Donald Trump di Bawah Ancaman Pemakzulan
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Selasa, 1 Oktober 2019 13:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump mulai khawatir dengan ancaman pemakzulan yang telah digulirkan oleh Demokrat di DPR, akibat kebocoran percakapan telepon dirinya dengan Presiden Ukraina.
Jajak pendapat 26-30 September oleh Reuters/Ipsos menemukan bahwa 45 persen orang dewasa Amerika percaya Trump harus dimakzulkan. Angka ini naik dibandingkan angka 37 persen dalam jajak pendapat serupa yang dilakukan minggu lalu. Empat puluh satu persen mengatakan Trump tidak boleh dimakzulkan dan 15 persen mengatakan mereka "tidak tahu."
Sementara menurut jajak pendapat CNN baru yang dilakukan oleh SSRS setelah pengumuman penyelidikan pemakzulan resmi oleh DPR Demokrat pekan lalu menunjukkan, sekitar setengahnya, yakni 47 persen, mendukung pemakzulan Presiden dan mencopotnya dari jabatan, naik dari 41 persen dalam jajak pendapat CNN pada Mei.
Bukan hanya pada survei. Rupanya, kekhawatiran Trump tersirat pada pernyataan pada Senin ketika dia mengatakan Gedung Putih tengah menyelidiki siapa yang membocorkan teleponnya dengan Volodymyr Zelensky.
Namun, seperti dikutip dari New York Times, 1 Oktober 2019, tidak jelas langkah apa yang diambil Gedung Putih untuk mengidentifikasi whistleblower, tetapi Gedung Putih telah mengetahui selama berminggu-minggu bahwa seorang agen CIA mengajukan kekhawatiran tentang transaksi Trump dengan Ukraina. Namun untuk menemukan whistleblower, yang anonimitasnya dilindungi oleh hukum, dipandang sebagai langkah berani bagi seorang presiden di bawah pengawasan ketat atas penyalahgunaan kekuasaan.
Trump pada hari Senin juga mempertanyakan apakah ketua Komite Intelijen DPR, Adam B. Schiff, harus ditangkap karena pengkhianatan akibat mengungkap transkrip panggilan telepon yang dilakukan oleh Trump dengan presiden Ukraina selama sidang kongres baru-baru ini.
Trump menuduh Schiff berbohong kepada Kongres ketika Schiff merangkum sebagian dari apa yang dikatakan Trump kepada Presiden Volodymyr Zelensky dari Ukraina selama panggilan telepon 25 Juli. Trump meminta Zelensky untuk membantu dan menyelidiki Joe Biden, pesaing dari Demokrat. Demokrat mengatakan permintaan itu adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Mereka telah memulai penyelidikan pemakzulan.
Seminggu sebelum Trump menelepon Zelenskiy, Trump menahan US$ 400 juta atau Rp 5,7 triliun bantuan ke Ukraina. Para pengkritiknya menuduhnya menggunakan dana itu sebagai pengaruh untuk menekan Zelenskiy agar melakukan penyelidikan, menurut Reuters. Gedung Putih juga dituduh mengamankan transkrip percakapan telepon ke pusat data rahasia negara sebagai upaya menutupi skandal Trump.
Trump dan pengacara pribadinya, Rudy Giuliani, menuduh Joe Biden mendesak Ukraina untuk memecat seorang jaksa yang sebelumnya menyelidiki pemilik perusahaan energi yang mempekerjakan Hunter, dan bahwa Joe Biden telah mengancam untuk menahan jaminan pinjaman US$ 1 miliar (Rp 14,3 triliun) dari AS untuk Ukraina. Joe Biden yang menjadi wapres saat itu, bersama dengan pemerintah-pemerintah Eropa dan lembaga-lembaga internasional, memang mendorong pemecatan jaksa penuntut umum Ukraina, Viktor Shokin, karena menuduh dia tidak cukup berbuat banyak untuk membasmi korupsi di Ukraina.
Aduan whistleblower dan transkrip pembicaraan Trump-Zelensky yang dipublikasikan pekan lalu oleh pemerintahan Trump telah menjadi dasar penyelidikan DPR, yang mereka harapkan akan menyelesaikannya pada musim gugur ini. Dewan yang dikontrol Demokrat hanya membutuhkan mayoritas sederhana untuk meloloskan pasal pemakzulan, sementara dua pertiga dari Senat yang dikuasai Partai Republik diharuskan untuk menghukum dan mengeluarkan Presiden dari jabatannya.
Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell, sekutu Donald Trump, mengatakan pada Senin senat tidak akan punya pilihan selain melakukan pemakzulan jika DPR meloloskan artikel yang menuntut presiden melakukan kejahatan, menurut aturan Kongres.
"Aturan impeachment Senat sangat jelas," kata McConnell, dalam sebuah wawancara dengan CNBC, dikutip dari CNN. "Senat harus mengambil resolusi pemakzulan jika itu datang dari DPR."
Enam hari setelah pengumuman Ketua DPR Pelosi yang membuka penyelidikan pemakzulan Trump, kini tumbuh kekhawatiran di antara sekutu Presiden bahwa ia tidak memahami implikasi dari apa yang ada di depan atau seberapa cepat ancaman bergerak.
Menurut sumber CNN, Trump menghabiskan akhir pekan dengan menelepon ajudan dan rekan-rekannya, mencerca para pengungkap fakta dan mereka yang memberi orang itu informasi yang berkaitan dengan panggilan teleponnya dengan para pemimpin asing.
Lalu bisakah Trump dimakzulkan?
<!--more-->
Pemakzulan presiden dimulai dengan pemungutan suara di DPR penuh. Pelosi telah melanggar dengan format ini dan telah memilih untuk menginstruksikan enam komite DPR yang sudah menyelidiki Trump untuk melanjutkan di bawah payung penyelidikan pemakzulan.
Anggota DPR Jerry Nadler, ketua Komite Kehakiman DPR saat ini, berpendapat bahwa pengawasannya saat ini terhadap pemerintahan Trump setara dengan permulaan penyelidikan pemakzulan.
Memformalkan penyelidikan dapat membantu komite dalam upayanya untuk membuat pejabat Trump bekerja sama. Sebaliknya, mereka kadang-kadang menghambat, dengan mengklaim hak istimewa eksekutif, dan mengabaikan panggilan pengadilan.
Pelanggaran yang bisa memicu pemakzulan, menurut Konstitusi AS, termasuk pengkhianatan, suap, atau kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran berat lainnya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan kejahatan-kejahatan itu, khususnya kejahatan Tinggi dan pelanggaran berat, telah menjadi bahan perdebatan hebat sepanjang sejarah AS.
Selama penyelidikan pemakzulan sebelumnya, komite DPR, biasanya Komite Kehakiman atau sub-komite, melakukan penyelidikan untuk melihat apakah perilaku pejabat federal menjamin pemakzulan.
Sejarah pemakzulan AS pernah mencatat perdebatan ini.
Bill Clinton mengirim pengacara dan ahli hukum untuk membantah kasusnya dan membelanya di hadapan Komite Kehakiman DPR.
Richard Nixon menentang permintaan komite untuk rekaman percakapan Oval Office-nya. Pada akhirnya, Mahkamah Agung memutuskan bahwa ia harus menyerahkan rekaman kepada seorang jaksa penuntut khusus dan proses itu berlangsung bersamaan dengan proses pemakzulan.
Tetapi dalam versi Pelosi, masing-masing dari enam komite: Peradilan, Intelijen, Cara dan Sarana, Layanan Keuangan, Pengawasan dan Urusan Luar Negeri, akan melanjutkan penyelidikan mereka, dengan melihat berbagai elemen berbeda dari kepresidenan Trump, masa lalunya dan bisnisnya. Komite-komite ini berbulan-bulan yang lalu sudah memilah-milah berbagai bidang yang sedang mereka selidiki, dan banyak dari investigasi tersebut masih terus berlangsung.
Kemudian masing-masing komite akan memberikan masukan untuk memasukkan dalam pasal pemakzulan yang akan ditulis di bawah Komite Kehakiman DPR, yang akan memilih apakah akan merujuk resolusi ke Dewan Perwakilan Rakyat penuh. Setelah pemungutan suara komite, pasal, jika disetujui, diberi status khusus di forum DPR dan memerlukan mayoritas sederhana anggota parlemen untuk menyetujui mereka.
Saat ini, menurut laporan CNN, Demokrat memegang mayoritas 235 kursi berbanding 198 kursi atas Republik di DPR.
Pada titik ini, Trump akan menghadapi pilihan yang hanya dimiliki oleh tiga presiden lainnya: dimakzulkan dan berjuang untuk jabatan di Senat atau mengundurkan diri. Clinton pada tahun 1999 dan Presiden Andrew Johnson pada tahun 1868 berjuang di DPR dan akhirnya selamat dari pengadilan Senat. Nixon, setelah mengetahui bahwa Partai Republik tidak akan mendukungnya selama pemakzulan, mengundurkan diri sebelum DPR dapat memilih untuk memakzulkan dia.
Setelah DPR memberikan suara untuk memakzulkan seorang Presiden, Konstitusi menyerukan pengadilan di Senat AS.
Nancy Pelosi belum memberikan kerangka waktu untuk proses pemakzulan ini, tetapi dia mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa pemakzulan Donald Trump akan dilakukan secepatnya, dan Nadler berharap untuk menyelesaikannya pada akhir tahun.