Bersiap Pilkada di Tengah Pandemi
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Minggu, 7 Juni 2020 17:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 yang akan digelar 9 Desember mendatang memerlukan tambahan anggaran hingga Rp 2,5 hingga Rp 5,6 triliun.
Komisi Pemilihan Umum menyatakan tambahan anggaran ini diperlukan untuk penerapan protokol kesehatan karena pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19.
"Prinsipnya kami siap menjalankan pilkada di bulan Desember asal protokol Covid-19 ini dijalankan dengan ketat. Jadi salah satunya yang membengkak adalah pengadaan APD," kata komisioner KPU Ilham Saputra kepada Tempo, Jumat, 5 Juni 2020.
KPU memaparkan keperluan tambahan anggaran ini dalam rapat kerja dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Badan Pengawas Pemilu pada Rabu lalu, 4 Juni 2020. Dalam presentasinya, KPU memaparkan dua kategori dan opsi pelaksanaan pilkada.
Kategori ini mengacu pada jumlah pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS). Dalam kategori A, jumlah pemilih setiap TPS maksimal 800 orang atau tetap sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang diubah menjadi UU Nomor 10 Tahun 2016. Dari kategori ini, akan ada TPS sebanyak 253.929.
Adapun dalam kategori B, jumlah pemilih per TPS dibatasi maksimal 500 orang. Dengan pembatasan ini jumlah TPS bertambah menjadi 311.978.
Dari setiap kategori kemudian dibuat dua opsi. Dalam opsi pertama, alat pelindung diri (APD) yang disediakan lengkap untuk setiap panitia pemungutan suara (PPS) mulai dari masker (kain dan sekali pakai), hand sanitizer, dan disinfektan.
Kemudian, sarung tangan plastik, sabun cair, pengukur suhu tubuh, pelindung wajah, tisu, kantong plastik penampung sampah, drum atau tong air termasuk keran, baju hazmat, hingga plastik pembatas petugas.
<!--more-->
Adapun dalam opsi kedua, APD juga lengkap ada pengurangan jumlah hand sanitizer, disinfektan, sarung tangan plastik, sabun cair, pengukur suhu, drum air, kantung plastik sampah, pelindung wajah, dan hazmat yang dialokasikan di kabupaten/kota sebanyak tiga buah per kecamatan.
Untuk kategori A opsi pertama, tambahan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 3.553.092.508. Adapun kategori A opsi kedua memerlukan tambahan anggaran Rp 2.505.808.543.
Kemudian untuk kategori B opsi pertama, tambahan anggaran yang diperlukan sebesar Rp 5.694.714.806. Sedangkan opsi kedua membutuhkan tambahan anggaran Rp 4.541.012.856.
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ahmad Doli Kurnia mengatakan kebutuhan anggaran ini akan dibicarakan kembali bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada pekan depan. Doli berujar, kebutuhan akan dibagi dalam bentuk uang dan barang.
Menurut politikus Golkar ini, mereka juga akan melihat ketersediaan APD yang ada di gudang-gudang Gugus Tugas dan Kementerian Kesehatan terlebih dulu.
"Mana yang betul-betul membutuhkan dalam bentuk dana, itu nanti kami sampaikan kepada Menteri Keuangan. Mana yang bentuk barang, itu yang kami diskusikan dengan Gugus Tugas," ujar Doli kepada Tempo, Jumat, 5 Juni 2020.
Tambahan anggaran pilkada 2020 yang mencapai angka triliunan ini berbeda dari yang disampaikan Ketua KPU Arief Budiman dalam rapat kerja pada 27 Mei 2020. Ketika itu, Arief mengatakan perlu tambahan anggaran sebesar Rp 535,9 miliar.
Arief belum merespons pertanyaan Tempo ihwal perbedaan angka ini. Namun Doli mengatakan hal ini sempat ditanyakan dalam rapat Rabu lalu. Menurut KPU, angka sebelumnya didapat hanya dari perhitungan kebutuhan penyelenggara. Sedangkan angka terbaru adalah kebutuhan untuk 105 juta pemilih.
<!--more-->
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat serta penyelenggara pemilu pun menyepakati pembatasan jumlah pemilih di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk Pilkada 2020. Jumlah pemilih per TPS dibatasi maksimal 500 orang lantaran pilkada berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
"Yang paling ideal menurut KPU untuk bisa menerapkan protokol Covid-19 kalau maksimal 500 (pemilih per TPS)," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia kepada Tempo, Jumat, 5 Juni 2020.
Doli mengatakan, KPU awalnya memberikan dua pilihan kategori jumlah pemilih per TPS. Dalam kategori A, jumlah pemilih per TPS maksimal 800 orang atau sesuai yang diatur dalam Undang-undang Pilkada. Adapun kategori B jumlah pemilih maksimal 500 orang per TPS.
Merujuk presentasi yang dipaparkan KPU dalam rapat kerja Rabu, 4 Juni lalu, jumlah TPS untuk kategori B sebanyak 311. 978 TPS. Namun data ini masih bersifat sementara per tanggal 2 Juni lalu. Jumlah TPS masih akan difinalkan setelah penetapan daftar pemilih tetap (DPT).
Selain itu KPU juga menyiapkan draf tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 yang akan digelar 9 Desember nanti. Demi mematuhi protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19, KPU bakal mengatur metode pelaksanaan kampanye.
"Ada metode tahapan kampanye yang dilarang," kata Komisioner KPU Dewa Raka Sandi memaparkan draf PKPU dalam uji publik virtual, Sabtu, 6 Juni 2020.
Dalam draf tersebut, ada empat metode kampanye yang dilarang dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan/atau tim kampanye. Yakni kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan atau konser musik; kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai, dan atau sepeda santai; perlombaan; dan kegiatan sosial berupa bazar, donor darah, dan atau hari ulang tahun.
Adapun metode pelaksanaan kampanye yang diperbolehkan adalah pertemuan terbatas; pertemuan tatap muka dan dialog; debat publik/debat terbuka antarpasangan calon; penyebaran bahan kampanye kepada umum.
Kemudian pemasangan alat peraga kampanye, pemasangan iklan kampanye di media massa cetak, media massa elektronik, dan Lembaga Penyiaran Publik atau Lembaga Penyiaran Swasta; kampanye melalui media sosial; dan rapat umum.
Delapan metode kampanye yang diperbolehkan itu pun diatur sesuai protokol kesehatan. Dalam debat publik atau debat terbuka misalnya, KPU mengatur kegiatan itu diselenggarakan di dalam studio stasiun televisi baik LPP maupun LPS. Acara hanya boleh dihadiri oleh calon atau pasangan calon, tim kampanye dalam jumlah terbatas, dan KPU setempat. Dilarang menghadirkan undangan, penonton, dan/atau suporter.
Adapun metode kampanye rapat umum boleh digelar secara daring atau video conference. Rapat umum daring ini boleh dilakukan maksimal dua kali untuk pemilihan gubernur-wakil gubernur dan satu kali untuk pemilihan bupati-wakil bupati dan pemilihan wali kota-wakil wali kota.
"Ini sedang dihitung oleh teman-teman jajaran KPU di daerah," kata Komisioner KPU Ilham Saputra kepada Tempo, Jumat, 5 Juni 2020.