Sederet Regulasi Baru Jokowi, Membangun Otoritarianisme

Reporter

Egi Adyatama

Senin, 18 Mei 2020 09:02 WIB

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy (kiri), Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi W Setijono (kedua kiri) dan Menteri Sosial Juliari P Batubara (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai meninjau penyerahan Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kantor Pos Bogor, Jawa Barat, Rabu 13 Mei 2020. Presiden mengecek penyaluran BST kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kota Bogor dan berharap dengan adanya bantuan sosial ini bisa memperkuat daya beli masyarakat hingga nanti konsumsi domestik Indonesia menjadi normal kembali. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Regulasi yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo kembali menuai kritik masyarakat. Setelah Rancangan Undang-Undang Omnibus Law masih belum dalam tahap pembahasan, pada Februari 2020 lalu Jokowi meneken Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Besarnya efek Virus Corona seakan menelan isu terbitnya PP itu. Baru tiga bulan kemudian, PP ini muncul dan dibahas ke permukaan. Kajiannya mencolok, perubahan regulasi yang dibuat PP itu dinilai membuat presiden terlalu berkuasa atas keputusan mengangkat pegawai negeri sipil.

"Padahal meskipun tanpa PP ini, presiden pada dasarnya memiliki kekuatan politik yang sangat powerful, apalagi cuma memindahkan atau memberhentikan PNS," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, saat dihubungi Tempo, Jumat, 15 Mei 2020.

Feri mengatakan PP ini seakan menjadi lonceng peringatan bagi para PNS, agar tidak boleh melawan atau kritis kepada presiden. Hal ini tertuang pada perubahan yang terjadi di Pasal 3. Terdapat satu ayat baru, yakni ayat (7), dari awalnya yang hanya berisi 6 ayat.

Ayat baru itu berbunyi, Pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditarik kembali oleh Presiden dalam hal:
a. Pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh PPK (penilaian prestasi kerja); atau
b. Untuk meningkatkan efektifitas penyelengaraan pemerintahan.

Advertising
Advertising

Adapun di ayat 2, menyatakan bahwa Presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS kepada menteri di kementerian, pimpinan lembaga di lembaga pemerintah non-kementerian, sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga non strutural, gubernur di provinsi, dan bupati/walikota di kabupaten/kota.

Jokowi juga mengubah persyaratan jabatan pimpinan tinggi (JPT) di Pasal 106. Di PP lama, dijelaskan bahwa JPT utama dan JPT madya di bidang rahasia negara, pertahanan, keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan negara, pengelolaan sumber daya alam, dan bidang lain yang ditetapkan presiden, tak bisa diisi kalangan non-PNS.<!--more-->

Di PP baru, ayat serupa juga ada. Namun terdapat tambahan ayat di bawahnya, yang menyebutkan bahwa ketentuan di pasa (2) itu, dapat dikecualikan sepanjang mendapatkan persetujuan dari Presiden. Presiden bisa memberi izin setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri, Kepala BKN, dan Menteri Keuangan.

Feri Amsari melihat dalam konteks ini, pemerintah seakan mencoba melegalisasi kekuasaannya agar terlihat sangat dominan. Publik terutama PNS, akan mengalami ketakutan untuk melawan pemerintah dengan adanya PP itu. "Saya melihat Pak Jokowi membangun otoritarianisme melalui perundang-perundangan di mana kekuasaannya menjadi terlihat garang," kata Feri.

Namun Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengatakan PP baru itu dibuat untuk memperbaiki kinerja ASN ke depan. Ia mengatakan PP ini dibuat agar pelanggar sistem merit semakin diminimalisir. "Perubahan yang dilakukan akan memperkuat penerapan sistem merit. Selama ini masih ada beberapa kepala daerah yang melanggar sistem merit dalam promosi ASN," kata Agus saat dihubungi Tempo, Ahad, 17 Mei 2020.

Meski begitu, Feri tetap berpendapat PP ini masih tak ada urgensinya. Jokowi seakan bertentangan dengan semangat yang digadang-gadang untuk menyederhanakan aturan. Ini malah menambah aturan dan kontroversial.

Terlebih, Feri mengatakan PP ini seakan menegaskan upaya pemerintah untuk membangun otoritariansime di Indonesia. Ia menilai jika diperhatikan, sudah banyak Undang-Undang yang ditujukan untuk membuat Presiden tak tertandingi.<!--more-->

Pusako mencatat, setidaknya ada empat regulasi otoritarian lain yang diupayakan pemerintah untuk lolos. Yang pertama, adalah RUU Omnibus Law yang saat ini pembahasannya masih tertunda di DPR. Feri mengatakan RUU ini mengatur 400 hal lebih dengan PP semata. Termasuk Undang-Undang Minerba yang baru saja disahkan oleh DPR.

