesawat berdasarkan putusan perkara nomor 15/KPPU-I/2019. Ketua Majelis Komisi Kurnia Toha pada Selasa, 23 Juli 2020, membacakan putusan itu di Ruang Sidang KPPU, Jakarta Pusat. "Bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri," ujar Kurnia.
Tiga grup yang dituding terlibat kongkalikong harga tiket pesawat ialah Lion Air Group, Garuda Indonesia Group, dan Sriwija Air Group. Dengan begitu, total ada tujuh maskapai dari tiga grup terhukum tersebut. Masing-masing adalah Garuda Indonesia, Citilink Indonesia (grup Garuda), Lion Air, Batik Air (grup Lion Air), Wings Air (grup Lion Air), Sriwijaya Air, dan Nam Air (grup Sriwijaya).
Pasal yang menjerat pelaku usaha itu berbunyi perusahaan dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan. Masalah ini bermula saat tujuh maskapai serentak menaikkan harga tiket pesawat pada Desember 2018 dengan kisaran lonjakan lebih dari 50 persen.
Kebijakan maskapai terkait harga tiket pesawat itu terjadi sebulan setelah Sriwijaya Group membangun kerja sama operasi dengan Garuda Indonesia Group. Sehingga, kala itu, pasar penerbangan dalam negeri hanya dikuasai oleh dua perusahaan jumbo, yakni Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group.
<!--more-->
Kenaikan harga tiket itu memancing reaksi masyarakat karena diduga terkait erat dengan kondisi pasar penerbangan yang minim persaingan. KPPU pun memulai pengusutan atas inisiatif Komisi pada medio 2019. Komisioner sempat mengundang Menteri BUMN kala itu, Rini Soemarno, namun kehadirannya nihil atau hanya diwakilkan.
Dalam kasus penentuan harga tiket pesawat ini, sebelumnya pemerintah sampai jungkir-balik mendorong maskapai menurunkan harga agar terjangkau oleh daya beli masyarakat. Namun maskapai bergeming dan menyatakan harga baru itu tidak melanggar tarif batas. Tarif baru tiket pesawat juga dikilaim untuk mendukung kelanjutan bisnis karena perusahaan penerbangan tengah kesulitan likuiditas akibat tingginya harga avtur.
Pemerintah lalu memberikan pelbagai insentif agar maskapai dapat mengurangi harga pokok produksinya. Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pun sampai membuat jadwal harga tiket pesawat murah tiga kali dalam sepekan.
KPPU membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk memutuskan perkara ini sejak pertama diusut. Dalam putusannya, KPPU pun menjatuhkan sanksi kepada maskapai untuk memberitahukan secara tertulis setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat.
Sebagai argumen keberatan atas hasil putusan dan sanksi KPPU, Lion Air pun menyitir pelbagai data tarif batas atas tiket pesawat yang diatur oleh Kementerian Perhubungan sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019. Rute Denpasar, Surabaya, misalnya. Harga tarif batas atas untuk rute itu sebesar Rp 638 ribu dengan batas tarif bawah Rp 223 ribu.
Danang mengklaim, dalam menetapkan harga tiket tiap rute, perusahaan menggunakan formulasi penghitungan penggabungan beberapa komponen dengan tetap mengacu pada tarif yang diatur. “Formulasi yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai,” tuturnya.
Komponen itu terdiri atas tarif angkutan udara (sesuai koridor tarif batas atas dan bawah), pajak pemerintah sebesar 10 persen, iuran wajib asuransi Jasa Raharja, dan pajak bandara. Maskapai, kata dia, juga memasukkan komponen biaya tuslah jika jika ada beban tambahan.
<!--more-->
Sementara itu bos Garuda, Irfan Setiaputra, mengungkapkan bahwa perseroan sebenarnya menghormati proses hukum di KPPU. “Kami tentunya menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing,” ucapnya.
Setelah putusan keluar, Irfan menyatakan perusahaan akan membenahi tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan yang dinamis. “Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat,” katanya.
Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (Inaca) Denon Prawiraatmadja menyayangkan pelibatan maskapai dalam penentuan harga tiket pesawat. Namun, dia mempersilakan apabila ada anggota asosiasinya yang akan mengajukan langkah hukum banding. “Itu kebijakan masing-masing maskapai,” ujarnya.
Komisioner sekaligus Juru Bicara KPPU, Guntur Saragih, pun telah membuka ruang bagi maskapai yang ingin mengajukan langkah hukum terkait putusan majelis hakim. “Tentunya para terlapor bisa mengajukan banding,” ucapnya.
Di samping perihal putusan, Guntur menyatakan KPPU juga mendorong Kementerian Perhubungan sebagai regulator untuk mengevaluasi kebijakan tarif batas atas dan batas bawah sehingga formulasi yang digunakan dapat melindungi konsumen dan pelaku usaha dalam industri penerbangan.
Menanggapi hal itu, Kementerian Perhubungan mempertimbangkan saran KPPU. “Kami terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak termasuk KPPU sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam industri serta efisiensi nasional ,” tutur Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati.
Namun, Adita menjelaskan, sepanjang 2019, Kementerian telah melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait tarif batas atas harga tiket pesawat yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2016 menjadi PM 20 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Nomor KM 106 Tahun 2019. Dalam regulasi itu, penerapan tarif disebut telah memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan keberlangsungan industri penerbangan.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA