Waspada Jebakan Batman di Balik Perpu Covid-19
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Endri Kurniawati
Minggu, 19 April 2020 12:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 menuai kritik. Mantan ketua MPR RI, Amien Rais; Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin; mantan menteri kehutanan, Malam Sambat Kaban; guru besar ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono; mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah Hehamahua; dan lainnya menggugat Perpu Covid-19 ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan juga datang dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Yayasan Mega Bintang 1997, Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), KEMAKI dan LBH PEKA.
Amien cs mempersoalkan tiga pasal, yakni Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3; Pasal 27, dan Pasal 28. Para pemohon meminta ketiga pasal ini dibatalkan karena bertentangan dengan konstitusi dan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Adapun MAKI dan lainnya hanya menyoroti Pasal 27.
Pasal 2 Perpu Covid-19 memberi kewenangan bagi pemerintah untuk menentukan batas defisit anggaran di atas 3 persen terhadap Undang-undang APBN sampai tahun 2022, tanpa mengatur batas maksimalnya. Penentuan batas defisit ini tanpa perlu persetujuan DPR RI. Amien dkk menilai hal itu bertentangan dengan Pasal 23 dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan tidak adanya batas maksimal penentuan defisit, pemohon menilai pasal ini berpotensi disalahgunakan pemerintah untuk memperbesar rasio pinjaman negara, khususnya utang luar negeri.
Adapun Pasal 27 Perpu itu dianggap bertentangan dengan Pasal 23 dan Pasal 23A UUD 1945. Pada pokoknya, Pasal 27 itu menyatakan biaya yang pemerintah keluarkan tidak dihitung sebagai kerugian negara melainkan upaya penyelamatan ekonomi. Pemerintah, khususnya pelaksana Perpu Covid-19, tidak bisa dituntut secara perdata atau pidana dalam menjalankan tugasnya yang didasarkan pada itikad baik.<!--more-->
Adapun Pasal 28 Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dianggap bertentangan dengan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dan putusan MK tentang syarat adanya kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan perpu. Menurut pemohon, situasi pandemi Covid-19 ini bukanlah kegentingan memaksa yang harus ditangani dengan Perpu terkait keuangan negara.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan perpu ini berpotensi membuat skandal BLBI dan Century terulang. Alasannya dalil BLBI dan Century selalu disandarkan dengan istilah kebijakan yang tidak bisa dituntut.
Boyamin menuturkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 pernah menerbitkan Perpu yang sejenis namun ditolak oleh DPR. "Sehingga semestinya tidak pernah ada lagi perpu yang memberikan kekebalan penyelenggara pemerintahan terkait keuangan negara," kata dia, 19 April 2020.
Dalil itikad baik, tidak bisa dituntut hukum, dan bukan merugikan keuangan negara, kata Boyamin, harus diuji melalui proses hukum yang adil dan terbuka. Ia mewanti-wanti tdak boleh ada istilah itikad baik berdasar penilaian subjektif oleh pelaku penyelenggara pemerintahan sendiri. "Bisa saja ternyata klaim itikad baik ternyata kemudian terbukti itikad buruk sehingga tetap harus bisa dituntut hukum untuk membuktikan itikad baik atau itikad buruk."
Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, menilai Pasal 27 dalam Perpu Covid-19 membahayakan. Selain kebal hukum, pemerintah terkesan otoriter. Semacam cara berkelit kebijakan tidak dapat dipidanakan. “Pemerintah dalam Perpu ini terkesan otoriter dan kebal hukum. Berbahaya." Bhima menjelaskan dalam pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 1 April 2020.<!--more-->
Bhima menilai pasal ini berpotensi menimbulkan korupsi uang negara dalam jumlah yang tak sedikit karena merestui adanya penggunaan anggaran penyelamatan yang tak akan dihitung sebagai kerugian. Ia khawatir, beleid ini akan menjadi pengantar bagi tragedi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia jilid II.
"Apalagi nilai stimulus secara total mencapai Rp 405 triliun.” Menurut Bhima, jelas itu uang pajak rakyat dan utang yang ujungnya menjadi beban APBN. “Bagaimana mungkin jika terjadi penyalahgunaan tidak disebut kerugian negara?"
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan memastikan seluruh prosedur dalam perpu ini dilakukan dengan akuntabilitas yang baik. Ia menjamin akan mendokumentasikan secara rinci setiap kebijakan yang diambil. Sehingga, upaya ini bisa menjadi bentuk pertanggungjawaban ke publik. “Bahkan yang dilakukan ini bukan merupakan konflik kepentingan, niat korupsi, atau memperkaya diri sendiri dan orang lain,” kata dia.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mempersilakan siapa saja mengajukan uji materi Perpu Covid-19 ke MK. "Tak ada yang melarang mengkritisi isinya di DPR atau mengujinya dengan judicial review ke MK jika ada potensi dikorupsikan," kata Mahfud lewat akun Twitternya, @mohmahfudmd, Sabtu, 18 April 2020.
Mahfud mengatakan Perpu itu bertujuan menjaga rakyat dari keterpurukan sosial dan ekonomi karena Covid-19. Dengan adanya kritik, kata dia, nantinya bisa dicapai hasil yang baik mengenai substansi Perpu itu. "Dari semuanya nanti bisa lahir keputusan yang baik bagi bangsa," kata mantan ketua MK ini.
AHMAD FAIZ | BUDIARTI UTAMI PUTRI | FAJAR PEBRIANTO