Efektivitas Kartu Prakerja Andalan Jokowi Dipertanyakan
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 29 April 2020 16:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Soleh tengah harap-harap cemas. Pria yang sejak awal April 2020 lalu terpaksa meninggalkan pekerjaannya sementara sebagai petugas keamanan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan itu masih menanti kelanjutan proses seleksi Kartu Prakerja.
Pria berusia 35 tahun ini mencoba peruntungan dengan ikut Kartu Prakerja, program andalan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di masa kampanye Pilpres 2019. Lewat program ini, sebanyak 5,6 juta peserta akan mendapat biaya pelatihan dan insentif sebesar Rp 3,55 juta. Soleh sudah mendaftar dan sekarang sedang memasuki proses seleksi.
Kartu Prakerja dipilihnya setelah Soleh dirumahkan karena tempat sehari-harinya bekerja ditutup sebagian akibat wabah virus Corona atau Covid-19. Masalah pelik sudah ada di depan mata karena tak ada lagi bayaran diterima sama sekali dalam periode tunggu ini. “Tidak dibayar,” kata dia kepada Tempo di Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
Yang lebih membuat ayah dari dua anak ini harap-harap cemas adalah karena kekhawatiran program ini tidak terlalu membantu dalam kelangsungan hidupnya. Ketimbang pelatihan berbayar, ia menilai kebijakan yang lebih tepat adalah bantuan langsung satu kepala keluarga sebanyak Rp 4 juta.
Soleh tak sendiri. Beberapa pengemudi ojek online atau ojol kini ikut mendaftar dalam program ini. Hidayah, salah seorang pengemudi Go-Jek mengatakan beberapa rekannya memang sudah mendaftar.
Hidayah belum mengetahui apakah sudah ada di antara teman-temannya yang dinyatakan lolos. “Setahu saya driver baru pengajuan saja, belum ada yang di-ACC (lolos),” kata dia.
Sejumlah pelatihan khusus untuk pengemudi ojol memang disediakan khusus dalam Kartu Prakerja. Salah satunya materi pelatihan yang dijual adalah program belajar bahasa Inggris untuk pengemudi ojol.
Meski demikian, Hidayah mengaku belum terlalu mengetahui materi pelatihan apa saja sebenarnya yang disediakan untuk para pengemudi ojol yang kini pendapatan mereka berkurang akibat Covid-19.
Saat ini, pemerintah terus menampung pendaftaran para peserta Kartu Prakerja. Pada gelombang pertama, sebanyak 168 ribu orang telah berhasil diterima. Pada gelombang kedua yang akan tutup pada Kamis besok, 30 April 2020, pemerintah mencatat jumlah pendaftar yang sudah dinyatakan lolos sampai kemarin malam mencapai 288 ribu orang.
<!--more-->
Jumlah peserta terpilih ini hanya segelintir dari dari 8,6 juta peserta yang sudah mendaftar. Tapi di tengah gegap gempita program ini, berbagai kritikan terus datang.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan program pelatihan bagi pekerja ini sebenarnya memiliki tujuan yang baik dalam kondisi normal. Namun masalahnya, program ini tidak tepat karena saat ini banyak sekali masyarakat terdampak Covid-19 yang belum mendapatkan bantuan. “Itu yang menggugah hati kita,” kata dia.
Akibatnya, tak sedikit dari mereka yang terdampak akhirnya tak sanggup membayar biaya hidup, seperti kontrakan rumah dan cicilan lainnya. Menurut Piter, program Kartu Prakerja baru bisa efektif, jika sedari awal pemerintah telah jor-joran memberikan bantuan sosial secara merata kepada rakyat terdampak.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mempertanyakan efektivitas program ini kepada masyarakat terdampak Covid-19. Pertama, Ahmad menilai Kartu Prakerja ini tidak efektif jika disebut sebagai program semi bantuan sosial seperti pernyataan pemerintah selama ini. “Karena ini tidak punya basis data,” ucapnya.
Kedua, Ahmad mempertanyakan bagaimana efektifitas dari program pelatihan berbasis online ini, ketika tidak semua daerah mendapatkan akses Internet yang sama. Ketiga, Ahmad pun mengkritik kebijakan pemerintah yang memiliki menyediakan program sebanyak-banyaknya, lalu membiarkan masyarakat memilih. “Ini asumsi yang keliru. Kita kan punya sektor prioritas dalam industri 4.0, kok asumsinya jadi sesederhana ini?” ujar Ahmad.
