Maju Mundur Cukai Kantong Plastik, Pemerintah Setengah Hati?

Reporter

Caesar Akbar

Editor

Rahma Tri

Kamis, 4 Juli 2019 15:20 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019. Rapat kerja tersebut membahas kinerja Kemenkeu dan fakta APBN, penambahan barang kena cukai berupa kantong plastik, perubahan PP No 14/2018 tentang kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian, serta pajak hasil pertanian. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah kembali menggulirkan rencana penerapan tarif cukai untuk plastik dalam rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat pekan ini. Sama seperti saat pertama kali diusulkan pada 2017 lalu, kini tarif cukai juga dipatok Rp 200 per lembar kantong plastik, atau Rp 30 ribu per kilogram.

BACA: Sri Mulyani: Kantong Plastik Siap Dikenai Cukai Rp 200 per Lembar

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kantong plastik atau yang juga dikenal dengan kantong kresek siap dikenai cukai sebesar Rp 200 per lembar. Adapun kantong plastik yang bakal dikenai cukai adalah kantong plastik yang tidak bisa didaur ulang yang atau kantong plastik berbasis petroleum.

"Cukai ini diterapkan untuk kantong plastik yang menggunakan petroleum base atau yang tidak bisa didaur ulang. Sedangkan kantong plastik yang bisa didaur ulang dan ramah lingkungan bisa oxydegradable dalam 2-3 tahun akan dikenai cukai lebih rendah," kata Sri Mulyani dalam penjelasannya di depan Komisi Anggaran DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa 2 Juli 2019.

Dari pungutan cukai tersebut, Kementerian Keuangan menargetkan tambahan penerimaan negara sebesar Rp 500 miliar pada 2019. Target ini justru lebih rendah dari target yang pernah disampaikan tahun 2017, yakni sebesar Rp 1 triliun.

Sekretaris Jenderal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono mengakui, pungutan cukai pada kantong plastik belanja sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu. "Kenapa mau dikenakan? Karena karakteristik plastik sesuai dengan barang yang bisa dikenakan cukai, sesuai dengan Undang-undang Cukai," ujar dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu 3 Juli 2019.

Advertising
Advertising

Berdasarkan UU Cukai, ada empat sifat dan karasteristik barang yang bisa dikenai tarif cukai. Karakteristik itu antara lain, benda yang konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi. Juga benda yang pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Karakteristik lainnya adalah benda yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Baca: Kata Luhut Pandjaitan Soal Dugaan Penyelundupan Sampah Plastik

Dari karakteristik itu, Susiwijono mengatakan kantong plastik telah memenuhi syarat dikenai cukai

<!--more-->

Pasalnya, apabila menilik beberapa data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat ada 9,8 miliar limbah kantong plastik setiap tahun. Limbah ini akan mencemari lingkungan selama lebih dari 400 tahun.

BACA: Bea Cukai: Cukai Plastik Rp 200 per Lembar, Angka Moderat

"Hanya lima persen yang bisa didaur ulang, sisanya menempati 50 persen lahan tempat pembuangan akhir. Jadi ini karakteristiknya cocok untuk barang kena cukai," ujar Susiwijono.

Menurut Susiwijono, perkara sampah plastik ini sudah menjadi keprihatinan bersama. Hal tersebut tampak dari beberapa inisiatif masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Sejumlah gerai di pusat perbelanjaan bahkan ada yang sudah lama tidak lagi menyediakan kantong plastik. Tak sedikit pula supermarket yang sudah memungut bayaran Rp 200 untuk setiap lembar plastik yang mereka gunakan untuk wadah belanjaan.

Melihat perkembangan dan kesadaran masyarakat yang semakin besar akan bahaya sampah plastik itu, Susiwijono menilai rencana pengenaan cukai pada kantong plastik inisiatif yang bagus. Meski, pada tahap awal ia tetap mengingatkan perlunya ada keberimbangan dengan industri sehingga tidak membebani. "Makanya target cukai plastik pada 2019 itu hanya Rp 500 miliar dari target penerimaan cukai Rp 165,5 triliun," ujar dia.

Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan, memiliki sikap sedikit berbeda dari Kemenko Perekonomian yang tampaknya ngotot ingin terus maju menerapkan cukai plastik. Institusi pemungut cukai ini justru tak mematok target tertentu.

"Target kami bebas saja, karena aturan ini kan bisa saja disetujui bulan ini atau bulan depan, saya fokus kepada bagaimana pemerintah dan DPR bisa sepakat dan kita melaksanakan sesuai kesepakatan,” ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Rabu 3 Juli 2019.

Ihwal target Rp 500 miliar, menurut Heru, perkara nilai sebenarnya bukanlah hal penting dan tujuan utama. Target itu dipasang dalam rangka pemerintah mengajukan usulan agar mendapatkan persetujuan DPR. Sebab, syarat untuk menjadikan suatu produk menjadi barang kena cukai baru antara lain sudah tercantum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta mendapatkan persetujuan dari Komisi Keuangan DPR. "Nah di APBN sudah kami pasang Rp 500 miliar," kata dia.

Heru menjelaskan tujuan utama cukai plastik bukan perkara penerimaan negara. Namun, agar lingkungan, industri dan konsumsi di masyarakat bisa seimbang. Sehingga, ia berpendapat bahwa penerimaan menjadi nomor dua bagi pemerintah. “Perkara kemudian mendapatkan penerimaan, itu adalah turunan atau dampak dari kebijakan ini," ujar dia.

Heru menilai tarif cukai Rp 200 per lembar itu cukup moderat dan sudah dengan mengambil contoh best practicedi berbagai negara. Angka moderat itu diambil pemerintah setelah mempertimbangkan beberapa alasan. Salah satunya adalah soal pengendalian konsumsi untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup. Sebab, sejatinya, tarif cukai dibebankan kepada konsumen agar berimbas pada penurunan produksi dan konsumsi.

Namun, di sisi lain, Dirjen Bea Cukai juga menyadari jika plastik masih menjadi kebutuhan masyarakat. Sehingga, jangan sampai penerapan cukai plastik itu justru menghilangkan kesempatan berusaha, serta mengganggu pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Adapun Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menilai penerapan tarif cukai sebesar Rp 200 per lembar itu lebih banyak berdampak kepada konsumen. Sebab, besaran tarif itu akan langsung dibebankan pada pengguna akhir. "Kalau bagi industri kan otomatis kalau harga naik, maka volumenya turun," ujar Airlangga di Kantor kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu, 3 Juli 2019.

Tak seperti sikap Kementerian lain yang maju-mundur: ingin membatasi produksi dan konsumsi plastik, tapi sekaligus tak menyusahkan pengusaha dan pengguna plastik, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti justru tegas meminta supaya plastik dilarang saja.

Menteri Susi Pudjiastuti lebih sepakat jika plastik sekali pakai dilarang, daripada dikenai tarif cukai. Sebab, penggunaan plastik dari segi lingkungan saat ini sudah dalam taraf berbahaya. "Tidak perlu dicukai, menurut saya lebih bagus dilarang saja. Sebab ini sudah gawat darurat persoalan sampah plastik," kata Susi di kantornya, Senin 17 Desember 2018 silam.

Namun, pendapat Susi ini langsung dimentahkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia berpendapat, kebijakan pemerintah tidak boleh sampai mematikan geliat industri plastik. "Saya pikir kita tidak boleh membunuh industri plastik juga, karena kita butuh," ujar dia di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, sehari setelahnya.

Baca: Viral, Ini Seruan Susi Pudjiastuti tentang Buang Sampah

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menilai penerapan cukai plastik tidak tepat untuk mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia. "Cukai ini menurut kami belum pas. Ibaratnya orang sakit flu, diberi obat sakit kepala," ujar dia.

<!--more-->

Fajar tidak memungkiri fakta bahwa sampah plastik memang bertebaran di mana-mana dan mencemari lingkungan. Namun, ia juga melihat industri daur ulang plastik sekarang cenderung otopilot dan malah dibebani pajak macam-macam.

Fajar melihat nantinya penerapan pemungutan cukai plastik di lapangan juga bakal lebih rumit, terutama lantaran banyaknya pelaku industri rumahan produsen kantong plastik belanja. Belum lagi soal pengawasan peredaran kantong plastik itu dinilai bakal susah lantaran 60 persen beredar di pasar tradisional. "Malah saya melihat impor kantong plastik bisa naik untuk menggantikan produksi dalam negeri yang turun."

