Didera Defisit Bertahun-tahun, Bos BPJS Terima Tunjangan 2x Gaji

Kamis, 15 Agustus 2019 15:56 WIB

Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaifuddin (kiri) dan Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief (tengah) dalam acara Ngopi Bareng JKN di Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 3 September 2018. Tempo/Fajar Pebrianto

TEMPO.CO, Jakarta -Di tengah defisit arus kas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan telah memutuskan untuk menaikkan nilai tunjangan cuti tahunan bagi direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menjadi dua kali lipat dari gaji atau upah. Tunjangan baru ini berlaku sejak 1 Agustus 2019.

Adalah BPJS Watch, sebuah lembaga publik yang mengawasi kinerja BPJS yang tegas menolak kenaikan tunjangan bagi para direksi dan anggota dewan pengawas di BPJS. Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan alasan kenaikan tunjangan demi peningkatan kinerja tidak bisa diterima. “Ini ga ada sense of crisis-nya,” kata Timboel saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019.

BPJS Watch menolak kebijakan Sri Mulyani ini. Pertama, direksi dan dewan pengawas BPJS selama ini sudah mendapatkan fasilitas gaji dan tunjangan yang lebih dari cukup. Dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2019, kata dia, BPJS mengeluarkan uang sebesar Rp 32,886 miliar untuk gaji 8 orang direksi selama satu tahun. Artinya, rata-rata satu orang direksi menerima gaji sekitar Rp 342 juta selama satu bulan.

Sementara untuk menggaji 7 orang anggota dewan pengawas, BPJS mengalokasikan anggaran sekitar Rp 17,736 miliar di tahun 2019 ini. Dengan demikian, satu orang anggota dewan pengawas bisa mendapatkan gaji rata-rata sekitar Rp 211 juta per bulannya. Selain itu, Timboel yakin para direksi dan anggota dewan pengawas ini mendapat insentif lain ketika cuti bekerja. “Saya yakin perwakilan di daerah juga menyambut mereka, seminggu sebelum datang udah sibuk, jadi mereka dibiayai juga cutinya,” kata Timboel.

Alasan kedua yaitu tidak ada tolak ukur yang jelas untuk menaikkan tunjangan atas pertimbangan kinerja. Ia mencontohkan target Universal Health Coverage (UHC) sebesar 95 persen hingga akhir 2019 nanti atau sekitar 254 juta penduduk. Namun sampai saat ini, baru 223 juta orang yang yang tercatat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Ratusan juta peserta ini pun tidak semuanya aktif alias banyak yang menunggak iuran. “Mohon maaf dengan segala hormat, target ini tidak akan tercapai,” kata dia.

Advertising
Advertising

Kondisi yang sama juga terjadi pada dana kelola investasi di BPJS Ketenagakerjaan. Di 2018, BPJS ditargetkan mengelola dana sebesar Rp 364 triliun dengan hasil investasi sebesar Rp Rp 32 triliun. Tapi, realisasinya hanya Rp 27 triliun. Imbasnya, imbal hasil yang diterima para pekerja di program JHT (Jaminan Hari Tua) terus turun, dari 7,9 persen pada 2016, 7,8 persen pada 2017, dan 6,62 persen di tahun 2018. “Ini kenapa 2018 sampai anjlok?” kata dia.

Timboel khawatir, kenaikan tunjangan ini akan menciptakan rasa ketidakpercayaan yang lebih besar pada BPJS. Sebab, tunjangan dari anggota direksi dan dewan pengawas ini diambil dari urang iuran BPJS para pesertanya. Sedangkan, masih banyak peserta BPJS, terutama BPJS Kesehatan yang kesulitan mendapat kamar di rumah sakit, hingga klaim biaya oleh rumah sakit yang bermasalah. “Nanti malah, kepatuhan untuk membayar iuran berkurang,” kata dia.

Sebelumnya Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wirasakti menjelaskan ihwal kenaikan tunjangan bagi direksi dan pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS. Hal itu berkaitan dengan terbitnya PMK No. 112/PMK.02/2019 tentang Perubahan Atas PMK No. 134/PMK.02/2015 tentang Manfaat Tambahan Lainnya dan Insentif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS.<!--more-->

"Pertama, BPJS Ketenagakerjaan mengirim surat usulan kepada pemerintah untuk melakukan perubahan/penambahan beberapa komponen Manfaat Tambahan Lainnya bagi anggota dewan pengawas dan dewan direksi BPJS, yang diatur dalam PMK No. 34/2015," kata Nufransa saat dihubungi, Selasa, 13 Agustus 2019.

Hal itu, kata dia, berisi antara lain kenaikan tunjangan hari raya atau THR keagamaan, tunjangan cuti tahunan, tunjangan cuti besar, dan tunjangan perumahan, serta peningkatan tunjangan komunikasi, fasilitas kesehatan, dan fasilitas olahraga. Usulan-usulan tersebut antara lain dilandasi pertimbangan perlunya penyesuaian manfaat mengingat sejak tahun 2015 belum dievaluasi.

"Pemerintah menolak berbagai tunjangan yang diusulkan dan menilai hanya satu komponen yang layak dipenuhi dan ini sesuai dengan ketentuan yang diterima ASN/TNI Polri - pegawai non ASN," ujarnya. Hal yang diterima, kata dia, yaitu pemberian Tunjangan Cuti Tahunan menjadi dua kali gaji yang diperlakukan seperti gaji ke 13 dan gaji ke 14 atau THR yang berlaku bagi Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Walhasil, dalam revisi PMK ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan perubahan pasal 12 tentang tunjangan cuti tahunan, dari yang semula diberikan satu kali dengan nilai satu kali gaji menjadi satu kali dengan nilai dua kali gaji. Kebijakan ini dikeluarkan untuk menyamakan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan tunjangan cuti tahunan bagi aparatur sipil negara, PNS, TNI dan Polri.

Namun, keputusan Sri ini bertepatan dengan banyaknya masalah yang terjadi di tubuh BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Tak ayal, keputusan ini pun memantik pro kontra di masyarakat.

Menanggapi itu anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatullah mengatakan banyak informasi keliru yang beredar di masyarakat. Menurut dia, pemberian tunjangan cuti tahunan ini merupakan hal yang sudah dilakukan di instansi pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara atau BUMN sejak dua tahun lalu. Hanya, BPJS yang belum menerapkannya.

Sehingga, Poempida menilai keputusan Sri Mulyani diambil berdasarkan asas keadilan dari seluruh instansi atau lembaga di bawah pemerintah. Poempida yang telah menjawab sebagai anggota dewan pengawas BPJS sejak 3,5 tahun pun mengaku belum pernah sama sekali menerima bonus tahunan. “Sehingga, ini tak perlu diributkan,” kata dia.

Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga, Irvansyah Utoh Banja menjelaskan bahwa sejak BPJS dibentuk melalui UU Nomor 24 Tahun 2014. Gaji dewan pengawas dan direksi BPJS Ketenagakerjaan tidak pernah mengalami kenaikan. Sejalan dengan operasional BPJS Ketenagakerjaan yang berjalan dengan baik, dewan pengawas dan direksi pun belum pernah menerima tantiem atau bonus sesuai dengan kinerja yang telah dicapai tersebut.<!--more-->

Untuk itu, kata Utoh, penyesuaian tunjangan cuti ini menjadi pengganti pemberian gaji ketiga belas menyelaraskan dengan penerimaan gaji ke 13 dan THR yang diterima oleh aparatur Pemerintah lainnya. Penetapan Tunjangan Cuti Tahunan ini juga merujuk pada peraturan menteri keuangan sebelumnya pada Tahun 2015 dan baru direvisi kembali di Tahun 2019.

Dalam aturan ini, tunjangan hanya diberikan 1 Tahun sekali, bukan setiap bulan sebagai penambahan gaji, artinya gaji yang diterima anggota direksi dan dewan pengawas tidak mengalami kenaikan. Pemberian tunjangan ini pun, kata dia, tidak bersumber dari APBN maupun dana jaminan sosial. “Semua anggaran bersumber pada dana operasional badan yang terpisah dari dana jaminan sosial,” kata Utoh.

Sementara itu, Kepala Hubungan Masyarakat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan penentuan remunerasi direksi BPJS termasuk tunjangan cuti, sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah. Besarannya pun, kata Iqbal, telah dipertimbangkan berdasarkan perbandingan profesional dengan lembaga dan badan sejenis. “Serta kinerja institusi tersebut,” kata Iqbal.

