Gaduh Politik Inggris Akibat Kemelut Brexit Tanpa Kesepakatan

Selasa, 10 September 2019 13:00 WIB

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbicara setelah parlemen Inggris memilih apakah akan mengadakan pemilu dini atau tidak, di Parlemen di London, Inggris, 10 September 2019.[Parliament TV via REUTERS]

TEMPO.CO, Jakarta - Pertempuran antara parlemen Inggris dan Perdana Menteri Boris Johnson mengancam Inggris menuju Brexit tanpa kesepakatan.

Sebagai pendukung Brexit garis keras, Boris Johnson dengan segala upaya menginginkan Inggris tetap bercerai dari Uni Eropa, entah dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan yang dikenal Brexit No Deal. Oposisinya di parlemen House of Commons sebaliknya, berupaya mencegah Inggris ke dalam jurang kekacauan karena Brexit tanpa kesepakatan sama saja membuat Inggris kehilangan regulasi dan kontrak bisnis, yang sebelumnya dinaungi peraturan Uni Eropa.

Pada 4 September kemarin, Reuters melaporkan temuan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) yang meriset kerugian Inggris jika keluar Uni Eropa tanpa kesepakatan.

"Penelitian UNCTAD menunjukkan bahwa Brexit tanpa kesepakatan akan mengakibatkan kerugian ekspor Inggris setidaknya US$ 16 miliar (Rp 227 triliun), yang mewakili perkiraan hilangnya 7% keseluruhan ekspor Inggris ke UE," kata laporan UNCTAD

Kerugian itu akan mencakup US$ 5 miliar (Rp 71 triliun) dalam ekspor kendaraan bermotor, US$ 2 miliar (Rp 28,4 triliun) dalam produk-produk hewan dan US$ 2 miliar (Rp 28,4 triliun) lainnya dalam pakaian dan tekstil.

Advertising
Advertising

Dan untuk kedua kalinya, pada Senin malam, PM Johnson telah mengajukan jajak pendapat untuk pemilu dini dan ditolak parlemen Inggris, CNN melaporkan.

Jeremy Corbyn, pemimpin Partai Buruh, berbicara tentang Brexit di Wakefield, Inggris, 10 Januari 2019. [REUTERS / Phil Noble]

Johnson mengatakan pemilu dini adalah cara untuk mengakhiri kebuntuan Brexit dengan mengembalikan mayoritas parlemen yang mendukungnya.

Langkah Johnson mengalami kekalahan berat di House of Commons, dengan partai-partai oposisi menunjukkan persatuan menentangnya sekali lagi. Johnson gagal memperoleh mayoritas dua pertiga untuk lolos.

Pemimpin oposisi Partai Buruh Jeremy Corbyn memimpin upaya untuk memblokir permintaan Johnson sampai setelah Brexit ditunda.

Kekalahan terakhir Johnson datang pada mosi yang dibawa oleh Jeremy Corbyn, yang menegaskan kembali kewajiban menteri pemerintah untuk menegakkan aturan hukum.

Menurut laporan New York Times, Corbyn memperkenalkan mosi tersebut sehubungan dengan laporan dalam beberapa hari terakhir, bahwa Johnson berencana untuk melanggar undang-undang yang menghalangi Brexit tanpa kesepakatan dengan menolak meminta Brussels untuk menunda tenggat waktu 31 Oktober. Corbyn menyebutnya sebagai "serangan terhadap supremasi hukum."

Para menteri kemudian membantah bahwa perdana menteri akan melanggar hukum, tetapi masih menyarankan pemerintah mencari celah untuk menghindari Johnson harus meminta perpanjangan waktu pada Brussels.

Johnson mengumumkan niatnya untuk memprioritaskan Parlemen pada akhir Agustus. Langkah ini akan berlaku pada penutupan hari Senin, dan Parlemen tidak akan dibuka lagi sampai 14 Oktober.

Jadi Johnson hanya memberikan beberapa hari waktu bagi anggota parlemen untuk duduk mendebat proposal Brexit.

Perdana Menteri mengatakan penangguhan itu diperlukan untuk memberi jalan bagi Pidato Ratu baru, tradisi di mana sesi baru Parlemen dimulai. Biasanya, Pidato Ratu berlangsung setiap tahun, dan lazimnya Parlemen selalu diprioritaskan sebelum dibuka kembali oleh kerajaan.

Kontroversi penundaan parlemen

<!--more-->

Penundaan ini mengundang kontroversi. Lawan-lawan Johnson mengklaim bahwa dia menutup Parlemen untuk meredam debat, dan membiarkan waktu berjalan atas Brexit.

Ketua parlemen John Bercow mengatakan "sangat jelas" Johnson berusaha membatasi debat mengenai Brexit dengan langkah tersebut.

"Mematikan Parlemen akan menjadi pelanggaran terhadap proses demokrasi dan hak-hak anggota Parlemen sebagai wakil rakyat yang terpilih," kata Bercow, dikutip CNN.

Johnson berulang kali bersikeras bahwa ia akan mengizinkan Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan pada 31 Oktober. tetapi mayoritas anggota parlemen menentang gagasan itu, dan telah berupaya untuk memblokirnya. Sejumlah upaya hukum untuk membatalkan penundaan parlemen telah gagal.

Lalu kenapa Johnson menginginkan pemilu dini? Sederhana. Wewenang Johnson terkekang oleh Parlemen yang menentang Brexit, dan sekarang dia bahkan tidak memiliki mayoritas di House of Commons.

Pekan lalu, Johnson mengusir 21 anggota parlemen dari Partai Konservatifnya setelah mereka mengajukan RUU untuk memblokir Brexit No Deal, sehingga dia tidak punya ruang untuk bermanuver di Parlemen.

Setidaknya Boris Johnson membutuhkan mayoritas dua pertiga suara parlemen untuk meloloskan agenda pemilu dini. Uniknya, Partai Buruh Jeremy Corbyn yang menuntut pemilu selama dua tahun terakhir, menolak pemilu dini usulan Johnson.

Corbyn berkeras bahwa Inggris seharusnya hanya menggelar pemilu setelah Brexit tanpa kesepakatan disingkirkan.

Situasi ini menempatkan Johnson di tempat yang sulit: beberapa jajak pendapat menunjukkan dia akan memenangkan pemilihan dini, tetapi jika dia tidak bisa mendapatkannya sebelum November dia akan dipaksa untuk meminta Brussels untuk perpanjangan Brexit lainnya, dengan undang-undang yang disahkan Parlemen minggu lalu dan mencapai persetujuan kerajaan pada hari Senin.

Apakah penundaan parlemen menyebabkan Brexit No Deal? Tidak dapat dipastikan. Secara teori, Brexit No Deal tidak disetujui pada 31 Oktober karena undang-undang baru.

Tetapi Johnson tidak mundur dari retorika tentang perceraian Brexit pada tanggal 31 Oktober.

Dampak Brexit No Deal

Ada alasan parlemen Inggris tidak mau bercerai Brexit tanpa kesepakatan. Jika Inggris mencapai batas waktu 31 Oktober tanpa memiliki perjanjian Brexit, maka Inggris akan meninggalkan Uni Eropa tanpa asas hukum.

Dalam sekejap, Inggris akan kehilangan aksesnya ke pasar tunggal Uni Eropa dan serikat pabean, yang memfasilitasi perdagangan antara anggota blok. Segala macam pengaturan hukum yang disepakati oleh badan-badan UE tidak akan berlaku lagi di Inggris, termasuk bagi perusahaan, badan publik dan warga negara harus berurusan dengan perubahan setelah bercerai dari Uni Eropa.

Menurut perkiraan Bank of England, Departemen Keuangan dan Kantor Penanggung Jawab Anggaran, Brexit tanpa kesepakatan bisa mendorong Inggris ke dalam resesi.

Tetapi beberapa anggota parlemen Konservatif telah mendukung Brexit tanpa kesepakatan, dengan dasar bahwa hal itu akan meningkatkan kebebasan Inggris untuk mengelola kesepakatan dagang, undang-undang dan pengaturan perbatasannya sendiri, dan mengakhiri periode ketidakpastian politik saat ini.

Sayangnya bagi Boris Johnson, dia terpaksa meminta penundaan Brexit pada bulan Oktober jika Brexit No Deal adalah satu-satunya pilihan yang tersedia.

Berita terkait

Irlandia Kewalahan Hadapi Naiknya Jumlah Imigran

13 jam lalu

Irlandia Kewalahan Hadapi Naiknya Jumlah Imigran

Dampak dari diloloskannya RUU Safety of Rwanda telah membuat Irlandia kebanjiran imigran yang ingin meminta suaka.

Baca Selengkapnya

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

1 hari lalu

Eks Diplomat Inggris: AS Panik Drone Rusia Hancurkan Tank Abrams Ukraina

Percepatan bantuan militer senilai US$6 miliar ke Ukraina mencerminkan kepanikan yang dirasakan oleh pemerintahan Joe Biden dan Kongres AS

Baca Selengkapnya

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

1 hari lalu

Raja Charles III Siap Kembali Bertugas

Raja Charles III sudah mendapat izin dari tim dokter untuk kembali bertugas setelah menjalani pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

3 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya

Mengintip The Black Dog, Pub yang Disebut Taylor Swift dalam Album Barunya

5 hari lalu

Mengintip The Black Dog, Pub yang Disebut Taylor Swift dalam Album Barunya

The Black Dog, pub di London mendadak ramai dikunjungi Swifties, setelah Taylor Swift merilis album barunya

Baca Selengkapnya

Ivan Gunawan Siap Resmikan Masjidnya di Uganda, Berikut Profil Negara di Afrika Timur Ini

8 hari lalu

Ivan Gunawan Siap Resmikan Masjidnya di Uganda, Berikut Profil Negara di Afrika Timur Ini

Ivan Gunawan berencana berangkat ke Uganda hari ini untuk meresmikan masjid yang dibangunnya. Ini profil Uganda, negara di Afrika Timur.

Baca Selengkapnya

112 Tahun Kapal Titanic Karam, Berikut Spesifikasinya dan Penyebab Tenggelam

10 hari lalu

112 Tahun Kapal Titanic Karam, Berikut Spesifikasinya dan Penyebab Tenggelam

Pada 15 April 1912, RMS Titanic karam di Atlantik Utara menabrak gunung es saat pelayaran dari Southampton di Inggris ke New York City

Baca Selengkapnya

Menlu Inggris: Israel Putuskan Balas Serangan Iran

11 hari lalu

Menlu Inggris: Israel Putuskan Balas Serangan Iran

Menteri Luar Negeri Inggris mengatakan Israel "jelas" telah memutuskan untuk membalas serangan rudal dan drone Iran.

Baca Selengkapnya

Mengingat Pembantaian Amritsar di India pada 1919, Tewaskan Ratusan Orang dan Ribuan Lainnya Terluka

14 hari lalu

Mengingat Pembantaian Amritsar di India pada 1919, Tewaskan Ratusan Orang dan Ribuan Lainnya Terluka

Pada 13 April 1919 terjadi pembantaian di Amritsar di Punjab, India. Berikut kilas balik peristiwa berdarah itu.

Baca Selengkapnya

Kurangi Usia Minimum Pengguna di Inggris dan Eropa, WhatsApp Dikecam

14 hari lalu

Kurangi Usia Minimum Pengguna di Inggris dan Eropa, WhatsApp Dikecam

Dengan langkah ini, WhatsApp telah membuat marah banyak orang.

Baca Selengkapnya