Banjir Kritik Cara Damai Pemerintah Hadapi Kapal Cina di Natuna
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Endri Kurniawati
Minggu, 5 Januari 2020 12:44 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah banjir kritik karena memilih diplomasi damai menghadapi polemik masuknya kapal Cina ke Kepulauan Natuna. Partai di luar maupun di dalam pemerintahan angkat bicara. Semua satu suara meminta pemerintah lebih tegas menangani masalah kedaulatan negara ini.
Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammaf Kholid menilai pemerintah, khususnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto disebut mulai lembek menghadapi masalah kedaulatan bangsa. "Kalau lembek, santai-santai, maka bangsa ini akan semakin direndahkan oleh bangsa lain karena tidak punya keberanian bersikap," kata Kholid dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 4 Januari 2020.
Kapal-kapal penjaga Cina memasuki perairan Natuna, Indonesia, pada Desember 2019. Kapal-kapal itu mengawal puluhan kapal yang diduga mencuri ikan di 3,8 Nautical Miles dari garis Zona Ekonomi Indonesia (ZEE). Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia dan melayangkan nota protes keras terhadap pemerintah Cina.
Langkah Kemenlu ini dinilai kurang tegas. Wakil Ketua Komisi Pertahanan atau Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Abdul Kharis Almasyhari mendesak pemerintah menindak kapal-kapal penjaga Cina itu, jika terbukti melanggar kedaulatan RI. "Kalau terbukti, beri tindakan tegas, terukur, dan jelas. Kita tidak pernah main-main soal kedaulatan NKRI," kata politikus PKS ini dalam keterangan tertulis, Jumat malam, 3 Januari 2020.<!--more-->
Anggota Komisi I DPR F-PDIP, Charles Honoris mendesak pemerintah mengkaji ulang keterlibatan Indonesia dalam inisiatif-inisiatif multilateral yang diinisiasi oleh Cina di forum internasional, seperti inisiatif One Belt One Road, menyusul kejadian ini. "Berbagai kerjasama yang sedang dalam pembahasan antara Asia Tenggara dengan Tiongkok seperti Regional Comprehensive Economic Partnership harus ditinjau ulang kembali," ujar Charles, Jumat pekan lalu, 3 Januari 2019.
Pemerintah, ujar Charles, juga bisa menggugat Cina di Forum peradilan Internasional seperti International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS) dan International Court of Justice ICJ. Hal ini bisa berdasarkan putusan arbitrase internasional yang lalu dan hukum kebiasaan internasional.
Charles yakin Indonesia pasti memenangkan gugatan. "Putusan peradilan internasional dapat menguatkan legal standing dalam klaim teritorial RI," kata politikus PDIP ini.
Selain sikap pemerintah yang dinilai kurang tegas, PDIP juga mengkritik sikap pemerintah yang tidak satu suara menanggapi kasus ini. "Kami meminta seluruh pejabat pemerintah Republik Indonesia satu bahasa dan satu sikap mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri RI. Jangan ada sikap abu-abu dalam hal menjaga kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI," kata Ketua Bidang Luar Negeri DPP PDIP, Ahmad Basarah dalam keterangan tertulis, Sabtu, 4 Januari 2020.
Perbedaan sikap soal polemik kapal Cina di Natuna ini di antaranya terlihat dari pernyataan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Retno mengatakan pemerintah akan meningkatkan patroli di perairan Natuna. Namun Luhut meminta persoalan itu tak dibesar-besarkan. Sedangkan Prabowo mengajak agar masalah ini disikapi dengan dingin. "Kita selesaikan dengan baik, ya. Bagaimanapun Cina negara sahabat," ujar Prabowo di Kantor Kementerian Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2020.<!--more-->
Juru Bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak menampik jika Prabowo Subianto dinilai tak satu suara dengan menteri lainnya dan bersikap lembek terhadap Cina. Menurut Dahnil, Prabowo satu suara dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menyatakan bahwa pemerintah akan meningkatkan patroli di perairan Natuna, sebab telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna.
Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah ini menyebut, dalam kasus ini, Prabowo hanya menerapkan prinsip diplomasi seribu kawan terlalu sedikit dan satu lawan terlalu banyak. "Dan prinsip pertahanan kita yang defensif bukan offensif. Penyelesaian masalah selalu mengedepankan upaya kedua prinsip itu,” kata Dahnil, Sabtu kemarin. Langkah-langkah damai harus selalu diprioritaskan.
Menanggapi solusi damai yang ditawarkan pemerintah itu, bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti turut berkomentar. Melalui akun twitter miliknya, pada Sabtu, 4 Januari 2020, Susi mengungkapkan perlu dibedakan antara pencurian ikan dan persahabatan antar negara.
"Persahabatan antar negara tidak boleh melindungi pelaku pencurian ikan dan penegakan hukum atas pelaku Ilegal Unreported Unregulated Fishing. Tiongkok tidak mungkin dan tidak boleh melindungi Pelaku IUUF. Karena IUUF adalah crime/kejahatan lintas Negara." Susi mencuit melalui akun Twitter @susipudjiastuti.
Susi mengatakan pencuri ikan harus diperlakukan dengan tegas. "Ini berbeda dengan menjaga persahabatan atau iklim investasi," ujar Susi.
Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Yudo Margono telah melaksanakan patroli udara di perairan Natuna, kemarin, Sabtu, 5 Januari 2019. Seusai patroli, Yudo mengingatkan agar polemik kapal penjaga dan kapal ikan Cina yang berada di Laut Natuna jangan sampai memancing situasi menjadi memanas di perairan Indonesia.
"Kapal-kapal tersebut sudah mengakui bahwa Laut Natuna merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia," ujar Yudo Margono lewat keterangan tertulis pada Sabtu malam, 4 Januari 2019. Kapal penjaga yang berada di Laut Natuna, ujar Yudo, adalah perwakilan dari pemerintah Tiongkok, dan sudah mendapat pemahaman mengenai keberadaan mereka (kapal) di perairan Natuna. Kapal pemerintah Tiongkok yang sebenarnya sudah mengetahui aturan internasional, dan sudah mengetahui kebijakan pemerintah Indonesia.
Untuk itu, Yudo meminta para nelayan Indonesia tidak resah dan terganggu atas situasi dan kondisi serta keberadaan kapal penjaga dan kapal asing itu. "Keamanan laut merupakan tugas dari TNI, saat ini sudah tindaklanjuti oleh patroli Kapal Perang Indonesia (KRI) di perairan Natuna yang menjaga wilayah kedaulatan Indonesia."
DEWI NURITA | TIM TEMPO