Program Kartu Prakerja di Masa Pandemi dan Gagal Paham Pemerintah
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 16 April 2020 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Program kartu prakerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dihujani kritik oleh sejumlah pihak lantaran dinilai tak tepat sasaran. Program ini membutuhkan anggaran sebesar Rp 20 triliun, yang Rp 5,6 triliun di antaranya diperuntukkan bagi pelatihan daring.
Skema penyaluran bantuan dalam bentuk pelatihan berbasis daring untuk pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) ini dianggap salah kaprah di masa pandemi virus corona. Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menilai pemerintah gagal paham dalam mengambil kebijakan tersebut.
Musababnya, penganggur yang terkena imbas lesunya industri akibat virus corona bukan lagi pekerja baru yang membutuhkan pelatihan. Namun, mereka adalah pekerja lama yang memerlukan bantuan tunai untuk bertahan hidup dan menjaga konsumsi rumah tangganya.
"Kalau pemerintah ngotot memberikan kartu prakerja, ini berarti pemerintah gagal paham. Karena yang sangat dibutuhkan itu bagaimana saat ini kita bisa menjaga survival masyarakat," ujar Enny kepada Tempo, Kamis, 16 April 2020.
Enny mengatakan, dalam menjaga perekonomian di tengah maraknya PHK, pemerintah semestinya berfokus menjaga konsumsi masyarakat. Sebab, berdasarkan struktur perekonomian Indonesia, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik.
Sepanjang 2019, misalnya, Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yaitu mencapai 2,73 persen. Berkaca dari data itu, Enny menerangkan, salah satu cara menjaga agar konsumsi rumah tangga tak goyah di masa pagebluk adalah dengan memberikan bantuan-bantuan tunai. Artinya, pemerintah seharusnya bukan memberikan bantuan yang sifatnya pelatihan seperti kartu prakerja.
Adapun skema untuk memperbesar bantuan tunai seperti ini sudah diterapkan oleh negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan India. Malaysia, contohnya, mengucurkan bantuan langsung tunai senilai US$ 2,2 miliar atau Rp 35 triliun untuk keluarga kelas menengah ke bawah selama enam bulan.
Meski Indonesia juga telah memperbesar jangkauan pemberian BLT kepada masyarakat, menurut Enny, pemerintah bisa menambah anggaran bantuan itu dari dana kartu prakerja. Maksudnya, anggaran senilai Rp 5,6 triliun untuk pelatihan kartu prakerja dengan target 5,6 juta penerima manfaat sebaiknya direalokasikan ke bantuan langsung. Bantuan langsung ini dianggap lebih tepat sasaran dan jelas pemanfaatannya ketimbang kartu prakerja yang sifatnya masih trial and error atau uji coba.
<!--more-->
"Jadi, dalam kondisi darurat, respons pemerintah semestinya bukan business as usual. Tidak usah bikin kebijakan yang trial and error. Sebab, kebijakan yang jauh lebih efektif seperti social safety net untuk menggerakkan ekonomi saja sudah ada," tuturnya.
Kolega Enny di Indef, Bima Yudhistira, berpandangan sama. Bima mengatakan kartu prakerja saat ini tidak menjawab kebutuhan korban PHK. Musababnya, ketimbang keterampilan, pekerja yang jelas sudah memiliki pengalaman bekerja itu lebih membutuhkan uang tunai dan bantuan-bantuan pangan.
"Kalau kartu prakerja dipaksakan dengan pelatihan, ini artinya sudah gagal ketika lahir. Sayang sekali uang Rp 5,6 triliun untuk pelatihan online," ujarnya.
Bima menilai anggaran pelatihan online dalam skema pemberian kartu prakerja bukan bermanfaat bagi pekerjanya, namun penyedia jasanya. Seandainya kartu prakerja ini dialihkan untuk bantuan tunai kepada pekerja terdampak PHK, ia yakin pemerintah akan merasakan multiplier effect-nya bagi perekonomian.