Ada ada pula Perpu nomor 2 tentang penundaan Pilkada, yang menurut Feri membuat pemerintah menentukan proses penyelenggaraan pemilu, selain DPR dan Komisi Pemilihan Umum. Penentuan proses penyelenggaran pemilu kepala daerah seharusnya diserahkan kepada KPU. “Pemerintah bolehlah memberikan saran, tapi tidak boleh ikut menentukan," kata dia.

Feri menyoroti Perpu nomor 1 tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19). Di tengah masalah pandemi yang tengah menggerogoti Indonesia, Feri menyesalkan regulasi yang dibuat justru sekaligus melanggengkan dominasi pemerintah Jokowi atas rakyat.

Perpu nomor 1 tahun 2020 itu dinilainya terlalu meletakkan pengaturan postur anggaran ke dalam Perpres. Perpu 1 juga memberikan hak kekebalan hukum bagi pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). "Ketentuan mengenai postur anggaran harusnya tidak diatur pemerintah sendiri, apalagi penentuan seluruh anggaran," kata dia.




Berita terkait

Golkar Depok Umumkan Dokter Ririn Farabi A Rafiq Maju di Pilkada 2024

1 jam lalu

Golkar Depok Umumkan Dokter Ririn Farabi A Rafiq Maju di Pilkada 2024

Ririn dianggap tokoh milenial muda yang dapat mewakili gender yang menjadi jumlah pemilih dominan di Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Proses Kesiapan Boyongan Puluhan Ribu ASN ke IKN

1 jam lalu

Proses Kesiapan Boyongan Puluhan Ribu ASN ke IKN

Adapun jumlah ASN yang diperlukan untuk berada di IKN pada prioritas pertama sebanyak 11.916 orang.

Baca Selengkapnya

Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

12 jam lalu

Massa Aksi May Day Bakar Baliho Jokowi dan Hakim MK Sebagai Bentuk Kekecewaan

Peserta aksi Hari Buruh Internasional atau May Day membakar baliho bergambar Presiden Jokowi di kawasan Patung Arjuna Wijaya, Jakpus

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

14 jam lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

Apa Syarat Menjadi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

15 jam lalu

Apa Syarat Menjadi Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Salah satu syarat calon pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah harus lulus seleksi sebagai calon mahasiswa kampus PKN STAN.

Baca Selengkapnya

4 Lika-liku Perjalanan RUU DKJ Hingga Resmi Disahkan Presiden Jokowi

15 jam lalu

4 Lika-liku Perjalanan RUU DKJ Hingga Resmi Disahkan Presiden Jokowi

Pengesahan RUU DKJ ditandatangani Presiden Jokowi di Jakarta 25 April 2024 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Mensesneg.

Baca Selengkapnya

PDIP Surabaya Usulkan ke DPP Inkumben Eri Cahyadi-Armuji Maju Pilkada Kota Surabaya

15 jam lalu

PDIP Surabaya Usulkan ke DPP Inkumben Eri Cahyadi-Armuji Maju Pilkada Kota Surabaya

PDIP Surabaya mengusulkan wali kota - wakil wali kota inkumben Eri Cahyadi-Armuji maju ke Pilkada Kota Surabaya 2024.

Baca Selengkapnya

Massa Aksi Hari Buruh Gagal Demo di Depan Istana, Presiden Jokowi Ada di Mana?

15 jam lalu

Massa Aksi Hari Buruh Gagal Demo di Depan Istana, Presiden Jokowi Ada di Mana?

Demonstrasi memperingati Hari Buruh itu membawa dua tuntutan. Salah satunya tuntutan mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Baca Selengkapnya

Harapan Jokowi dan Prabowo di Hari Buruh Internasional 2024

16 jam lalu

Harapan Jokowi dan Prabowo di Hari Buruh Internasional 2024

Jokowi dan Prabowo mengucapkan selamat Hari Buruh. Berikut harapan Presiden dan Presiden terpilih 2024-2029 itu.

Baca Selengkapnya

Jajaki Koalisi dengan Partai Lain, Demokrat Incar Kursi Calon Wakil di Pilkada Jakarta

18 jam lalu

Jajaki Koalisi dengan Partai Lain, Demokrat Incar Kursi Calon Wakil di Pilkada Jakarta

Partai Demokrat bakal mengusung sejumlah kader muda di Pilkada Jakarta. Mengincar kursi Wakil Gubernur

Baca Selengkapnya