Adapun Peraturan presiden mengenai iuran BPJS Kesehatan akan segera dirilis oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"BPJS Kesehatan, terkait iuran dan lain-lain, nanti disampaikan secara lebih komprehensif. Waktu kita sampaikan dalam bentuk perundang-undangannya yaitu Perpres," kata Sri Mulyani ketika ditanya soal rencana peningkatan iuran BPJS Kesehatan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 12 Agustus 2019.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan iuran BPJS Kesehatan akan naik di semua kelas. Langkah ini diambil untuk menyelamatkan BPJS dari defisit yang terus naik. Tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.

Selain sebagai langkah penyelamatan BPJS Kesehatan, Moeldoko juga menyebut kenaikan iuran ini juga perlu supaya masyarakat sadar bahwa sehat itu memerlukan biaya yang mahal.

Pada akhir Juli 2019 lalu, Jokowi telah menggelar rapat terkait nasib BPJS Kesehatan. Lembaga itu diprediksi akan mengalami defisit hingga Rp 28 triliun pada 2019. Jika tak dicari solusinya, defisit diperkirakan akan semakin membengkak di tahun-tahun berikutnya.

BISNIS

Berita terkait

Resmi Perpanjang Kontrak di Red Sparks, Berapa Gaji Megawati Hangestri?

1 hari lalu

Resmi Perpanjang Kontrak di Red Sparks, Berapa Gaji Megawati Hangestri?

Dalam kontrak barunya di Red Sparks, Megawati Hangestri bakal mendapat kenaikan gaji menjadi US$ 150 ribu per musim.

Baca Selengkapnya

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

2 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Program JKN Bisa Layani Pengobatan dengan KTP

3 hari lalu

Program JKN Bisa Layani Pengobatan dengan KTP

Salah satu kemudahan yang diberikan saat ini adalah peserta JKN aktif dapat berobat hanya dengan menunjukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Baca Selengkapnya

Aplikasi Mobile JKN Mudahkan Masyarakat Jalani Pengobatan

3 hari lalu

Aplikasi Mobile JKN Mudahkan Masyarakat Jalani Pengobatan

Kehadiran aplikasi Mobile JKN kemudahan layanan kesehatan bagi peserta JKN

Baca Selengkapnya

Gibran Wakil Presiden Terpilih, Berapa Gaji dan Tunjangannya?

8 hari lalu

Gibran Wakil Presiden Terpilih, Berapa Gaji dan Tunjangannya?

Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi mengumumkan Prabowo-Gibran sebagai presiden-wakil presiden terpilih. Berapa gaji dan tunjangan Gibran?

Baca Selengkapnya

KPU Launching Pendaftaran PPK, Ternyata Segini Gajinya dan Ada Santunan

9 hari lalu

KPU Launching Pendaftaran PPK, Ternyata Segini Gajinya dan Ada Santunan

Ketua KPU Depok, Wili Sumarlin mengatakan Depok memiliki 11 kecamatan, sehingga kebutuhan PPK 55 anggota. Tiap kecamatan 5 orang.

Baca Selengkapnya

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

12 hari lalu

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Indonesia Terancam Twin Deficit, Apa Itu?

15 hari lalu

Pengamat Sebut Indonesia Terancam Twin Deficit, Apa Itu?

Indonesia berisiko menghadapi kondisi 'twin deficit' seiring dengan menurunnya surplus neraca perdagangan.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Sepakat Jaga Defisit Anggaran 2025 3 Persen, Apindo: Penyusunan RAPBN Mesti Displin

21 hari lalu

Pemerintah Sepakat Jaga Defisit Anggaran 2025 3 Persen, Apindo: Penyusunan RAPBN Mesti Displin

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menanggapi soal keputusan pemerintah menjaga defisit APBN 2025 di bawah 3 persen.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: H-4 Lebaran Penumpang di 20 Bandara AP II Melonjak 15 Persen, Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19

25 hari lalu

Terpopuler: H-4 Lebaran Penumpang di 20 Bandara AP II Melonjak 15 Persen, Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19

AP II mencatat jumlah penumpang pesawat angkutan Lebaran 2024 di 20 bandara yang dikelola perusahaan meningkat sekitar 15 persen.

Baca Selengkapnya