Kenapa Italia, AS, India Tak Bercermin dari Cina Hadapi Corona?
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 31 Maret 2020 13:24 WIB
Namun Amerika Serikat, Italia, dan Spanyol sepertinya kesulitan membuat kebijakan atau setidaknya memetik pelajaran dari Cina dalam memutus rantai penularan virus Corona.
Justru, jumlah kasus infeksi dan kematian akibat Corona melampaui apa yang terjadi di Cina. Mengapa?
Time melaporkan, kurang dari sebulan sejak virus Corona menjangkiti Italia dengan diawali temuan tiga kasus di kota wisata terkenal Lombardy, jumlah kematian sudah mencapai 463 orang dan sedikitnya 9.172 orang terinfeksi virus di seluruh negeri.
Jumlah kasus infeksi virus Corona meningkat 50 persen pada 8 Maret saja.Setelah situasi demikian parah, Perdana Menteri Giuseppe Conte baru memutuskan pemberlakukan lockdown. "Tidak ada waktu lagi," ujarnya.
Lockdown di seluruh Italia diputuskan berlangsung hingga 3 April ini.
Dalam waktu cepat, jumlah kematian dan kasus infeksi Italia pun melampaui Cina yakni 11.591 orang per 30 Maret. Situasi Corona di Italia pun dilaporkan yang terburuk di Eropa.
Virus ini menyebar cepat di Italia, menurut keyakinan beberapa pejabat Italia disebabkan keberadaan virus itu tidak terdeteksi. Alasan lain, virus sebagian besar menyerang para lansia dengan imunitas tubuh lemah dan memiliki riwayat penyakit terkait pernafasan. Ini terkait dengan Italia sebagai negara dengan tingkat harapan hidup tertinggi di dunia dan Eropa. Sehingga warga Italia banyak berusia di atas 65 tahun.
Sebenarnya sebulan sebelum kasus pertama Corona ditemukan, Kementerian Kesehatan Italia telah membuat gugus tugas untuk mengendalikan virus Corona, Italia menjadi negara pertama dalam Uni Eropa yang melarang semua penerbangan dari dan ke Cina.
Namun, kebijakan itu mengandung sejumlah kelemahan seperti ada celah bagi orang-orang yang masuk ke Italia dengan penerbangan transit, tidak menjelaskan asal negara keberangkatannya ke Italia. Sehingga penularan virus tidak terdeteksi.
Setelah situasi semakin buruk, pemerintah Italia baru mengeluarkan kebijakan lockdown disertai tindakan tegas bagi pelanggarnya. Mulai dari menutup seluruh penerbangan, menjatuhkan sanksi denda bagi mereka yang pergi ke luar tanpa izin, semua kegiatan publik dilarang termasuk sekolah ditutup.
Seluruh tahanan juga dilarang menerima tamu, sehingga memicu protes di 27 penjara.
Siapa saja yang melanggar lockdown dijatuhi hukuman maksimal 3 bulan penjara atau denda $ 234.
WHO memuji langkah pemerintah Italia. "Langkah berani dan membuat pengorbanan yang tulus," ujar WHO.
Sayangnya, Italia membayar sangat mahal dengan kehilangan 11 ribu warganya.
Kerap mengejek Cina bahkan mempersalahkan negara ini atas pandemi Corona, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuai kritik dari sejumlah gubernur negara bagian atas kelambanan membuat keputusan untuk menekan penularan virus itu.
Hingga berita ini dilaporkan, jumlah kasus infeksi virus Corona di AS melampau Cina dan Italia hanya dalam kurun waktu kurang dari sebulan sejak kasus pertama dilaporkan, yakni 160.698 kasus dan kematian mencapai 3.003 orang.
Trump membatalkan lockdown yang diberlakukan Gubernur New York Andrew Cuomo karena akan melumpuhkan kota itu.
Cuomo melakukan lockdown untuk New York sejak Minggu malam, 29 Maret. Namun Presiden Trump mengejek Cuomo terlalu ketakutan dan berlebihan dalam menyikapi situasi Corona.
"Lockdown tidak diperlukan," kata Trump melalui Twitter. Sebagai gantinya, Trump mengeluarkan travel advisory atau imbauan perjalanan.
Beberapa negara bagian di AS melakukan kebijakan parsial dengan pembatasan pergerakan keluar masuk ke wilayah mereka dengan mengetatkan pemeriksaan di perbatasan dan meminta setiap pendatang melakukan karantina mandiri.
Trump dan parlemen sepakat menyiapkan dana stimulus terbesar dalam sejarah AS yakni US$ 2 triliun atau Rp 32.800 triliun untuk membantu perekonomian akibat pandemi Corona.
Presiden Trump percaya diri bahwa pemerintahannya siap menghadapi puncak penularan virus Corona dengan ketersediaan alat bantu pernapasan, penerapan jaga jarak atau social distancing, dan kesiapan tenaga medis serta rumah sakit.