Pertama, efisiensi pada pembelian avtur. Misalkan untuk penerbangan Jakarta-Medan. Jika harga avtur lebih murah di Jakarta, maka pesawat akan mengisi lebih banyak avtur di Jakarta saja, ketimbang di Medan. “Karena kan diberbagai daerah, harganya beda-beda, harga juga tidak bisa kami tentukan,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, 26 Desember 2019.
Kedua, melakukan penerbangan lebih tepat waktu alias on time. Sebab, semakin lama pesawat harus menunggu untuk terbang, akan semakin banyak bahan bakar yang terbuang. Ketiga yaitu berupaya mendapatkan slot terbang di titik yang lebih tinggi. Ketika titik terbang lebih tinggi, maka tekanan dari angin juga lebih kecil. Sehingga, penggunaan bahan bakar juga lebih hemat.
Keempat menghapus beberapa bawaan untuk mengurangi beban dari pesawat. Salah satu yang direncanakan oleh Garuda Indonesia yaitu mengubah konsep majalah cetak di pesawat menjadi majalah digital. “Kalau satu majalah 800 gram, dikali 400 penumpang kan sudah jadi beban juga, ini bisa kami reduce,” ujarnya.
Kelima yaitu pada komponen leasing. Saat ini, Garuda Indonesia terus melakukan restrukturisasi atau pembicaraan kembali dengan perusahaan tempat Garuda menyewa pesawat. Tujuannya, agar Garuda bisa mendapatkan harga yang lebih murah. “Yang lebih sesuai pasar-lah,” kata dia.
Sementara di sisi pemerintah, upaya dilakukan untuk menekan harga avtur. Salah satunya yaitu dengan mengajak swasta menjual avtur. Tujuannya agar harga avtur bisa semakin ditekan dengan adanya pemain baru Sebab selama ini, penjualan avtur yang dilakukan oleh PT Pertamina saja.
Salah satu perusahaan yang telah masuk yaitu PT AKR Corporindo Tbk atau AKRA. Sejak Agustus 2019, mereka mulai menjual avtur di Bandara Morowali, Sulawesi Tengah. Saat peluncuran, AKR Corporindo pun tidak menutup kemungkinan menjual avtur di bandara-bandara lainnya.
Direktur Bahan Bakar Minyak, Badan Pengatur Hilir atau BPH Migas, Patuan Alfon, mempersilakan swasta seperti AKR Corporindo memperluas penjualan avtur tidak hanya di Morowali, tetapi juga di bandara lain yang lebih ramai seperti Bandara Soekarno-Hatta. “Itu nanti tinggal berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan, otoritas bandara, hingga Kementerian ESDM,” kata dia.
Tapi sejauh ini, kata dia, tidak ada batasan tertentu di BPH Migas soal penjualan avtur oleh swasta. Swasta bisa menjual avtur sepanjang telah memiliki izin. “Pemerintah tidak pernah memberikan batasan badan usaha mana yang bisa menjual avtur,” kata dia.