Semua Sektor Vital Cina Terpuruk Akibat Wabah Virus Corona
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 4 Februari 2020 13:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Cina kemungkinan tidak membayangkan dampak wabah virus Corona dalam kurun waktu dua bulan akan sangat besar, bahkan meluas ke sedikitnya 25 negara.
Jika dibandingkan saat Cina diserang dampak virus SARS pada tahun 2003-2004, maka dampak dari wabah virus Corona yang berawal ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei pada Desember 2019 jauh lebih signifikan.
Ironisnya, serangan virus Corona terjadi saat Cina merayakan Imlek, ketika semua aktivitas masyarakat dan pebisnis rehat untuk merayakan Imlek.
Sebenarnya virus Corona sudah muncul pada pertengahan Desember 2019, namun virus yang diklaim misterius itu tidak menaruh perhatian petugas kesehatan Cina, hingga akhirnya wabah itu dengan cepat menular dan menewaskan banyak orang terutama di Wuhan.
Presiden Xi Jinping pun membatalkan perayaan meriah Imlek dan memperpanjang libur umum selama tiga hari.
Namun, situasi sudah tak memungkinkan, hingga akhirnya Xi memutuskan menutup rapat-rapat Wuhan dan beberapa kota tetangga Wuhan untuk mencegah wabah virus Corona menular.
Wuhan jadi kota mati. Suasana mati ini pun menjalar ke kota-kota lainnya di Cina lantaran wabah sudah menelan 361 orang dan 17 ribu kasus terinfeksi virus Corona ditemukan di Cina dan sejumlah negara lainnya.
Perusahaan-perusahaan asing ramai-ramai mengumumkan penutupan kantor cabang mereka di Cina dan meliburkan ribuan karyawannya.
Apple Inc menutup seluruh kantor cabangnya di Cina hingga 9 Februari 2020. Perusahaan dengan 10 ribu karyawan di Cina juga menghentikan operasional pabrik-pabrik yang memproduksi komponen untuk produk Apple yang dijual ke seantero dunia.
Starbucks, Ikea, dan restoran McDonald juga memutuskan menutup gerainya karena khawatir dengan waba virus Corona.
Tak kalah seru, Levi Strauss & Co yang baru buka kantor cabang di Cina pada Oktober 2019 dan membuka kantor terbesarnya di Wuhan, tempat ditemukan virus Corona, pun menutup seluruh outletnya di Cina.
Perusahaan-perusahana ini bagian dari perusahaan internasional yang telah menutup ribuan tokonya di seluruh Cina lantaran wabah virus Corona.
Menurut laporan Foreign Policy, 3 Februari 2020, hampir 100 juta orang di Hubei telah merasakan dampak dari wabah ini dan kebijakan isolasi dan karantina pemerintah Cina.
Di Wuhan sendiri, ada sekitar 300 perusahaan termasuk perusahaan asing yang beroperasi di sana. Sejauh ini belum ada penjelasan resmi tentang kerugian akibat larangan melakukan aktivitas apapun yang sudah berjalan hampir satu bulan.
Akhir Januari lalu, CNN melaporkan sejumlah sektor penting di Cina paling terpukul dengan wabah virus Corona. Satu di antaranya adalah industri pariwisata yang kehilangan miliaran dollar dari perayaan Imlek lalu.
Turis asing terbang ke Cina untuk merayakan Imlek karena khawatir terinfeksi virus Corona. Perusahaan-perusahaan jasa perjalanan, hotel, dan maskapai penerbangan terpaksa mengembalikan biaya perjalanan kepada konsumen yang menuju atau dari Cina.
Kerugian juga terjadi pada dunia hiburan seperti bioskop dan taman bermain raksasa seperti Disneyland.
Dampak yang lebih luas lagi adalah sekitar 290 juta pekerja migran yang berasal dari desa-desa di Cina dan bekerja di sektor konstruksi, manufaktur dan jenis pekerjaan yang disebut bergaji rendah tapi vital bagi pekerja seperti pelayan restoran, pengirim paket, bahkan pekerja pembersih toilet.
Belum lagi ribuan pekerja asal Cina yang menghadapi penolakan di perusahaan-perusahaan asing lantaran khawatir menularkan wabah virus Corona.
Dampak global wabah virus Corona juga dirasakan para produsen minyak, OPEC. Cina merupakan pengimpor minyak mentah terbesar di dunia.
Dua perusahaan pengimpor minyak terbesar Cina dari Arab audi, China National Chemical dan Hengli Petrochemical, dengan kapasitas penyulingan hampir 1 juta barel per hari, terpaksa mengurangi penjualan minyak lantaran Cina menutup Wuhan sebagai pusat minyak dan gas utama Cina.
Industri farmasi, lembaga keuangan, industri otomotif, hingga teknologi multinasional juga terkena imbasnya. Mereka ramai-ramai melakukan evakuasi para pekerja mereka dari Cina.
Sejumlah perusahaan lainnya merelokasi karyawannya dari Cina selama tiga hingga 6 bulan ke depan. Tentu relokasi ini berdampak pada keluarga karyawan yang harus mencari tempat tinggal baru dan sekolah baru bagi anak-anak mereka.
Sejumlah negara tetangga pun memutuskan untuk menutup wilayah perbatasan dengan Cina di antaranya Korea Utara dan Rusia.
Kementerian Luar Negeri Cina akhirnya membuat pernyataan pada hari Sabtu, 1 Februari 2020 atas pembatalan 36 maskapai terbang ke Cina.
Cina marah besar karena tindakan ini dianggap sudah berlebihan.
"Hal ini sudah berlebihan yang hanya membuat situasi semakin buruk," kata Kementerian Luar Negeri Cina dalam pernyataan tertulis di Twitter.
"Ini bukan cara tepat untuk mengatasi wabah ini."
Belakangan Cina menuding Amerika Serikat sebagai biang kerok dari upaya membesar-besarkan situasi wabah virus Corona.
Cina juga belum mengeluarkan pernyataan resmi tentang kerugian ekonomi dari wabah virus Corona. Cina masih bertarung untuk mencegah penularan virus yang jumlah korbannya sudah melebihi kasus SARS delapan tahun lalu.
Namun, CNN melaporkan Cina mengalami kerugian sekitar US$ 60 miliar dalam kuartal pertama 2020 akibat wabah virus Corona. Angka yang fantastis.
Kabar baiknya, sejumlah pakar memprediksi perekonomian Cina memang terganggu akibat wabah virus Corona, namun diperkirakan segera pulih karena negara ini sudah belajar banyak saat Cina diserang wabah SARS.