Wabah Virus Corona Memicu Krisis Ekonomi Global

Reporter

Tempo.co

Editor

Budi Riza

Selasa, 24 Maret 2020 12:47 WIB

Cemas Virus Corona, Saham AS Rontok Terburuk dalam Beberapa Dasawarsa

TEMPO.CO, Washington – Bursa global jatuh dan ekonom dari perusahaan keuangan kakap yaitu Goldman Sachs Group Inc dan Morgan Stanley menyatakan wabah virus Corona atau COVID-19 telah memicu terjadinya resesi ekonomi global.

Hingga pekan lalu, nilai saham yang terhapus dari pasar saham di Amerika Serikat mencapai setidaknya sekitar US$8 triliun atau sekitar Rp132 ribu triliun.

Apalagi harga minyak dunia juga turun sekitar 50 persen dari sebelumnya sekitar US$60 barel per dolar menjadi sekitar US$30 barel per dolar sejak dua pekan lalu.

Ini mengindikasikan anjloknya minat pembelian minyak bumi sekaligus menandakan turunnya kegiatan ekonomi dan perusahaan secara global, yang berbasis minyak bumi, akibat wabah virus Corona yang terus menyebar.

Jumlah korban terinfeksi virus Corona, yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Cina, pada Desember 2019, sekarang telah mencapai 335 ribu orang pada Senin, 23 Maret 2020. Korban meninggal sebanyak 14.641 orang menurut data yang dilansir Johns Hopkins University. Lebih dari 100 ribu orang berhasil sembuh di sekitar 150 negara.

Advertising
Advertising

Eropa terutama Italia menjadi pusat penyebaran baru setelah Cina berhasil mengendalikan infeksi virus Corona secara domestik. Iran menjadi pusat penyebaran virus Corona di kawasan Timur Tengah.

“Para pemain minyak global bersiap mengantisipasi harga minyak turun hingga US$10 per barel,” begitu dilansir situs Oil Price pada Senin, 23 Maret 2020.

Penurunan indikator ekonomi global ini membuat para ekonom sekarang berfokus mengenai seberapa lama resesi ini berlangsung dan seberapa parah efeknya bagi ekonomi dunia.

“Meskipun respon kebijakan yang dibuat pemerintah akan memberikan perlindungan, kerusakan ekonomi akibat wabah COVID-19 dan kondisi keuangan yang tertekan akan menjadi goncangan nyata bagi ekonomi global,” begitu pernyataan dari tim ekonom Morgan Stanley seperti dilansir The Edge Markets dan Aljazeera pada Kamis, 18 Maret 2020.

Tim ini dipimpin oleh ekonom Chetan Ahya, yang memprediksi global resesi mulai terjadi dengan pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya 0.9 persen tahun ini.

Sedangkan tim ekonom dari Goldman Sachs, Jan Hatzius, memprediksi pertumbuhan ekonomi global anjlok menjadi 1.25 persen. Prediksi ini mendekati kondisi resesi ekonomi pada 2009 saat terjadi krisis keuangan global.

Saat itu International Monetary Fund atau Lembaga Moneter Internasional memprediksi terjadi kontraksi atau pelemahan pertumbuhan ekonomi 0.8 persen.

Sebagai gambaran, pada awal Januari 2020, IMF masih melansir prediksi pertumbuhan ekonomi global naik menjadi 3.3 persen dari 2.9 persen pada tahun sebelumnya. Angka pertumbuhan 2020 itu lebih rendah 0.1 persen dari proyeksi sebelumnya.

Belakangan, perusahaan jasa keuangan global seperti Morgan Stanley merilis prediksi pertumbuhan ekonomi AS, yang merupakan ekonomi terbesar dunia, bakal turun menjadi minus 2.4 persen pada kwartal pertama 2020 dan anjlok menjadi minus 30.1 persen pada kwartal kedua.

“Karena terjadi gangguan ekonomi lebih besar,” begitu dilansir tim ekonom perusahaan ini pada Senin, 23 Maret 2020 seperti dilansir CNBC.

Sedangkan perusahaan keuangan kakap Goldman Sachs memprediksi pertumbuhan produk domestik bruto AS menjadi minus 6 persen pada kwartal pertama dan minus 24 persen pada kwartal kedua.

Kabar baiknya adalah kedua tim ekonom ini memprediksi bakal ada perbaikan pertumbuhan ekonomi pada semester kedua 2020 ini meskipun kondisi ekonomi dinilai masih akan sulit.

Untuk mengatasi anjloknya pertumbuhan ekonomi ini, analis John Norman dari JPMorgan Chase & Co meminta negara maju mengulangi resep saat terjadi krisis keuangan global 2009 yaitu meluncurkan stimulus pajak senilai 1-2 persen dari total produk domestik bruto.

<!--more-->

::: Perlambatan Ekonomi

Karena virus ini merebak dengan cepat dan menular dari orang ke orang, sejumlah perusahaan global, misalnya, meminta karyawan bekerja dari rumah hingga menutup pabriknya. Facebook dan Twitter, misalnya, meminta karyawan agar bekerja secara online dari rumah.

“Peran terbesar yang bisa kami lakukan adalah mendorong orang-orang untuk menjaga jarak dalam kegiatan sehari-hari secara serius,” kata Mark Zuckerberg seperti dilansir CNBC International.

Facebook juga memberikan bantuan finansial senilai Rp15 juta per orang untuk sekitar 45 ribu karyawan di berbagai negara. Dana ini, seperti dilansir CNN, diperuntukkan membiayai kegiatan kantor dari rumah masing-masing karyawan termasuk perawatan anak.

Sedangkan perusahaan ritel raksasa seperti Walmart mengurangi jam buka dari 24 jam menjadi hanya beroperasi dari pukul enam pagi hingga 11 malam. Jeda waktu kosong akan digunakan petugas Walmart untuk menyetok pasokan barang ke rak dan membersihkan ruangan dari kemungkinan terinfeksi virus Corona.

Perusahaan otomotif raksasa juga mengalami dampak langsung. Tiga perusahaan raksasa otomotif Eropa, misalnya, menutup 35 fasilitas manufaktur. Ketiganya adalah Fiat Chrysler, PSA Group, dan Renault, yang menjual sekitar 12 juta mobil pada tahun lalu.

Brand otomotif terkenal seperti Ferrari juga menutup dua fasilitas manufaktur di Italia karena kesulitan mendapatkan suku cadang. Sedangkan perusahaan raksasa otomotif Jerman yaitu Volkswagen masih beroperasi.

“Kami terus memonitor situasi terutama keputusan otoritas dan perusahaan penyuplai suku cadang,” kata juru bicara perusahaan itu. Industri otomotif Eropa mempekerjakan sekitar 14 juta orang baik langsung ataupun tidak langsung.

Industri penerbangan juga terdampak langsung akibat pembatasan yang dilakukan sejumlah negara terhadap kedatangan pelancong dari luar negeri.

Maskapai penerbangan Qantas dan Jetstar dari Australia mengumumkan penghentian penerbangan internasional dan merumahkan sekitar dua pertiga dari total 30 ribu karyawannya.

“Upaya mencegah penyebaran virus Corona berdampak pada jatuhnya permintaan perjalanan. Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Alan Joyce, CEO Qantas. “Ini berdampak sangat menghancurkan bagi semua maskapai penerbangan.”

Maskapai dari AS seperti Delta Air Lines, United Airlines dan JetBlue menghentikan sekitar 60 - 70 persen penerbangannya.

“Kami mengurangi kegiatan operasi. Ini terasa menyakitkan, menekan tombol pause terhadap berbagai kegiatan inti yang kami lakukan untuk pelanggan dan misi menghubungkan seluruh dunia,” kata Ed Bastian, CEO Delta Airlines seperti dilansir USA Today pada Rabu, 18 Maret 2020.

Sebagai gambaran, Delta kehilangan pendapatan sekitar US$2 miliar atau sekitar Rp33 triliun dari hilangnya pemesanan tiket pada Maret.

Kepala ekonom International Air Transport Association, Brian Pearce, memprediksi industri penerbangan membutuhkan dana bantuan secepatnya sekitar US$200 miliar atau sekitar Rp3.200 triliun karena anjloknya kegiatan operasi dan penerbangan di berbagai negara.