Terkait masalah Internet tersebut, pengusaha bus asal Sumatera Barat, Angga Vircansa Chairul punya cerita. Akibat Covid-19 ini, Direktur PO NPM itu mengatakan para sopir di perusahaannya harus dirumahkan sementara waktu. Program Kartu Prakerja yang kemudian hadir diharapkan bisa membantu para supir tersebut.
Lalu masalah muncul. Bukan karena terbatasnya akses Internet, tapi pada kemampuan sopir dalam menggunakan Internet. Sebab, tidak semua dari para supir memiliki kemampuan yang cukup untuk mengoperasikan Internet.
Terlebih, sebagian hanya lulusan SD dan SMP. “Mereka cuma tahunya Internet untuk WhatsApp,” kata Angga dalam diskusi bersama Institut Studi Transportasi (Instran) pada 26 April 2020.
Lebih jauh Ahmad juga mempersoalkan salah satu materi pelatihan di platform digital Ruangguru. Salah satu paket yang tersedia yaitu Paket Pelatihan Ojek Online (1 hari selesai) dengan enam kelas. Harga paket ini sebesar Rp 1 juta.
<!--more-->
Oleh karena itu Ahmad mempertanyakan assessment terhadap ribuan pelatihan pada program Kartu Prakerja. Sampai saat ini, ada 2.000 jenis pelatihan yang disediakan oleh 233 lembaga pelatihan, yang dikurasi oleh delapan platform digital.
Ia tak yakin tim bentukan Project Management Office (PMO) Kartu Prakerja memverifikasi satu per satu pelatihan tersebut. “Sampai-sampai, cara menghilangkan stres juga muncul sebagai pelatihan,” kata Ahmad.
Sebagai contoh, satu dari enam kelas pelatihan tentang “Teknik Mengelola Stres Agar Kerja Tetap Produktif” dijual dengan harga Rp 200 ribu. Kelas ini dilatih oleh Dinda Saraswati, trainer Skill Academy, yang juga merupakan bagian dari Ruangguru. Total ada 11 video yang dibagikan dalam kelas mengelola stres ini dengan durasi 1 jam 31 menit.
Namun begitu, ada juga komentar positif dari peserta yang mengambil kelas pelatihan ini. Kebanyakan memberi penilaian yang maksimal dengan bintang lima dan komentar positif. “Sangat membantu. Meskipun agak susah menghafal istilah-istilah stres, intinya saya bisa mencoba tips-tips yang diberikan,” kata salah satu peserta bernama Epan Nasruloh di laman resmi Skill Academy Ruangguru.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana (PMO) Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan senang dengan situasi saat ini. Pertama jumlah pendaftar mencapai 8,6 juta. “Saya terus terang berbesar hati karena ini jumlahnya luar biasa, artinya program ini diketahui,” kata dia.
Kedua, para pendaftar tidak hanya berasal dari kota besar, tapi juga daerah-daerah yang jauh dan pedalaman di Papua, Maluku Utara, hingga Nias, Sumatera Utara. “Saya yakin kalau kami optimis, ini bisa menyentuh banyak sekali masyarakat Indonesia,” kata Denni.
Terkait standar pelatihan yang digunakan, Denni mengatakan sebelum program ini meluncur, berbagai audiensi telah dilakukan bersama pengusaha. Lalu sebenarnya, kata dia, program ini tidak hanya bertujuan untuk mencetak pekerja terampil, namun juga pengusaha. “Jadi tidak semua tujuannya jadi karyawan,” kata dia.
Tempo pun menanyakan kepada Denni mengenai assessment setelah pelatihan ini berakhir nantinya. Tak hanya itu, berapa banyak pegawai yang kini di-PHK yang ditargetkan akan kembali bekerja, maupun yang kemudian menjadi pengusaha juga dipertanyakan.
Namun Denni tidak menjawab langsung mengenai target ini sebab, proses pelatihan ini masih berjalan. Ia hanya memastikan, peserta akan dimintai evaluasi di setiap akhir pelatihan. Lalu, evaluasi juga akan dilakukan bagi paket pelatihan atau penyedia jasa yang mendapat banyak keluhan dari peserta.
Adapun mengenai jaminan kerja, Denni kembali menegaskan sikap pemerintah selama ini. Bahwa, Kartu Prakerja tidak memberikan jaminan seorang peserta akan mendapat pekerjaan setelah lulus dan menerima sertifikat. Bagi Denni, yang bisa menjamin hal tersebut adalah diri peserta sendiri dan HRD (Human Resource Department) di perusahaan. “Sehingga, ekspektasi di awal (program) memang tidak over promise. Kalau over, nanti akan memukul kredibilitas dari program ini sendiri."