Direktur Eksekutif Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, juga berpendapat seragam. Meski sebenarnya pemerintah sudah mengubah prinsip pemberian bantuan kartu prakerja yang sebelumnya diprioritaskan untuk pekerja baru menjadi korban PHK, Piter mengatakan penyalurannya masih sangat dipaksakan.
"Mereka tidak butuh pelatihan. Sebaiknya pemerintah menyesuaikan mekanisme penyaluran bantuan kartu prakerja di tengah wabah," ucapnya.
Tak hanya dari ekonom, kritik terhadap penggelontoran kartu prakerja juga disampaikan oleh para politikus. Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, misalnya. Ia menilai pelatihan online dalam program Kartu Prakerja yang dicanangkan Presiden Jokowi adalah kebijakan tercela.
"Menurut saya itu kebijakan tercela dan harus segera diperbaiki," ujar Rachland.
Rachland menyebut kebijakan itu tercela bukan hanya lantaran tak tepat sasaran, tapi juga berbau kolusi. Sebab, salah satu aplikator yang ditunjuk untuk menjual materi pelatihan online adalah perusahaan Ruang Guru milik Staf Khusus Presiden, yakni Adamas Bhelva Syah Devara. "Itu jelas korup," kata Rachland.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Bhelva mengatakan telah mendengar kritik Rachlan dan mengkonfirmasinya melalui akun Twitter pribadi. Pada intinya, Bhelva mengatakan proses pemilihan penyedia layanan itu dilakukan oleh Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
<!--more-->
Kritik terkait implementasi kartu prakerja juga datang dari anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Heryawan. Netty mengatakan program ini masih menjadi bahan diskusi di DPR. Menurut dia, ada tiga hal yang patut dikritisi lantaran berpotensi menjadi kegagalan. Ketiganya meliputi efektivitas, sasaran dan skala prioritas, serta alokasi anggaran.
"Di kondisi saat ini dipastikan akan terjadi miss-match karena supply tenaga kerja melimpah, lowongan pekerjaan turun bahkan hampir tidak ada," katanya.
Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja (PMO) Panji Winanteya Ruky menjawab kritik dari sejumlah penjuru tersebut. Panji mengatakan, sejatinya program yang berkali-kali didengungkan dalam narasi kampanye Jokowi ini hanya segelintir stimulus yang disiapkan pemerintah untuk menangani virus corona.
"On top program (penyelamatan) untuk jaminan sosial atau bantuan sosial eksisting," tuturnya. Ia merinci, dari Rp 405 triliun anggaran yang disiapkan pemerintah, sebagian besar, yakni Rp 110 triliun, merujuk pada bantuan langsung seperti pemberian kartu sembako, bantuan program keluarga harapan, dan subsidi listrik. Sedangkan kartu prakerja hanya sebagian kecil di dalamnya.
Adapun sisanya sebesar Rp 70 triliun ialah untuk keringanan pajak dan kredit usaha rakyat. Kemudian, Rp 150 triliun untuk restrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi serta Rp 25 triliun untuk persiapan bahan pangan.
Panji mengatakan pelatihan dalam kartu prakerja ini ialah untuk menyiapkan pekerja di masa pemulihan wabah corona. Pekerja, kata dia, diharapkan dapat meningkatkan kualitas yang diperlukan oleh industri seumpama kondisi telah membaik.
Di samping memberikan bantuan pelatihan, Panji memastikan penerima manfaat kartu prakerja juga akan memperoleh biaya hidup atau modal usaha. Ihwal pengalihan skema pelatihan kartu prakerja yang dianggap tidak efektif, Panji menyerahkan hal tersebut kepada Komite Cipta Kerja dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dikonfirmasi lebih lanjut, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso justru mengembalikan kepada tim PMO. "Minta tolong ditanyakan kepada teman-teman PMO kartu prakerja, tuturnya.
Berdasarkan data pada akhir pekan lalu, sebanyak 1,4 juta orang telah melakukan registrasi untuk mengikuti program kartu prakerja. Adapu sejak dirilis 20 Maret 2020 lalu, situs resmi www.prakerja.go.id telah dikunjungi 2,4 juta unique visitors.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BUDIARTU UTAMI PUTRI