Corona Ancam Ekonomi RI, Jurus Stimulus Disiapkan Berlapis
Reporter
Andi Ibnu
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Kamis, 5 Maret 2020 20:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang menyiapkan stimulus jilid dua untuk mengatasi dampak corona untuk memitigasi terhambatnya aktivitas ekspor maupun impor, pasca perluasan penyebaran virus Corona secara global. Stimulus pertama berupa insentif untuk pariwisata dan mendorong konsumsi masyarakat memitigasi dampak pelemahan perekonomian domestik akibat kasus Corona.
Sedangkan yang kedua akan difokuskan untuk dunia usaha, khususnya terkait dengan kelancaran pemasukan bahan baku dan penolong untuk menjalankan produksinya.
"Pemerintah akan mengeluarkan paket kedua terkait dengan kemudahan impor dan ekspor," ujar Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020.
Airlangga menjelaskan insentif yang diberikan di antaranya mencakup kemudahan perizinan ekspor dan impor, relaksasi perpajakan dan bea masuk, hingga efisiensi biaya logistik. "Kami fokus pada supply dan demand serta produksi yang terkena dampak Corona sehingga akan coba diganjal dengan stimulus," kata dia. "Untuk nilai anggaran paket stimulus kedua ini juga ditargetkan lebih besar dari paket yang sebelumnya."
Stimulus itu diharapkan bisa mendorong roda perekonomian bersamaan dengan insentif jilid pertama yang sebelumnya telah diumumkan. Airlangga menuturkan pemerintah telah mendengarkan masukan dari Stakeholder dan CEO Perbankan. Dia berharap akumulasi dari kebijakan pemerintah, BI dan OJK, nanti dapat menurunkan suku bunga Bank Indonesia.
Airlangga melanjutkan fokus pemerintah berikutnya dalam stimulus lanjutan ini adalah penyederhanaan berbagai ketentuan Larangan - Batasan (Lar - Tas) atau Tata Niaga Ekspor dan lmpor, serta percepatan proses impor melalui 500 importir terpercaya. "Paket ini sudah kami laporkan Presiden untuk difinalisasi, kami siapkan 8 paket kebijakan yaitu 4 terkait prosedural dan 4 lagi terkait fiskal berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan," ujar Airlangga.
Sekretaris Kementerian Bidang Perekonomian, Susiwijono menambahkan proses penyusunan paket kebijakan insentif jilid dua ini sudah memasuki tahap persiapan perangkat kebijakan teknis. "Kami targetkan minggu ini selesai," ujarnya.
<!--more-->
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berujar masih menjajaki sejumlah opsi untuk merumuskan kebijakan fiskal yang tepat terkait dengan relaksasi perpajakan dan kepabeanan. "Kami dalam posisi menginventarisasi berbagai instrumen kebijakan yang mungkin bisa dilakukan dalam menyikapi perubahan situasi terkait dengan Corona," kata dia.
Hingga saat ini, Sri Mulyani masih belum mau menyebut besaran nilai stimulus yang akan digelontorkan, serta waktu penerapannya. "Pokoknya kalau sudah selesai akan kami sampaikan," tuturnya. Ia memastikan pemerintah akan mengantisipasi adanya pelebaran defisit anggaran pada tahun ini dan akan terus diperbaharui informasinya setiap bulan.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berujar paket insentif ini sangat dibutuhkan industri untuk tetap mempertahankan kapasitas produksinya di tengah terkendalanya ekosistem perdagangan global akibat Corona. "Suka atau tidak suka harus diakui bahwa 30 persen impor bahan baku industri memang berasal dari Cina, maka itu sekarang industri harus melakukan corporate action untuk mencari negara-negara alternatif untuk mendapatkan bahan baku supaya proses produksi mereka tidak terganggu," ucap Agus.
Dia mengatakan upaya pencarian alternatif ini pun di satu sisi tak mudah. Pasalnya, Indonesia bukan satu-satunya negara yang banyak menggantungkan pemenuhan kebutuhan bahan baku industrinya dari Cina. "Negara lain juga demikian, Cina juga penting buat mereka, sehingga akan ada rebutan produk impor alternstif ini."
Hal ini kemudian dapat berujung pada peningkatan harga bahan baku tersebut, karena kenaikan permintaan di saat yang bersamaan. "Beban industri semakin bertambah, maka negara harus hadir," katanya. Menurut Agus, salah satu relaksasi yang dibutuhkan adalah terkait dengan keringanan tarif bea masuk bahan baku dan penolong industri.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W. Kamdani menuturkan kehadiran paket kebijakan ini kian mendesak, sehingga paket insentif pemerintah diharapkan dapat diluncurkan sesegera mungkin. "Kalau mekanisme impor kita tidak di-bypass butuh waktu sampai berbulan-bulan tergantung Lar-Tas sampai akhirnya suplai bahan baku alternatif ini bisa dipakai produksi," ujarnya. "Kalau dibiarkan industri akan lebih dulu tutup sebelum bahan bakunya sampai."
Meski demikian, Shinta mengatakan relaksasi ini perlu tetap disertai dengan pengawasan yang memadai dari pemerintah. APINDO pun mengimbau kepada pelaku usaha agar bersikap fair dan melakukan impor secara bertanggung jawab. Pemerintah kata Shinta berhak untuk mengaudit dan melakukan pengecekan ke perusahaan apabila merasa ada anomali terhadap kegiatan impor perusahaan selama ini.
"Khususnya apabila anomali terjadi pada perubahan jenis impor, seperti mengimpor barang yang sebelumnya belum pernah diimpor. Karena ini bisa menjadi indikator terjadinya kebocoran atau penyalahgunaan impor," kata dia.
FRANSISCA CHRISTY ROSSANA | CAESAR AKBAR