Kampus Ramai-ramai Menolak Revisi UU KPK

Senin, 9 September 2019 11:19 WIB

Pegawai KPK menutup lambang KPK sebagai bentuk protes terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002, Jakarta, Ahad, 8 September 2019. TEMPO/M Rosseno Aji

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK mendapat penolakan dari banyak kalangan. Tak cuma dari pegiat antikorupsi, belakangan ratusan guru besar dan dosen lintas universitas serta organisasi masyarakat berbasis agama ikut buka suara menolak revisi tersebut.

Sebanyak 37 guru besar lintas kampus menyatakan revisi beleid itu harus batal demi hukum. Guru besar yang di antaranya adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan mantan Komisioner KPK Haryono Umar menganggap revisi itu bakal melemahkan kewenangan KPK dan merusak keorganisasian di KPK.

“Melihat ancaman kepada KPK yang terstruktur, sistematis dan masif maka kami guru besar Indonesia menolak upaya revisi UU KPK,” dikutip dari keterangan tertulis, 7 September 2019.

Para guru besar juga menganggap rencana revisi UU tersebut cacat prosedur karena tidak mengikuti UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa penyusunan RUU harus dilakukan berdasarkan Program Legislatif Nasional. Sementara revisi UU KPK tidak masuk dalam Prolegnas atau RUU prioritas.

Suara penolakan juga datang dari 107 pengajar dari Universitas Islam Indonesia. Ratusan dosen UII menganggap pembahasan RUU KPK tidak transparan dan tidak melibatkan publik. Selain itu, isi revisi dinilai juga melemahkan KPK. Kami dosen UII menentang setiap upaya pelemahan KPK.”

Advertising
Advertising

Dari Surabaya, Jawa Timur, 36 akademisi Universitas Airlangga menganggap revisi UU KPK menunjukkan kemunduran upaya pemberantasan korupsi. Pengajar Fakultas Hukum Unair, Iqbal Felisiano mengatakan pelemahan upaya pemberantasan korupsi dilakukan secara sistematis.

Tak hanya lewat revisi UU KPK, tapi juga lewat RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan pemilihan calon pimpinan KPK yang bermasalah, serta kegagalan pengungkapan terhadap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Iqbal mengatakan pemerintah dan DPR harusnya tidak mengorbankan kepentingan masyarakat demi kepentingan segelintir kelompok. Wakil rakyat, kata dia, seharusnya menjadi representasi memperjuangkan kemaslahatan publik. “Pemimpin yang berpikir dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara,” ujar Iqbal dalam keterangan tertulis, 8 September 2019.

<!--more-->

Guru besar ilmu hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan revisi UU KPK tidak menunjukan upaya memperkuat KPK. Menurut dia, sejumlah pasal yang ada dalam draf revisi justru menghambat pemberantasan korupsi. Misalnya, pembentukan dewan pengawas yang berwenang memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Dia bilang hal itu bakal memperpanjang alur birokrasi penindakan korupsi. Apalagi dalam draf revisi UU, KPK juga harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung ketika melakukan penuntutan.

Ia juga mempersoalkan status penyelidik yang harus berasal dari kepolisian. Poin ini janggal lantaran KPK didirikan atas ketidakpercayaan terhadap institusi tersebut. “Jika penyelidik dari polisi bisa memperkuat pemberantasan korupsi, kenapa mereka tidak memperkuat insantsinya saja,” kata dia.

Dari Depok, suara penolakan serupa datang dari alumni Universitas Indonesia. Ketua Ikatan Alumni UI Andre Rahadian mengatakan proses revisi UU KPK sama sekali tidak melibatkan partisipasi publik dan tidak mewakili aspirasi masyarakat. Andre mencatat ada 8 poin bermasalah dalam draf RUU KPK yang disahkan pembahasannya oleh DPR pada 5 September lalu. Di antaranya, independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit, sumber pegawai dibatasi, dan kewenangan menangani perkara yang mendapat perhatian publik dicoret.

Andre mengatakan alumni UI menolak revisi UU KPK dan semua upaya yang melemahkan pemberantasan korupsi. Ia juga meminta Presiden Jokowi menolak revisi itu. “Sebagai sikap keberpihakan terhadap KPK dan upaya pemberantasan korupsi,” kata dia.

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda menolak revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002. Mengutip Ketua Pengurus Besar NU, Ketua Tanfidziyyah PCINU Belanda M. Latif Fauzi menuturkan melawan korupsi adalah perjuangan di jalan Allah atau jihad fi sabilillah. "Dalam situasi seperti sekarang ini, perang melawan korupsi bisa dipadankan dengan jihad fi sabilillah," kata Latif dalam keterangan tertulis, Ahad, 8 SeptemberI2019.

Latif berkata pembentukan KPK pada 2002 merupakan peluang emas pada bangsa Indonesia untuk membersihkan pemerintah dari praktik korupsi. KPK, kata dia, sudah terbukti berhasil dengan menangkap 255 anggota DPR dan DPRD, serta kepala daerah dan lainnya.

<!--more-->

Menurut Latif tindakan KPK itu sesuai dengan ajaran Islam yakni demi mencapai kemaslahatan umat. Secara khusus, ia mencermati peran KPK dalam pemberantasan korupsi di bidang sumber daya alam. Ia mengatakan KPK berhasil menyelamatkan triliunan rupiah dari penindakan terhadap korupsi sektor SDA. "Serta berperan penting dalam menjaga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup," kata dia.

Latif mengatakan ia mengamati isi revisi UU KPK. Menurut dia, perubahan dalam RUU tersebut justru akan membuat KPK mati suri. Selain itu, Latif mengatakan rencana perubahan juga dilakukan dan tidak sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dia mengatakan sikap NU terhadap korupsi sudah pernah dipublikasikan dengan judul 'Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi'. Dalam kajian itu, kata dia, NU bersepakat untuk memperkuat lembaga antikorupsi, melindungi semua pihak yang melakukan jihad melawan korupsi dan menghentikan kriminalisasi terhadap pegiat antikorupsi.

Karena itu, ia meminta DPR menghentikan rencana revisi UU KPK. Ia juga berharap Presiden Joko Widodo menolak revisi tersebut. Dan mengajak semua pihak mendengar masukan ulama dan akademisi demi memperkuat KPK.

Anggota Komisi Hukum DPR, Masinton Pasaribu membantah revisi UU KPK untuk melemahkan pemberantasan korupsi. Menurut dia, ada pasal yang justru menambah kewenangan lembaga antirasuah. Salah satunya adalah penambahan pasal yang memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengeksekusi putusan pengadilan. “Malah kami berikan kewenangan eksekusi, jadi tidak ada yang hilang,” kata dia.

Berita terkait

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

21 jam lalu

Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho, Ini Tugas Dewas KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho. Berikut tugas dan fungsi Dewas KPK

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

21 jam lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

22 jam lalu

KPK Tak Kunjung Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, Terhambat di Direktur Penyelidikan KPK atas Perintah Polri

Sprindik Eddy Hiariej belum terbit karena Direktur Penyelidikan KPK Brijen Endar Priantoro tak kunjung meneken lantaran ada perintah dari Polri.

Baca Selengkapnya

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

23 jam lalu

Soal Sidang Etik Digelar pada 2 Mei, Nurul Ghufron Tuding Dewas KPK Tak Menghormati Hukum

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik anggota Dewas KPK Albertina Ho sejak bulan lalu.

Baca Selengkapnya

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

1 hari lalu

Laporkan Dewas KPK Albertina Ho, Nurul Ghufron Klaim Informasi Transaksi Keuangan Merupakan Data Pribadi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim informasi transaksi keuangan merupakan data pribadi yang bersifat rahasia.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

1 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

1 hari lalu

Pengamat dan Aktivis Antikorupsi Bicara Soal Seteru di Internal KPK, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Aktivis dan pengamat antikorupsi turut menanggapi fenomena seteru di internal KPK, Nurul Ghufron laporkan Albertina Ho. Apa kata mereka?

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

1 hari lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

1 hari lalu

Albertina Ho Tanggapi Pernyataan Nurul Ghufron soal Surat Edaran Dianggap Tak Berstatus Hukum

"Ah biar sajalah. Kan Ketua PPATK sudah bilang, ada aturannya kan," kata Albertina Ho.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Mulai Sidang Etik Nurul Ghufron 2 Mei Mendatang karena Alat Bukti Sudah Cukup

1 hari lalu

Dewas KPK Mulai Sidang Etik Nurul Ghufron 2 Mei Mendatang karena Alat Bukti Sudah Cukup

Dewas KPK akan memulai sidang dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron soal penyalahgunaan wewenang dalam kasus korupsi di Kementan.

Baca Selengkapnya