IATA yang memiliki anggota 290 maskapai ini, seperti dilansir Market Watch, mengalami seretnya pemasukan karena banyak penerbangan yang terhenti. Sekitar 75 persen anggota hanya memiliki uang tunai yang mampu menutup pengeluaran selama tiga bulan saja.

<!--more-->

::: Langkah Pemerintah

Pelemahan ekonomi ini semakin terasa setelah pemerintahan sejumlah negara maju dan emerging countries mengumumkan status darurat dan melakukan isolasi terbatas atau menyeluruh terhadap negaranya.

Pengumuman status darurat ini berdampak dengan pelarangan berbagai kegiatan umum seperti penutupan kantor, perumahan karyawan, penutupan tempat hiburan, melarang warga ke luar rumah kecuali untuk berbelanja kebutuhan pokok.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, misalnya, mengumumkan status darurat nasional pada Jumat, 13 Maret 2020.

“Untuk mengerahkan kekuasaan penuh pemerintah federal dalam penanganan ini, saya menyatakan secara resmi status darurat nasional. Dua kata yang sangat besar,” kata Trump kepada media di Gedung Putih seperti dilansir Reuters pada Jumat, 13 Maret 2020.

Deklarasi ini memberi kewenangan besar kepada pemerintah untuk mengucurkan dana bantuan federal ke publik baik untuk mengatasi penyebaran wabah virus Corona maupun untuk mengatasi dampak pelemahan ekonomi akibat berhentinya berbagai kegiatan bisnis.

Menteri Keuangan Steve Mnuchin juga mengkaji kemungkinan pemerintah memberikan bantuan dana tunai sebesar sekitar Rp50 juta bagi setiap keluarga AS yang kehilangan penghasilan akibat terhentinya kegiatan ekonomi.

Pemerintahan Trump dengan dukungan Kongres juga mengumumkan paket dana stimulus senilai US$4 triliun atau sekitar Rp66 ribu triliun. Dana ini digunakan untuk pinjaman dan bantuan bagi industri penerbangan senilai US$50 miliar atau sekitar Rp777 triliun.

Juga ada dana pinjaman lunak senilai US$150 miliar atau sekitar Rp2.400 triliun untuk berbagai sektor ekonomi.

Sedangkan pemerintah Italia, yang telah lebih dulu menyatakan negara dalam keadaan isolasi atau lockdown, juga menyiapkan paket stimulus ekonomi.

Paket stimulus ekonomi ini, menurut Menteri Ekonomi Italia, Roberto Gualtieri, pada awal Maret 2020 senilai 3.6 miliar euro atau sekitar Rp62 triliun. Dananya akan digunakan untuk pemberian pemotongan pajak bagi perusahaan yang melaporkan penurunan pendapatan minimal 25 persen akibat wabah virus Corona.

Dana juga akan digunakan untuk menambah kapasitas layanan sistem kesehatan, yang mengalami beban berat dengan membludaknya pasien terinfeksi virus Corona.

Saat ini ada sekitar 60 ribu kasus infeksi virus Corona. Jumlah pasien yang meninggal sebanyak sekitar 5 ribu orang dan yang sembuh lebih dari 4 ribu orang.

PM Italia, Giuseppe Conte, yang pada pekan lalu mendeklarasikan lockdown untuk wilayah seluruh negeri, mengatakan ada kemungkinan masa isolasi itu akan diperpanjang melebihi batas waktu awal yaitu 25 maret seperti dilansir CNBC.

Sedangkan Jerman, pemerintah juga menggagas paket stimulus ekonomi sekitar US$600 miliar atau sekitar Rp10 ribu triliun seperti dilansir Pionline.com. Paket ini untuk mendukung paket stimulus yang disiapkan Uni Eropa. Jerman merupakan ekonomi terbesar di kawasan Eropa.

<!--more-->

::: Stimulus dari Bank Sentral

Menyusul terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dengan tutupnya pabrik dan toko serta perkantoran di berbagai negara, sejumlah bank sentral mengumumkan paket stimulus ekonomi.

Bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve Bank, misalnya, mengumumkan paket paket quantitative easing tahap awal senilai US$700 miliar atau sekitar Rp11.200 triliun pada pekan lalu ini. Uang baru ini akan digunakan untuk membeli surat berharga korporat. Ini bertujuan agar perusahaan tetap memiliki uang tunai untuk membiayai kegiatan usaha di tengah menurunnya pendapatan dan kegiatan operasional.

Uang itu akan dikucurkan lewat dua fasilitas kredit yaitu commercial paper funding facility atau CPFF dan primary dealer credit facility atau PDCF.

Namun, pengurus bank sentral AS kembali membuat pernyataan pada Senin, 23 Maret 2020 bahwa The Fed akan meluncurkan gelombang inisiatif kedua secara besar-besaran.

Ini dilakukan dengan cara membeli surat utang pemerintah AS dan menyiapkan kredit murah untuk disalurkan ke perusahaan-perusahaan di sana.

“The Federal Reserve baru saja menyatakan akan melakukan pembelian asset tanpa batas untuk mendukung pasar,” begitu dilansir CNBC pada judulnya Senin, 23 Maret 2020.

Secara terpisah, bank sentral Eropa juga mengumumkan langkah penyelamatan ekonomi, yang mengalami penurunan signifikan akibat wabah virus Corona. European Central Bank mengucurkan 750 miliar euro atau sekitar Rp13 ribu triliun.

“Dewan Bank Sentral siap untuk menambah jumlah program pembelian aset dan menyesuaikan komposisinya, sebanyak yang dibutuhkan dan selama yang diperlukan,” begitu pernyataan ECB seperti dilansir CNN pada Kamis, 19 Maret 2020.

Sedangkan bank sentral Cina atau PBOC meluncurkan paket kedua stimulus likuiditas ke pasar. PBOC mengurangi jumlah uang tunai yang wajib dicadangkan perbankan di Cina sebanyak US$79 miliar atau sekitar Rp1.300 triliun.

“Pengurangan dana cadangan itu akan membantu ketersediaan likuiditas hingga akhir kwartal ini dan bisa mendorong pengucuran kredit dan mempromosikan percepatan recovery economy,” kata Tang Jianwei, ekonom senior di Bank of Communications seperti dilansir Reuters.

Sebelumnya, PBOC telah mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi senilai 1.7 triliun yuan atau sekitar Rp3.800 triliun pada awal Februari. Saat itu, pasar merespon dengan penguatan indeks Shanghai sekitar 0.39 persen dan penguatan rupiah sekitar 0.22 persen ke level Rp13.665 per dolar AS. Pada pekan ini, infeksi virus Corona di Cina lewat penularan domestik sudah semakin turun. Pemerintah sedang fokus mengurangi infeksi virus Corona lewat penumpang pesawat dari luar negeri.

<!--more-->

Berikut ini dua wawancara dengan dua pengamat ekonomi dari lembaga CORE dan Indef.

::: Ini penjelasan Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance, mengenai kondisi ekonomi global saat ini dalam lewat tanya jawab via Whats App pada Jumat, 20 Maret 2020.

Tanya: Apakah ekonomi global sedang menuju resesi dengan anjloknya harga minyak dan penuruhan indeks pasar saham global?

Bhima: Resesi sudah berjalan meskipun data kuartal I 2020 belum rilis. Anjloknya harga minyak mentah artinya harga komoditas unggulan ekspor, CPO, karet, batubara ikut turun. Ini berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Sementara market panic mengingkatkan investor pada krisis 2008. Saat itu, bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve melakukan quantitative easing (penambahan likuiditas). Beberapa bank sentral negara maju lakukan pemangkasan bunga acuan.

Tanya: Apa yang menjadi indikator utama jika ekonomi dunia saat ini mengalami resesi?

Bhima: Indikator resesi, pertama, inversi kurva imbal hasil US Treasury bills. Inversi kurva biasanya terjadi jelang resesi ekonomi.

Kedua, pertumbuhan PDB China sebagai motor ekonomi terbesar kedua di dunia diperkirakan turun dari kisaran 5,2% menjadi 1,4% di 2020 akibat kontraksi corona virus, factory shutdown, dan terganggunya aktivitas logistik.

Ketiga, pendapatan perusahaan dalam SP500 merosot cukup dalam. Pertumbuhan pendapatan perusahaan di indeks SP500 hanya mencapai 2,3% dalam setahun.

Keempat, indeks PMI manufaktur AS mengalami penurunan tajam hingga dibawah 50. Artinya, PMI dibawah 50 perusahaan cenderung menahan ekspansi dan mengurangi kapasitas produksinya karena permintaan lemah.

Kelima, The Fed lakukan pemangkasan bunga acuan hingga mendekati 0%, dan melakukan Quantitative Easing (QE) sebesar US$700 miliar. Fed lakukan QE disaat kondisi ekonomi AS memburuk seperti 2008.

Tanya: Bank sentral Amerika - The Fed, Bank sentral Eropa – ECB dan Bank sentral Cina – PBOC telah mengumumkan paket stimulus ekonomi untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi di negara dan wilayah masing-masing. Mengapa pasar saham masih terus anjlok?

Bhima: Ini masuk dalam kategori psikologis pasar. Kepanikan menjalar dengan cepat dipengaruhi oleh reaksi dikeluarkannya stimulus moneter dan fiskal serentak dibanyak negara. Logika dasarnya, jika bank sentral lakukan stimulus ekonomi artinya kondisi ke depan akan memburuk. Investor kemudian lakukan sell-off termasuk di bursa indonesia.

Tanya: Bagaimana kondisi di dalam negeri? Mengapa rupiah dan pasar saham IHSG di BEI masih terus melemah meskipun ada paket stimulus dari bank sentral besar tadi?

Bhima: Jadi ada beberapa faktor domestik yang perlu diperhatikan selain kepanikan pasar global. Lambatnya penanganan virus corona, kacaunya koordinasi pusat daerah, dan stimulus fiskal yang belum merangkum semua sektor membuat investor pesimis.

Ini kan semua menunggu mau lockdown atau tidak, gubernur DKI bilang opsi lockdown, pemerintah pusat berbeda. Ini membingungkan investor. Wajar mereka nett sells saham terus. Rupiah tanpa adanya extraordinary measures akan tembus 16.500-17.000 dalam waktu dekat. IHSG bottomnya 3.800. Mungkin setelah itu seperti Yunani ada trading halt selama 5 minggu di 2015.

Tanya: Pemerintah juga sudah mengumumkan paket stimulus kebijakan, mengapa dampaknya sepertinya masih kurang untuk pasar saham? Bagaimana dengan kondisi pasokan kebutuhan pokok dan harganya, yg sangat dibutuhkan masyarakat saat ini?

Bhima: Ada beberapa catatan, misalnya pph21 harusnya tidak hanya kesektor industri manufaktur, tapi ke seluruh sektor lainnya. Dibandingkan industri saja dapat 6 bulan bonus pajak, lebih baik merata di sektor lain seperti perdagangan, pariwisata selama 3 bulan misalnya. Yang kena dampak corona kan bukan cuma manufaktur.

Tanya: Bank Sentral Indonesia atau BI menurunkan tingkat suku bunga ke 4.5 persen pada pekan lalu, apakah langkah ini cukup? Buktinya pasar saham masih anjlok terus dan nilai tukar rupiah juga terus melemah?

Bhima: Belum cukup. BI disarankan lebih berani lagi dan ahead the curves. Pemangkasan ideal 50 bps. Kalau hanya 25 bps, bagi pelaku pasar itu hanya ngikut bank sentral lain, tidak ada terobosan.

Tanya: Gubernur BI mengatakan masih terus terjadi capital outflow atau arus modal ke luar Indonesia, mengapa investor asing masih terus keluar menurut Anda?

Bhima: Seperti no.4. Kebijakan penanganan corona bermasalah, sementara fatality rate Indonesia termasuk yang tinggi di ASEAN.

Tanya: Sejumlah analis pasar modal mengatakan indeks IHSG mengalami kejatuhan karena investor asing keluar begitu mengetahui jumlah pasien terinfeksi virus Corona terus bertambah cepat pada pekan lalu. Anda setuju?

