Langkah Polisi Tanggapi Gerakan 1 Desember Papua Dikritik

Reporter

Tempo.co

Minggu, 1 Desember 2019 15:33 WIB

Mahasiswa Papua mengecat tubuhnya dengan bendera Bintang Kejora saat menggelar aksi unjuk rasa di Bandung, Selasa, 27 Agustus 2019. Pembukaan kembali akses internet di Papua menjadi salah satu tuntutan mereka. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kalangan mengkritik langkah pemerintah dan aparatur penegak hukum yang dianggap berlebihan menanggapi gerakan masyarakat Papua setiap 1 Desember.

Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, menilai pemerintah terlalu mengobral cap separatis terhadap warga Papua yang merayakan momen 1 Desember.

Faktanya, kata Warinussy, Papua memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia. Pengakuan bahkan tersirat dalam amanat konsideran huruf e Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

"Segenap gerakan sosial politik rakyat Papua dengan mengusung aspirasi berbeda dengan negara ini semestinya direspons secara soft (lunak) dan diwadahi melalui dialog damai," kata Warinussy.

Menurut Warinussy, 1 Desember semestinya dijadikan sebagai tonggak melakukan upaya konstruktif untuk meluruskan sejarah Papua oleh rakyat Papua sendiri dan negara, demi perdamaian.

Advertising
Advertising

Beberapa pelan terakhir, polisi menangkap banyak orang-orang Papua yang kedapatan membawa bendera bintang kejora, simbol pergerakan Papua merdeka. Pada 27 November 2019, Kepolisian Resor Manokwari, Barat, menangkap delapan warga sipil ditangkap.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Manokwari Ajun Komisaris Musa Jedi Permana mengatakan, mereka mengaku diajak seseorang yang diduga aktor utama melalui selebaran yang dibagikan. "Inisial aktornya AN. Kami sedang mencarinya," kata Musa pada Rabu, 27 November 2019.

Sebelumnya, polisi juga menangkap tersangka enam pembawa bendera bintang kejora. Charles Kossay, Dano Tabuni, Juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua Surya Anta, Isay Wenda, Ambrosius Mulait, dan Arina Elopere beraksi di depan Istana Negara pada 28 Agustus lalu sehubungan dengan insiden pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Polda Metro Jaya menduga aksi di depan Istana Negara itu disertai pengibaran bendera bintang kejora. Dua sampai tiga hari setelah aksi, keenam aktivis ditangkap dan dijerat dengan tuduhan makar.

Tuduhan serupa juga dialamatkan kepada tujuh warga Papua yang melibatkan Ketua Komite Nasional Papua Barat Agus Kossay. Kepolisian Daerah Papua menangkapi tujuh aktivis pada awal September 2019.

Agus bersama 6 orang lainnya, yaitu Wakil Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni, Ketua BEM Uncen Fery Kombo, Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alexander Gobai, Ketua KNPB Wilayah Mimika Steven Itlay, Hengki Hilapok, dan Irwanus Uropmabin diduga pelaku di balik kerusuhan di Kota Jayapura, pada 29 Agustus 2019.

Sementara itu, tim Advokasi Papua menemukan kejanggalan dalam proses hukum terhadap enam orang kliennya tersebut. "Dalam hal penggeledahan, penangkapan, tidak sesuai dengan proses KUHAP," kata salah satu anggota tim, Michael Himan, saat dihubungi, pada 27 November 2019 malam.

Berangkat dari kejanggalan ini, Michael beserta tim mengajukan sidang praperadilan dengan tergugat Kepolisian Daerah Metro Jaya. "Tapi dua kali pihak PMJ (Polda Metro Jaya) mangkir," kata dia.

Selain itu, proses pemindahan keenam tahanan dari Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya ke Rumah Tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, juga diduga menyalahi prosedur. Sebab, pemindahan tahanan dilakukan oleh kepolisian. Padahal dalam Pasal 84 dan 85 KUHAP, yang mengatur pemindahan tahanan sebagai wewenang pengadilan negeri atau kejaksaan.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay atau Edo mengatakan, tak satupun kuasa hukum diberikan informasi ihwal rencana pemindahan. "Tak hanya melanggar prosedur, pemindahan mereka secara otomatis menghilangkan hak mereka, salah satunya adalah hak bertemu dengan keluarga," ucap Edo saat dihubungi pada 28 November 2019.

Sementara kepolisian berdalih, pemindahan tahanan dilakukan lantaran alasan keamanan. Bahkan setelah pihak keluarga tujuh tahanan politik itu meminta agar kerabatnya dipulangkan, kepolisian secara tegas menolak.

"Iya (menolak) tentunya dengan penjelasan bahwa ini untuk keamanan bersama di sana," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra pada 7 Oktober 2019.

FRISKI RIANA | HANS ARNOLD |

Berita terkait

Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

36 menit lalu

Kondisi Paniai Usai TPNPB-OPM Serang Patroli TNI, Kapolres: Relatif Aman

Kapolres Paniai mengatakan, warga kampung Bibida yang sempat mengungsi saat baku tembak OPM dan TNI, sudah pulang ke rumah.

Baca Selengkapnya

Top 3 Hukum: Warga Tolak Permintaan TPNPB-OPM Tinggalkan Intan Jaya, Kata Pakar Hukum Soal Modus Pinjol Ilegal Salah Transfer

2 jam lalu

Top 3 Hukum: Warga Tolak Permintaan TPNPB-OPM Tinggalkan Intan Jaya, Kata Pakar Hukum Soal Modus Pinjol Ilegal Salah Transfer

Kelompok bersenjata TPNPB-OPM menyerang Polsek Homeyo dan membakar gedung SD di Kampung Pogapa, Distrik Homeyo, Intan Jaya.

Baca Selengkapnya

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

3 jam lalu

Usai Penembakan oleh OPM, Polda Papua: Situasi Paniai Sudah Aman

Polda Papua menyatakan situasi di Kabupaten Paniai kembali aman paska penembakan OPM terhadap anggota TNI yang berpatroli.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

14 jam lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

15 jam lalu

Jepang Kucurkan Bantuan untuk Petani Skala Kecil di Papua

Bantuan Jepang ini ditujukan untuk meningkatkan kehidupan petani skala kecil dan usaha perikanan di Papua

Baca Selengkapnya

Kata Warga soal Permintaan TPNPB-OPM untuk Tinggalkan Kampung Pogapa Intan Jaya: Konyol Itu

19 jam lalu

Kata Warga soal Permintaan TPNPB-OPM untuk Tinggalkan Kampung Pogapa Intan Jaya: Konyol Itu

Masyarakat Intan Jaya, Papua Tengah, menolak permintaan TPNPB-OPM untuk meninggalkan kampung Pogapa, Intan Jaya, yang merupakan daerah konflik.

Baca Selengkapnya

Alasan TPNPB Bakar Gedung SD Inpres Papua: Digunakan Militer Indonesia

20 jam lalu

Alasan TPNPB Bakar Gedung SD Inpres Papua: Digunakan Militer Indonesia

TPNPB mengaku bertanggung jawab atas pembakaran sebuah gedung SD Inpres Pogapa di Distrik Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

TNI Benarkan Ada Serangan TPNPB, Bantah Ada Prajurit yang Luka

22 jam lalu

TNI Benarkan Ada Serangan TPNPB, Bantah Ada Prajurit yang Luka

Kodam XVII/Cenderawasih membenarkan ada serangan dari TPNPB kepada Satgas Yonif 527/BY yang sedang berpatroli di Kampung Bibida, Paniai, Papua

Baca Selengkapnya

Dua Hari Serangan TPNPB, TNI-Polri akan Tambah Pasukan di Intan Jaya

23 jam lalu

Dua Hari Serangan TPNPB, TNI-Polri akan Tambah Pasukan di Intan Jaya

TNI-Polri akan kirim pasukan tambahan imbas serangan TPNPB pada 30 April dan 1 Mei 2023 di Intan Jaya

Baca Selengkapnya

TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

1 hari lalu

TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

TPNPB-OPM menyatakan menembak empat anggota aparat gabungan TNI-Polri. Penembakan itu terjadi pada Rabu, 1 Mei 2024. Keempat orang itu ditembak saat mereka sedang berpatroli.

Baca Selengkapnya