Gaduh Anggaran Aneh APBD DKI: Dari Ketertutupan dan Ketergesaan
Reporter
Fransisco Rosarians Enga Geken
Editor
Dwi Arjanto
Jumat, 1 November 2019 13:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD DKI) dan pegiat keterbukaan anggaran kembali mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membuka semua rincian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.
Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia di DPRD DKI, William Aditya Sarana, mempertanyakan alasan pemerintah Jakarta menunda penayangan dokumen Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 alias plafon anggaran di situs web apbd.dkijakarta.go.id.
Menurut dia, keputusan itu justru membuka peluang bagi masuknya usul program janggal dengan anggaran yang tak masuk akal.
William menerangkan, DPRD hanya punya kesempatan terbatas untuk menyisir usulan anggaran senilai Rp 85 triliun tersebut, yakni hingga 30 November mendatang. “Kami memerlukan bantuan masyarakat,” kata dia, Kamis, 31 Oktober 2019. “Kalau di-publish setelah disepakati dengan DPRD, akan percuma karena sudah sah.”
Dengan pembahasan KUA-PPAS yang dilakukan secara maraton, menurut William, program-program janggal berpotensi besar lolos karena keterbatasan waktu dan kelelahan anggota Dewan. “Anggota DPRD jumlahnya sedikit, waktunya mepet,” ujarnya.
Fraksi PSI, kata William, telah berulang kali meminta salinan dokumen Rancangan APBD 2020 ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta.
Dokumen tersebut baru diberikan Bappeda pada 16 September lalu. Itu pun hanya berupa susunan anggaran hingga level kegiatan, tanpa rincian komponen anggarannya. Permohonan PSI meminta semua rincian komponen anggaran belum ditanggapi hingga saat ini.
<!--more-->
Bappeda, William melanjutkan, memang pernah dua kali mengunggah dokumen Rancangan KUA-PPAS ke situs web bappedadki.go.id. Namun Bappeda dua kali juga menghapus dokumen tersebut dari jangkauan publik tanpa alasan yang jelas.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, juga mengklaim mendapat penolakan dari Bappeda ketika meminta dokumen Rancangan APBD 2020 yang tak kunjung muncul di website resmi.
“Kesengajaan menutup akses informasi sangat janggal di era pemerintahan yang seharusnya transparan dan akuntabel,” ujar dia.
Penutupan akses informasi rencana anggaran, menurut Misbah, tidak selaras dengan sikap Gubernur Anies Baswedan yang menegur para pejabat DKI ketika dia mengetahui banyaknya usul anggaran aneh dalam Rancangan APBD 2020.
Fakta di lapangan pun menguatkan kejanggalan itu. Dua sekolah negeri Jakarta Barat, yakni di kawasan Palmerah dan dua lagi di Taman Sari. Jawabannya sama, yakni baik sekolah dasar (SD) atau sekolah menengah atas (SMA) tidak butuh lem Aibon.
Seorang guru SMA menyampaikan kepada TEMPO, pihaknya tak menganggarkan pembelian lem Aibon. Kegiatan di sekolahnya tidak memerlukan lem jenis apapun.
"Setau kami tidak ada pemesanan dalam bentuk seperti itu. Kami tidak pakai itu (lem Aibon)," kata dia yang tak mau disebutkan namanya, Kamis, 31 Oktober 2019.
Menurut dia, sekolah jenjang SMA memerlukan kertas, tinta, serta alat tulis kantor (ATK) seperti spidol dan pulpen. Komponen inilah yang dimasukkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Guru lain memastikan tak ada kebutuhan lem aibon yang diinput dalam RKAS. Selama mengajar di sekolah dasar (SD), dia menuturkan, hanya ada anggaran untuk membeli lem UHU dan FOX.
Menurut dia, dua jenis lem itu diperlukan sehubungan dengan aktivitas prakarya siswa. Sekolahnya memiliki program mengasah keterampilan siswa, misalnya membuat pigura dari stik eskrim.
<!--more-->
"Misalnya kelas 6 ada prakarya membuat pigura dari stik eskrim, itu memang butuh lem," ucap dia.
Meski begitu, anggaran lem tidak untuk semua anak dari berbagai kelas. Prakarya hanya diperlukan di beberapa kelas. Pengadaan lem pun tidak dihitung dengan asumsi satu anak satu lem.
Sebelummnya, pada 23 Oktober lalu, Anies memang mengumpulkan semua kepala satuan kerja perangkat daerah. Gubernur tak hanya membeberkan sejumlah usul anggaran yang aneh. Dia juga meminta para pejabat itu menyisir kembali anggaran di instansinya dan menghapus usul yang tidak masuk akal.
“Jangan diulangi lagi. Perbaiki segera. Saya tak mau ada anggaran yang disisip-sisipi (siluman). Kalau tak bisa, Anda out (diberhentikan). Tolong diperhatikan,” kata Anies dalam rekaman video berdurasi lebih dari satu jam yang diunggah ke YouTube itu.
Dua hari lalu, kepada wartawan, Anies mengatakan anggaran aneh-aneh itu bisa lolos karena kelemahan sistem penganggaran elektronik (e-budgeting). Sistem itu, menurut dia, tak bisa otomatis mendeteksi dan memverifikasi usul anggaran yang tidak masuk akal.
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ima Maidah, mengatakan lolosnya anggaran janggal ke dalam Rancangan APBD 2020 bukan karena kelemahan sistem e-budgeting.
Sistem e-budgeting DKI Jakarta sudah bagus. Hal ini terbukti pada penyusunan anggaran era gubernur sebelum Anies yang transparan dan akuntabel.
Anggaran janggal bisa lolos, menurut Ima, lebih mungkin lantaran kesalahan orang di balik sistem e-budgeting. Pejabat yang ditugasi memasukkan data bisa saja melakukan kesalahan, baik disengaja maupun tidak. Di samping itu, kata dia, anggaran aneh bisa lolos jika pengawasan oleh gubernur dan pejabat pengawas lainnya lemah.
“Sehebat apa pun sistemnya, tanpa pengawasan atau ada human error, hal itu (anggaran aneh) akan tetap ada,” ucapnya.
Dinas Pendidikan dan Komisi E DPRD akhirnya menghapus anggaran untuk pengadaan lem aibon senilai Rp 82 miliar dalam rapat pembahasan rancangan APBD DKI 2020. "Ya, tadi nol-in karena narasi lem aibon yang digunakan tidak ada," ujar ketua Komisi E Imam Satria di DPRD DKI, Kamis sore 31 Oktober 2019.
Imam mengatakan setelah dihapus Dinas Pendidikan akan menggantikan kegiatan tersebut atau menyesuaikan dengan kegiatan yang diusulkan oleh sekolah. Imam juga meminta dinas lebih cermat dan hati-hati dalam menyusun rancangan anggaran.
TAUFIQ SIDDIQ | IMAM HAMDI | LANI DIAN