Bhima: Betul. banyak yang kaget, sebelumnya denial tidak ada korban positif corona. Ketika diumumkan dan naiknya sangat cepat, market melakukan koreksi sesuai fakta lapangan.

Tanya: BI belum mengumumkan paket Quantitative Easing seperti The Fed, dan ECB. Apa yang harus dilakukan BI selain menurunkan tingkat suku bunga, yg dampaknya ternyata kurang terasa di pasar modal?

Bhima: BI sebenarnya sudah berupaya membeli surat utang pemerintah (SBN) dipasar sekunder. Tapi jumlahnya kecil, tidak cukup memompa likuiditas ke pasar keuangan.

Tanya: Apakah wabah virus Corona ini berdampak signifikan bagi kegiatan ekspor dan impor Indonesia?

Bhima: Sangat signifikan. Misalnya Februari lalu memang surplus, tapi bisa dicek impor semua jenis barang anjlok signifikan dibandingkan Januari. Biasanya 3-5 bulan impor bahan baku anjlok, industri manufaktur akan menurun produksinya. Jadi ini bukan indikator yang baik. Disrupsi rantai pasok bahan baku impor dari berbagai negara, termasuk China memukul industri dalam negeri.

<!--more-->

::: Ini penjelasan Piter Abdullah, ekonom dari Center of Reform on Economics Indonesia, mengenai kondisi ekonomi global saat ini dalam lewat tanya jawab via Whats App pada Jumat, 20 Maret 2020.

Tanya: Apakah ekonomi global sedang menuju resesi dengan anjloknya harga minyak dan penuruhan indeks pasar saham global?

Piter: Ekonomi global sedang mengalami perlambatan yang drastis disebabkan Perang Dagang, pandemi virus Corona, dan perang harga minyak. Kepanikan pasar keuangan direfleksikan oleh jatuhnya indeks saham dan nilai tukar

Tanya: Apa yang menjadi indikator utama jika ekonomi dunia saat ini mengalami resesi?

Piter: Indikator perlambatan atau bahkan resesi global adalah pertumbuhan ekonomi yg diperkirakan turun drastis di hampir semua negara.

Tanya: Bank sentral Amerika - The Fed, Bank sentral Eropa – ECB dan Bank sentral Cina – PBOC telah mengumumkan paket stimulus ekonomi untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi di negara dan wilayah masing-masing. Mengapa pasar saham masih terus anjlok?

Piter: Di tengah kepanikan investor akibat ketidakpastian pandemi virus Corona, stimulus tidak akan efektif meredam.

Tanya: Bagaimana kondisi di dalam negeri: mengapa rupiah dan pasar saham IHSG di BEI masih terus melemah meskipun ada paket stimulus dari bank sentral besar tadi?

Piter: Sama dengan global. Stimulus pemerintah dan BI tidak bisa meredam kepanikan akibat wabah Corona. Selama masih Ada ketidakpastian akibat wabah virus Corona maka pasar keuangan akan terus melemah

Tanya: Pemerintah juga sudah mengumumkan paket stimulus kebijakan, mengapa dampaknya sepertinya masih kurang untuk pasar saham? Bagaimana dengan kondisi pasokan kebutuhan pokok dan harganya, yg sangat dibutuhkan masyarakat saat ini?

Piter: Untuk pasar saham lihat jawaban diatas. Kebutuhan Bahan pokok masih mencukupi. Saat ini krisis di pasar keuangan utama disebabkan sentimen negatif investor. Bukan Karena fundamental

Tanya: Gubernur BI mengatakan masih terus terjadi capital outflow atau arus modal ke luar Indonesia, mengapa investor asing masih terus keluar menurut Anda?

Piter: Capital outflow diakibatkan kepanikan investor global yang dipicu sentimen negatif ketidak-pastian penyelesaian pandemic corona

Tanya: Sejumlah analis pasar modal mengatakan indeks IHSG mengalami kejatuhan karena investor asing keluar begitu mengetahui jumlah pasien terinfeksi virus Corona terus bertambah cepat pada pekan lalu. Anda setuju?

Piter: Penyebab jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia bukan hanya karena wabah virus Corona di dalam negeri. Tapi utamanya karena ketidak-pastian di pasar global.

Tanya: Bank Indonesia belum mengumumkan paket Quantitative Easing seperti The Fed, dan ECB. Apa yang harus dilakukan BI selain menurunkan tingkat suku bunga, yg dampaknya ternyata kurang terasa di pasar modal?

Piter: Penyebab kepanikan di pasar keuangan adalah ketidakpastian penyelesaian pandemi virus Corona di tingkat global. Selama itu belum ada kepastian tidak banyak yang bisa dilakukan oleh BI. Hanya bisa menahan agar pergerakan rupiah tidak liar dengan melakukan intervensi secara terukur.

Tanya: Apakah wabah virus Corona ini berdampak signifikan bagi kegiatan ekspor dan impor Indonesia?

Piter: Sudah terlihat dampaknya yaitu impor jatuh sementara ekspor tertahan oleh kenaikan harga. Virus Corona menyebabkan permintaan global dan harga komoditas jatuh. Ekspor akan melemah. Sementara impor akan kembali meningkat karena ketergantungan Kita akan bahan baku dan pangan.

Berita terkait

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

1 hari lalu

ByteDance Pilih Tutup TikTok di AS jika Opsi Hukum Gagal

TikTok berharap memenangkan gugatan hukum untuk memblokir undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Joe Biden.

Baca Selengkapnya

Deretan Aktris Korea Selatan yang Menikah Dengan Chaebol

4 hari lalu

Deretan Aktris Korea Selatan yang Menikah Dengan Chaebol

Kisah cinta dengan kalangan chaebol juga dialami sejumlah aktris Korea Selatan.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

5 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

4 Rudal Iran yang Diwaspadai Amerika dan Sekutunya

9 hari lalu

4 Rudal Iran yang Diwaspadai Amerika dan Sekutunya

Iran memiliki kapasitas teknis dan industri untuk mengembangkan rudal jarak jauh, termasuk Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) atau Rudal Balistik Antarbenua.

Baca Selengkapnya

Kisah Amerika Bantu Iran Kembangkan Nuklir

9 hari lalu

Kisah Amerika Bantu Iran Kembangkan Nuklir

Iran menjadi salah satu negara yang mengembangkan nuklir. Ada jasa Amerika dalam hal itu.

Baca Selengkapnya

Gerhana Matahari Total Dirayakan Besar-besaran di Amerika Utara

19 hari lalu

Gerhana Matahari Total Dirayakan Besar-besaran di Amerika Utara

Perayaan gerhana matahari di Amerika Utara dilakukan besar-besaran. Ada pesta pernikahan hingga pertunjukan musik.

Baca Selengkapnya

Perburuan Korona Saat Gerhana Matahari Total Hari Ini Kerahkan Pesawat Jet NASA

19 hari lalu

Perburuan Korona Saat Gerhana Matahari Total Hari Ini Kerahkan Pesawat Jet NASA

Para peneliti matahari telah menunggu bertahun-tahun untuk momen 4 menit gerhana matahari total di Amerika pada Senin pagi-siang ini waktu setempat.

Baca Selengkapnya

4 Fakta Gerhana Matahari 8 April, Jadi Pembatas Akhir Ramadan dan Awal Syawal 1445 H

25 hari lalu

4 Fakta Gerhana Matahari 8 April, Jadi Pembatas Akhir Ramadan dan Awal Syawal 1445 H

Ramadan tahun 2024 akan diakhiri dengan fenomena gerhana. Bulan Syawal akan dimulai setelah gerhana tersebut.

Baca Selengkapnya

5 Film yang Dibintangi Nicolas Cage

41 hari lalu

5 Film yang Dibintangi Nicolas Cage

Nicolas Cage salah satu aktor senior yang telah membintangi banyak film. Apa saja?

Baca Selengkapnya

6 Presiden Lajang di Dunia

44 hari lalu

6 Presiden Lajang di Dunia

Berikut sederet presiden yang melajang saat memimpin.

Baca Selengkapnya