Perpres KPK Jokowi dan Makin Terancamnya Independensi KPK

Senin, 30 Desember 2019 11:25 WIB

Ilustrasi KPK. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - Istana menyiapkan Peraturan Presiden tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpres KPK. Sejumlah pegiat antikorupsi khawatir independensi para pegawai KPK akan luntur jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberlakukan aturan ini.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai draf perpres ini kian menunjukkan bahwa Jokowi ingin mengubah wajah komisi antikorupsi. "Dalam pemerintahannya Jokowi memang ingin mengubah citra KPK yang dulunya independen menjadi bagian dari pemerintah," kata Kurnia kepada Tempo, Senin, 30 Desember 2019.

Kurnia mengatakan langkah Jokowi menjadikan KPK bagian dari eksekutif ini tidak tepat. Secara teoretik dan kontekstual, langkah itu bertentangan dengan Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) dan Jakarta Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies atau Jakarta Principles. Kedua kesepakatan ini menyebutkan bahwa komisi antikorupsi yang baik haruslah bersifat independen. "Jokowi tidak memahami bagaimana konsep lembaga KPK, sehingga dia tidak bisa memperkuat lembaga KPK," kata Kurnia.

Ada sejumlah poin yang dianggap bermasalah dalam rancangan perpres KPK itu. Salah satu poin paling krusial yang dianggap akan mengikis independensi pegawai ialah keberadaan Inspektorat Jenderal KPK.

Pasal 33 huruf c rancangan peraturan presiden itu memuat kewenangan Inspektorat Jenderal dalam pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan pimpinan KPK. Peneliti ICW Wana Alamsyah menuturkan, aturan ini berpotensi membuat pimpinan KPK bertindak sewenang-wenang.

Advertising
Advertising

"Pasal ini maksudnya apa? Jangan sampai pimpinan KPK memiliki perhatian terhadap sejumlah orang yang enggak disukai lalu meminta Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan," kata Wana, dikutip dari Koran Tempo edisi Jumat, 27 Desember 2019.

Menurut Wana, kondisi semacam itu akan menimbulkan suasana kerja yang tidak independen di kalangan pegawai jika masalah pengawasan saja bergantung pada suka atau tidak suka pimpinan. Padahal, perseroan kinerja KPK selama ini tidak didasari masalah personal. "Ini akan berpengaruh terhadap independensi pegawai KPK, khususnya pada fungsi penindakan."

Pasal yang menyebut pimpinan KPK berada di bawah presiden dan bertanggung jawab terhadap presiden juga dipersoalkan. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan pasal itu mempertegas keinginan Jokowi untuk menghilangkan independensi KPK. "Saya curiga aturan ini sengaja dibuat agar presiden bisa mengendalikan penuh KPK," kata Feri.

Meski KPK kini menjadi lembaga eksekutif, Feri berpendapat tidak serta merta KPK menjadi lembaga di bawah presiden. Mestinya, kata dia, KPK tetap menjadi lembaga yang bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporan secara berkala kepada presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan.<!--more-->

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, perubahan struktur pegawai KPK menjadi pegawai aparat negara juga bakal berpotensi mengubah pemosisian mereka. Bisa jadi, dengan aturan yang baru KPK akan merekrut pegawai ulang mengikuti model perekrutan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Tak hanya soal pengelolaan SDM, perubahan struktur juga memengaruhi penerapan kode etik. Jika dulu pegawai KPK terikat dengan kode etik pegawai yang diatur KPK, kini mereka terikat dengan kode etik ASN yang berbeda isinya.

"Menurut saya, kode etik KPK lebih ketat.” Kode etik KPK bahkan
sampai melarang awak KPK menggunakan point frequent flyer (poin dari frekuensi penerbangan yang biasanya dapat ditukarkan dengan barang atau jasa) dari perjalanan dinas untuk kepentingan pribadi. “Penegakannya pun menurut saya lebih independen," kata Bivitri.

Pelbagai masalah diperkirakan akan timbul dengan keberadaan Perpres KPK ini. Kewenangan Inspektorat Jenderal dinilai akan tumpang tindih dengan Dewan Pengawas KPK.

Selain itu, pegiat antikorupsi juga mempertanyakan kewenangan Deputi Penindakan yang tertuang dalam draf perpres. Kewenangan itu dinilai bersinggungan dengan tugas Deputi Pencegahan.

Dalam draf itu tertulis, Deputi Penindakan bertugas menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang pencegahan korupsi meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengajuan upaya hukum, penetapan hakim dan putusan pengadilan, pelaksanaan tindakan hukum lainnya, pelacakan aset, pengelolaan barang bukti, dan pelaksanaan eksekusi barang rampasan.

Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril menilai rancangan perpres ini ganjil. Musababnya, Undang-undang Nomor 19 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK yang baru sama sekali tidak mengamanatkan penyusunan perpres.

Menurut Oce, Pasal 25 dan 27 UU Nomor 30 Tahun 2002 atau UU KPK lawas justru mengatur soal regulasi tata kerja pimpinan melalui peraturan internal KPK. Jika perpres disahkan tanpa amanat undang-undang, menurut dia, keberlakuannya batal demi hukum.

Oce pun meminta pemerintah menarik draf itu. Sebab, kata dia, presiden bisa berisiko melanggar undang-undang. "Kecuali kalau undang-undang tak mengatur sama sekali soal itu, maka presiden boleh membuat peraturan. Ini tindakan yang ceroboh," kata Oce.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah rancangan perpres itu makin melemahkan KPK. "Tidak ada itikad, niat, atau apa pun dalam pemerintah untuk melemahkan KPK," kata Pramono di Kompleks Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat, 27 Desember 2019.

BUDIARTI UTAMI PUTRI | AHMAD FAIZ | KORAN TEMPO

Berita terkait

Jokowi Soal Susunan Kabinet Prabowo: Kalau Enggak Diminta Saran tapi Ikut Nimbrung, Enggak Boleh

3 jam lalu

Jokowi Soal Susunan Kabinet Prabowo: Kalau Enggak Diminta Saran tapi Ikut Nimbrung, Enggak Boleh

Menurut Jokowi, berbagai masukan tentang susunan kabinet mendatang itu boleh diberikan jika Prabowo meminta.

Baca Selengkapnya

Jokowi soal Rencana Pemberian Insentif Mobil Listrik: Masih Dibicarakan

4 jam lalu

Jokowi soal Rencana Pemberian Insentif Mobil Listrik: Masih Dibicarakan

Presiden Joko Widodo alias Jokowi buka suara soal kelanjutan rencana pemerintah memberi insentif untuk mobil hybrid.

Baca Selengkapnya

Nadiem Berterima Kasih ke Jokowi atas Dukungan terhadap Merdeka Belajar

4 jam lalu

Nadiem Berterima Kasih ke Jokowi atas Dukungan terhadap Merdeka Belajar

Nadiem mengatakan, semua keberhasilan gerakan Merdeka Belajar selama ini berkat dukungan dan arahan dari Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut Kapasitas Produksi Motor Listrik di RI 1,6 Juta Unit, Baru Tercapai 100 Ribu Unit

4 jam lalu

Jokowi Sebut Kapasitas Produksi Motor Listrik di RI 1,6 Juta Unit, Baru Tercapai 100 Ribu Unit

Presiden Jokowi menyebut Indonesia memiliki peluang pasar yang besar untuk mengembangkan ekosistem kendaraan motor listrik. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Jokowi Respons Positif soal Wacana Presidential Club, Berharap Bisa Dilakukan Setiap 2 Hari Sekali

5 jam lalu

Jokowi Respons Positif soal Wacana Presidential Club, Berharap Bisa Dilakukan Setiap 2 Hari Sekali

Jokowi merespons positif wacana Presidential Club yang digagas Presiden terpilih Prabowo Subianto

Baca Selengkapnya

Jokowi Tegaskan Penyusunan Kabinet Baru Hak Prerogatif Prabowo: Kalau Usul-usul Boleh

5 jam lalu

Jokowi Tegaskan Penyusunan Kabinet Baru Hak Prerogatif Prabowo: Kalau Usul-usul Boleh

Jokowi menegaskan susunan kabinet pada pemerintahan mendatang merupakan hak prerogatif Presiden Terpilih dalam hal ini Prabowo

Baca Selengkapnya

Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang Bakal Direlokasi ke Bolaang Mongondow

7 jam lalu

Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang Bakal Direlokasi ke Bolaang Mongondow

Kementerian PUPR bakal merelokasi merelokasi warga terdampak erupsi Gunung Ruang di Sulawesi Utara.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

7 jam lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

Prabowo Bakal Bentuk Presidential Club, Megawati, SBY dan Jokowi Masuk di Dalamnya

7 jam lalu

Prabowo Bakal Bentuk Presidential Club, Megawati, SBY dan Jokowi Masuk di Dalamnya

Prabowo disebut akan membentuk Presidential Club yang menjadi wadah pertemuan mantan presiden.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

7 jam lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya