Mamadamkan Bara di Tanah Papua

Reporter

Egi Adyatama

Editor

Amirullah

Minggu, 1 September 2019 13:26 WIB

Massa yang tergabung dalam Mahasiswa Papua melakukan aksi di Jalan Merdeka, Bandung, Selasa, 27 Agustus 2019. Mereka menolak pernyataan rasisme terhadap orang Papua serta meminta pemerintah untuk menangkap pelaku pengepungan asrama Papua di Surabaya. ANTARA/Raisan Al Farisi

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi secara mendadak menggelar rapat terbatas pada Jumat malam, 30 Agustus 2019, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Pembahasannya terkait langkah penyelesaian konflik di Papua yang kembali memanas.

Jokowi seakan tak mau lagi membuang waktu untuk membahas hal ini. Ratas itu diadakan tepat setelah Jokowi mendarat di Jakarta, usai berkunjung ke Yogyakarta selama dua hari. Seakan menambah urgensi rapat ini, para pejabat di bidang keamanan itu langsung menuju Istana Merdeka, tak seperti biasanya yang turun di area dekat Istana Negara.

"Saya perintahkan agar situasi keamanan dan ketertiban di Papua benar-benar dijaga dan segera cepat-cepatnya dipulihkan," ujar Jokowi saat membuka ratas itu.

Presiden Joko Widodo mengadakan rapat terbatas tentang Papua bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kepala BIN Budi Gunawan, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Istana Merdeka, Jakarta, 30 Agustus 2019. Tempo/Friski Riana

Sehari sebelumnya, Jokowi juga telah menggelar konferensi pers di Purworejo, Jawa Tengah. Saat itu, kerusuhan baru saja pecah di Deiyai dan Jayapura, Papua. Kerusuhan ini menelan satu korban jiwa dari TNI. Sedangkan korban dari masyarakat sipil, hingga saat ini informasinya masih simpang siur. Ada yang melaporkan dua orang tewas, namun ada pula yang menyebut enam orang.

Kerusuhan di Deiyai dan Jayapura masih terkait dengan kerusuhan yang terjadi di Manokwari, Fakfak, hingga Mimika, sepekan sebelumnya. Kerusuhan ini bermula dari aksi protes terhadap insiden rasial dan diskriminatif terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, pada pertengahan Agustus lalu.

<!--more-->

Meski telah berlangsung selama dua pekan, pemerintah seakan belum menemukan formula tepat untuk meredam amarah masyarakat Papua. Mereka justru membatasi koneksi internet di tanah Papua dengan alasan untuk menghentikan hoaks, yang dianggap sebagai pemantik kerusuhan.

Tak hanya memblokir internet, pemerintah juga mengirim pasukan pengamanan tambahan ke Papua. Setidaknya 2.500 pasukan gabungan dari TNI-Polri dikirim. Itu pun hanya ke Jayapura saja, yang memang menjadi lokasi kerusuhan terakhir.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto mengatakan dalam rapat itu, Jokowi meminta agar pihak keamanan memilih pendekatan yang lebih persuasif, ketimbang bertindak represif. "Beliau minta agar masayakat dilindungi. Masyarakat yang tidak bersalah, tidak tahu masalah, jangan sampai jadi korban aksi-aki demo anarkis," kata Wiranto.

Meski begitu, langkah-langkah pemerintah ini dinilai tak cukup untuk menuntaskan masalah di tanah Papua. Apalagi, dalam aksi protes itu, isu yang dibawa justru semakin berkembang menjadi referendum, tak lagi menyoal rasisme dan aksi diskriminatif.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan pemerintah saat ini seakan hanya fokus pada kerusuhan di tanah Papua saja. Padahal, Usman mengatakan, yang terjadi di Papua hanya sebatas asap dari api yang berasal dari insiden di Surabaya dan Malang.

"(Insiden Surabaya dan Malang) Itu adalah akar masalahnya. Itu lambat ditangani. Padahal kejahatan itu terjadi di hadapan aparat hukum. Ada paradigma hukum yang ngaco. Masih ada kekakuan pandangan politik di dalam tubuh aparat negara yang seharusnya independen," kata Usman saat dihubungi Tempo, Ahad, 1 September 2019.

<!--more-->

Apalagi, Usman mengatakan permasalahan Papua tak hanya menyoal isu rasisme dan diskriminasi. Tanah Papua memiliki sejarah panjang dalam urusan konflik dengan pemerintah. Berbagai pelanggaran HAM hingga ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan otonomi khusus di sana, membuat permasalahan di Papua semakin rumit.

Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiarti, mengatakan peristiwa yang terjadi di Papua belakangan ini tidak berdiri sendiri. Berdasarkan riset LIPI pada 2009, ada empat akar masalah di Papua yang harusnya diselesaikan pemerintah, namun hingga kini tak kunjung tuntas dilakukan.

Empat masalah itu adalah stigmatisasi dan diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia, kegagalan pembangunan, dan status serta sejarah politik Papua. Ia menuturkan peristiwa di Papua dipicu tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Sejumlah masyarakat Papua mendatangi Kantor Komnas HAM untuk melakukan pengaduan di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2019. Masyarakat Papua meminta Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut atas aksi kekerasan aparat dan tindakan rasisme oleh Ormas reaksioner dalam penggerebekan mahasiswa Papua di Asrama Papua, Surabaya. TEMPO/Muhammad Hidayat

"Diskriminasi dan rasisme itu hanya satu masalah saja, dan itu terbukti. Kita menemukannya di kejadian di Jawa Timur," katanya dalam diskusi "Bagaimana Sebaiknya Mengurus Papua" di Gado Gado Boplo, Cikini, Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2019.

Selain itu, kata Aisah, pemerintah berhutang untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Sayangnya, hingga kini Jokowi belum memenuhi janjinya itu. Pelanggaran HAM lainnya tetap terjadi di sana.

Menurut Aisah, empat hal itu tidak boleh ditinggalkan saat pemerintah pusat bicara tentang Papua. Ia menilai pemerintah cenderung melihat Papua dari sisi ekonomi saja.

"Paling tidak ada empat masalah yang harus dituntaskan namun pemerintah hanya fokus pada isu ekonomi saja. Pembangunan memang perlu, tapi nggak cukup. Harus melihat hal lain," kata Aisah.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyarankan pemerintah menunjuk keluarga Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai juru runding masalah Papua dan Papua Barat.

"Almarhum Gus Dur dan keluarganya sangat dihormati di sana," katanya di Restoran Gado Gado Boplo, Cikini, Jakarta, hari ini, Sabtu, 31 Agustus 2019.

Menurut dia, keluarga Gus Dur bisa diajukan sebagai juru runding atau negosiator antara pemerintah dan tokoh-tokoh Papua. Dia menilai yang kurang dilakukan saat ini adalah pendekatan pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua dan Papua Barat.

Advertising
Advertising

Berita terkait

Pasokan Pupuk Subsidi Ditambah, Mentan Dorong Petani Memanfaatkan

2 jam lalu

Pasokan Pupuk Subsidi Ditambah, Mentan Dorong Petani Memanfaatkan

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta petani manfaatkan alokasi pupuk subsidi.

Baca Selengkapnya

Apa Itu Presidential Club yang Diusulkan Prabowo?

5 jam lalu

Apa Itu Presidential Club yang Diusulkan Prabowo?

Presidential Club berisi para eks presiden Indonesia yang akan saling berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menjaga silaturahmi dan menjadi teladan.

Baca Selengkapnya

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

9 jam lalu

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

Microsoft siap investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, bagaimana dengan rencana investasinya di Indonesia?

Baca Selengkapnya

Timnas Indonesia U-23 Bersiap Jalani Laga Playoff Olimpiade Paris 2024, Jokowi Optimistis Skuad Garuda Menang Lawan Guinea

12 jam lalu

Timnas Indonesia U-23 Bersiap Jalani Laga Playoff Olimpiade Paris 2024, Jokowi Optimistis Skuad Garuda Menang Lawan Guinea

Timnas Indonesia U-23 akan menghadapi Guinea di laga playoff Olimpiade Paris 2024 pada Kamis, 9 Mei mendatang.

Baca Selengkapnya

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

22 jam lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

22 jam lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

1 hari lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

1 hari lalu

TNI-Polri Evakuasi Jenazah Warga Sipil yang Dibunuh TPNPB-OPM di Kampung Pogapa

Aleksander Parapak tewas ditembak kelompok bersenjata TPNPB-OPM saat penyerangan Polsek Homeyo, Intan Jaya, Papua

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

1 hari lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Usai Serangan TPNPB-OPM, Polda Papua Tambah Personel dan Kirim Helikopter untuk Pengamanan di Intan Jaya

1 hari lalu

Usai Serangan TPNPB-OPM, Polda Papua Tambah Personel dan Kirim Helikopter untuk Pengamanan di Intan Jaya

Polda Papua akan mengirim pasukan tambahan setelah penembakan dan pembakaran SD Inpres oleh TPNPB-OPM di Distrik Homeyo Intan Jaya.

Baca Selengkapnya