Peneliti madya dari Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Joko Tri Haryanto, menilai rencana penerapan cukai untuk kantong plastik ini sudah tepat untuk mengubah perilaku masyarakat. Menurut dia, cara tercepat untuk mengubah kebiasaan masyarakat adalah dengan menerapkan instrumen finansial.

"Manajemen perubahan itu harus dipaksa, agar biasa, bisa, dan akhirnya berubah," ujar Joko. "Regulasi tidak cukup, harus dipakasa dan cara paling cepat adalah instrumen finansial."

Baca: Kata Menperin Soal Tarif Cukai Plastik Diusulkan Rp 200 Per Lembar

Rencana cukai yang maju-mundur, alih-alih membuat masyarakat jera memakai kantong plastik, justru kebingungan. Maka eksekusi yang cepat dan tepat lah yang dinantikan masyarakat, agar ada kejelasan akan nasib kantong-kantong plastik wadah aneka belanjaan. Apalagi, selama ini, kantong plastik warna-warni itu hampir tak pernah lepas dari kehidupan masyarakat sehari-hari.

CAESAR AKBAR | DIAS PRASONGKO

Berita terkait

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

15 jam lalu

Akhir-akhir Ini Jadi Sorotan, Apa Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai?

Banyak masyarakat yang mempertanyaan fungsi dan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lantaran beberapa kasus belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

6 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Tantangan Besar Tema Hari Bumi 2024: Planet vs Plastics

9 hari lalu

Tantangan Besar Tema Hari Bumi 2024: Planet vs Plastics

Hari Bumi 2024 menyoroti masalah plastik, termasuk sampah plastik, dan mendorong aksi global melawan produksi plastik global yang tak terkendali.

Baca Selengkapnya

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

18 hari lalu

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

Isu penanganan sampah kembali mencuat di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Sebagian di antaranya berupa sampah plastik.

Baca Selengkapnya

Aktivis Lingkungan Desak Jepang Hentikan Pengiriman Sampah Plastik ke Indonesia

27 hari lalu

Aktivis Lingkungan Desak Jepang Hentikan Pengiriman Sampah Plastik ke Indonesia

Jepang dinilai menjadi negara eksportir sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Jerman.

Baca Selengkapnya

Hasil Survey UI, ICEL dan Greenpeace Ingatkan Dampak Lingkungan Sampah Plastik Scahet dan Pouch

33 hari lalu

Hasil Survey UI, ICEL dan Greenpeace Ingatkan Dampak Lingkungan Sampah Plastik Scahet dan Pouch

Dari total timbunan sampah plastik, ditaksir sekitar 14-16 persen itu berupa sachet dan pouch.

Baca Selengkapnya

Prihatin Sampah Plastik, KFLHK Kampanye Gaya Hidup Lestari Melalui Green Ramadan

35 hari lalu

Prihatin Sampah Plastik, KFLHK Kampanye Gaya Hidup Lestari Melalui Green Ramadan

Sampah plastik mengancam kesehatan dan lingkungan. Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi berkampanye melalui program Green Ramadan.

Baca Selengkapnya

Wisatawan Protes Banyak Sampah Plastik di Ha Long Bay

36 hari lalu

Wisatawan Protes Banyak Sampah Plastik di Ha Long Bay

Sampah plastik cenderung lebih banyak muncul di kawasan Ha Long Bay pada September hingga Mei, bertepatan dengan musim pariwisata.

Baca Selengkapnya

Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Diklaim Bisa Tekan Penyakit Diabetes, Jantung dan Stroke

38 hari lalu

Penerapan Cukai Minuman Berpemanis Diklaim Bisa Tekan Penyakit Diabetes, Jantung dan Stroke

Bappenas mengklaim penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan akan menekan penyakit diabetes, jantung dan stroke di masyarakat.

Baca Selengkapnya

Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Tahun Ini, Bappenas: Sudah Sesuai RPJMN

38 hari lalu

Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Tahun Ini, Bappenas: Sudah Sesuai RPJMN

Bappenas sebut penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan tahun ini sudah sesuai dengan rencana pembangunan.

Baca Selengkapnya