Titik Terang Harapan Pemegang Polis Jiwasraya
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 12 Maret 2020 19:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana mendahulukan pembayaran tahap awal utang klaim PT Jiwasraya (Persero) kepada pemegang polis tradisional, terutama nasabah pensiunan. Keterbatasan dana menjadi salah satu pertimbangannya.
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo mengklaim total nilai utang yang akan dibayarkan masih dihitung. Jiwasraya pun masih harus mendiskusikannya dengan Panitia Kerja Jiwasraya Dewan Pertimbangan Rakyat. Namun dia meyakinkan pembayaran utang tahap pertama dapat terlaksana akhir bulan ini.
"Setelah tanggal 22 Maret saat reses selesai, akan ada rapat kerja dengan DPR. Setelah itu baru kita jalankan (pembayarannya)," kata dia di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020.
Dia menuturkan pembayaran awal ke pemegang polis tradisional mempertimbangkan berbagai faktor, seperti sosial dan poltik. Kartika berjanji seluruh utang klaim pemegang polis akan dilunasi karena mempunyai hak sama.
Menurut dia, Jiwasraya telah mengantongi dana untuk pembayaran utang tahap awal. Dana tersebut berasal dari aset-aset likuid perusahaan yang dapat dijual. Selain aset berupa properti, perusahaan mengandalkan penjualan obligasi yang berada di reksadana.
Kartika memastikan klaim jatuh tempo pemegang polis JS Savings Plan pun akan dibayarkan. Pemerintah mendorong Jiwasraya untuk bernegosiasi dengan para nasabah pada April mendatang. "Karena kami tidak akan membayar penuh dan pembayarannya dilakukan secara bertahap mengingat kebutuhan dananya yang besar sekali," ujar dia.
Jiwasraya saat ini memiliki utang klaim senilai Rp 16,7 triliun. Utang tersebut terdiri klaim produk JS Savings Plan senilai Rp 16,3 triliun milik 17.370 pemegang polis. Sisa beban berasal dari utang polis tradisional korporasi senilai Rp 200 miliar milik 2.261 pemegang polis serta polis tradisional ritel Rp 200 miliar milik 1.326 pemegang polis.
<!--more-->
Secara keseluruhan pemerintah menyiapkan empat alternatif skema pembayaran lain untuk membereskan utang yang menumpuk akibat kesalahan pengelolaan investasi itu. Salah satu skema disiapkan dengan mempertimbangkan aspek legal, yaitu pembayaran polis tradisional dan Savings Plan dengan nilai cicilan yang sama.
Skema lainnya berupa pelunasan polis tradisional dan Savings Plan yang memiliki nilai tunai kurang dari atau sama dengan Rp 250 juta. Alternatif ini dibuat berdasarkan aspek keadilan sosial.
Pemerintah pun mempertimbangkan skema pembayaran berdasrkan tipe produk dan nilai tunai. Dari rujukan tersebut muncul opsi untuk melunasi semua polis tradisional. Sementara untuk polis Savings Plan, pembayaran hanya akan diberikan kepada polis yang memiliki nilai tunai kurang dari atau sama dengan Rp250 jt.
Alternatif terakhir disiapkan berdasarkan pertimbangan risiko investasi atas produk JS Saving Plan, sehingga pembayaran akan memprioritaskan pelunasan seluruh polis tradisional. Di sisi lain polis JS Saving Plan hanya dibayarkan 50 persen dari nilai tunai polis.
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan manajemen perseroan telah menyampaikan rincian skema pembayaran tersebut, termasuk jadwal pembayaran hingga sumber pendanaan kepada anggota dewan untuk dipertimbangkan. "Sudah masuk ke panitia kerja, kami presentasikan, dan akan kami ikuti prosesnya," ujarnya.
<!--more-->
Anggota Panitia Kerja Jiwasraya dari Komisi VI Andre Rosiade menyatakan dokumen tersebut telah sampai ke tangan dewan. Namun pembahasannya baru akan dilaksanakan usai masa reses selesai. "Setelah masa sidang dibuka pada 23 Maret nanti, akan kami konsultasikan," ujar dia. Dia berharap pembayaran tahap awal utang klaim jiwasaraya bisa terlaksana akhir bulan ini.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan pemerintah perlu juga mempertimbangkan skema bail out oleh bank mitra yang menawarkan produk Jiwasraya untuk menyelesaikan masalah asuransi ini. "Karena mereka melakukan mis-selling dan mis-pricing," katanya. Bank-bank tersebut dinilai perlu bertanggung jawab karena menawarkan produk yang diklaim sebagai produk bank serta menjual produk dengan return yang tinggi.
Irvan mengatakan skema bail out seperti ini pernah ditawarkan salah satunya oleh Hana Bank. Bank asal Korea Selatan itu bersedia menalangi utang klaim milik nasabah asal negeri ginseng itu. "Tapi OJK melarang," ujarnya.
FAJAR PEBRIANTO | EKO WAHYUDI | VINDRY FLORENTIN