14,3 Juta Unit kWh Kedaluwarsa, Pelayanan PLN Dipertanyakan
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 18 Juni 2020 18:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - PT PLN (Persero) akan menggantikan meter kWh analog dengan smart meter yang menggunakan teknologi digital. Penggantian smart meter ini untuk bertujuan akurasi perhitungan tagihan listrik. Pasalnya, banyak pelanggan PLN mengeluh tagihan listrik melonjak tak wajar akibat tidak ada pencatatan meter.
Keluhan mengenai lonjakan tagihan listrik mencuat sekitar dua bulan lalu. Sejumlah pelanggan mengaku mengalami kenaikan tidak wajar. Dalam beberapa kasus ditemukan kenaikan di atas 200 persen. Sejak Maret hingga Juni, PLN telah menerima pengaduan dari 80.344 pelanggan di seluruh Indonesia.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman menuturkan penerapan smart meter dapat mencegah kerugian lebih besar dari sisi konsumen ataupun pelaku usaha menyusul fenomena lonjakan tagihan listrik yang dialami jutaan konsumen di seluruh Indonesia.
Kementerian Perdagangan mencatat potensi kerugian baik bagi PLN dan pelanggan dari adanya 14,3 juta meter kWh yang belum ditera ulang. "Saya mengusulkan tahun 2021 itu diprioritaskan saja untuk segera diganti supaya masalah kerugian PLN maupun konsumen segera dapat diatasi," ujar Ketua BPKN Ardiansyah dalam diskusi daring di Jakarta, Senin, 15 Juni 2020.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna menuturkan sistem infrastruktur yang kedaluwarsa ini mencerminkan buruknya pengelolaan manajemen listrik perusahaan seterum negara.
Menurut dia, hal ini juga merupakan buah dari struktur pasar distribusi listrik yang monopoli. "Sehingga, PLN tidak terpacu untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan melakukan inovasi," ucapnya kepada Tempo, Kamis 18 Juni 2020.
Anggota Ombudsman RI Laode Ida meminta PLN segera memperbaharui kWh meter rata-rata sudah berusia 10-15 tahun tersebut. Jika tetap digunakan, kata dia, kWh meter akan merugikan kedua belah pihak yakni PLN dan pelanggan itu sendiri. Dia meminta kepada perusahaan setrum negara tersebut memperbaharui kWh meter yang sudah berusia 10-15 tahun tersebut.
"Dari data kami menunjukan per 15 Juni 2020, sebanyak 7,7 juta meter tua telah diganti, sisanya yakni sebanyak 8,3 juta meter tua sedang dalam proses," kata Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini melalui keterangan tertulis, Rabu 17 Juni 2020.
<!--more-->
Berdasarkan analisa perseroan, Zulkifli menyebut, penggantian unit berusia di atas 15 tahun lebih efisien dibandingkan dengan tera ulang terhadap kWh meter. Di mana semua meter sebelum dipasang 100 persen peneraan dilakukan oleh badan metrologi dan diberikan segel, kemudian diberikan tes akurasi sebelum serah terima ke unit-unit sesuai SPLN.
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Sahril menuturkan pengadaan smart meter tak hanya soal penggantian alat. "Perlu dibangun infrastrukturnya mulai dari kesiapan jaringan telekomunikasinya, transfer data, data base, hingga kemampuan analisis big data," ujarnya kepada Tempo.
Infrastruktur tersebut penting lantaran smart meter bukan sekedar alat ukur penggunaan listrik. Bob menyatakan smart meter mampu mendeteksi kondisi di lapangan. Perusahaan dapat menganalisis pola konsumsi hingga potensi gangguan listrik dari data yang dihimpun smart meter. Alat tersebut bahkan dapat mendeteksi pencurian listrik.
Data itu, menurut Bob, membutuhkan tempat penyimpanan yang besar. Pasalnya perusahaan harus merekam data dengan interval tertentu. "Dengan 75,7 juta pelanggan, berapa besar data base yang diperlukan dan seberapa cepat kemampuan jaringan untuk memprosesnya itu harus kami pelajari terlebih dahulu," kata dia. Selain itu, perlu ada dukungan dari industri terkait seperti salah satunya perusahaan telekomunikasi.
Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono memperkirakan guna mengganti kWh meter yang mencapai 79 juta unit butuh waktu sekitar 7 tahun. Hal itu dirasa lebih efisien dibandingkan dengan melakukan tera yang menurut perseroan membutuhkan cost yang lebih besar.
Untuk penggantian meter PLN akan lakukan secara bertahap. "Kita kejar untuk penggantian meter-meter tersebut karena dari perhitungan kami mengganti meter baru itu lebih efisien daripada melakukan tera ulang. Ini menjadi program, kami sudah kami siapkan untuk itu," ucapnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir telah menyatakan dukungannya kepada PLN untuk mengembangkan smart meter. Pekan lalu dia meninjau usulan belanja modal perseroan yang mencapai Rp 100 triliun dan memangkasnya sekitar 40 persen. Dia ingin perusahaan mengedepankan efisiensi dan memfokuskan belanja modal untuk inovasi layanan. "Misalnya dengan smart meter, smart distribution, hingga smart procurement," kata Erick.
<!--more-->
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai dorongan dari pemerintah sangat diperlukan untuk mempercepat penerapan smart meter. "Regulator perlu menantang PLN dengan memberi target khusus terkait proyek ini," katanya. Pemerintah misalnya dapat mendorong perusahaan untuk menyelesaikan smart meter dalam lima tahun.
Dorongan dari pemerintah juga diperlukan lantaran pengadaan smart meter membutuhkan investasi besar. Melihat kondisi keuangan PLN dalam 10 tahun terakhir, Fabby memahami alasan penerapan smart meter PLN tak begitu banyak. Selain itu, PLN cenderung mengalokasikan anggaran besar untuk pengembangan pembangkit.
CAESAR AKBAR | VINDRY FLORENTIN | EKO WAHYUDI