TPA Burangkeng Ingin Seperti Bantargebang, Bekasi Darurat Sampah
Reporter
Adi Warsono (Kontributor)
Editor
Zacharias Wuragil
Jumat, 15 Maret 2019 16:49 WIB
TEMPO.CO, Bekasi - Hari ini adalah hari ke-12 warga desa memblokade Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Burangkeng. Hingga pada hari yang menjadi tenggat akhir sebelum pemda setempat menyatakan akan membongkar paksa blokade, warga Desa Burangkeng bergeming.
Baca:
Bekasi Bahas Buka Paksa Blokade TPA Burangkeng Siang Ini
Ratusan warga desa, sebagian perempuan itu malah siaga menghalau setiap truk yang datang. "Pasti kami suruh balik lagi (kalau ada truk masuk ke TPA)," kata Ketua Tim 17 yang mewakili desa itu, Ali Gunawan, di Burangkeng, Jumat 15 Maret 2019.
Ali menegaskan, TPA Burangkeng tetap ditutup sampai dengan tuntutan masalah kesejahteraan masyarakat di Burangkeng dipenuhi. Tuntutan diajukan berbentuk bantuan langsung tunai, mengikuti apa yang diterima masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi.
"Angka kompensasi bau sampah tidak jauh beda dengan Kota Bekasi, sekitar Rp 300 ribu per bulan," kata Ali.
Baca:
Kabupaten Bekasi Gandeng Aparat Akan Buka Paksa TPA Burangkeng
Pemerintah Kabupaten Bekasi menego tuntutan uang tunai itu. Yang disodorkan adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Dalam pasal 25 disebutkan bahwa kompensasi dalam bentuk relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan, dan kompensasi dalam bentuk lain.
"Dalam aturan tidak disebutkan bahwa kompensasi bau sampah dalam bentuk uang tunai," kata Asisten Daerah 3 Bidang Administrasi Pemerintah Kabupaten Bekasi, Suhup.
Tapi Suhup meyakinkan kalau pemerintah akan mengakomodir tuntutan warga di luar uang tunai, yaitu infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan. Tiga hal itu dijanjikannya menjadi prioritas pemda ke depannya mengingat Burangkeng menjadi lokasi pembuangan sampah se-Kabupaten Bekasi.
Baca:
TPA Burangkeng Ditutup, Pemerintah Tolak Kompensasi Uang Tunai
"Kami ingin memberikan perhatian khusus kepada Burangkeng," kata dia terlihat sungguh-sungguh.
Sedang di Bantargebang, kata Suhup, berbeda dengan di Burangkeng. Kompensasi uang tunai kepada warga tiga kelurahan di Bantargebang merupakan bantuan langsung tunai (BLT) dari Pemerintah DKI Jakarta. "Kota Bekasi sendiri tidak memberikan uang, tapi DKI karena membuang sampah di luar wilayah," kata dia menjelaskan.
<!--more-->
Penjelasan itu rupanya tak cukup karena Ali bergeming dengan tuntutannya. Sementara Suhud telah menegaskan, "Penutupan tidak bisa berlarut-larut, karena mengganggu pembuangan sampah di semua wilayah."
Baca:
11 Hari TPA Burangkeng Diblokir, Sampah Menumpuk di Pemukiman
Sampah memang terbukti menjadi tak terurus sepanjang hampir dua pekan ini. Penumpukan terjadi di banyak tempat seperti pasar dan permukiman.
Di Pasar Induk Cibitung, misalnya, tumpukan sampah mencapai lima meter. Sampah yang membusuk menebar aroma tak sedap. Padahal setiap harinya pasar itu memproduksi sampah sebanyak tujuh truk. "Enggak tahu kapan mulai diangkut, pasti butuh waktu untuk membawa ini semua," ujar Kiboy, petugas kebersihan pasar, Kamis 14 Maret 2019.
Sama halnya di Pasar Tambun. Tumpukan sampah mencapai tiga meter, diperkirakan ada puluhan ton. Sebab, setiap hari, produksi sampah di sana sebanyak tiga truk.
Baca:
Kepada TPA Burangkeng, Ini Pesan dari TPST Bantargebang
Blokade dan tuntutan bantuan langsung tunai menambah rumit masalah sampah di Kabupaten Bekasi. Pasalnya, volume sampah di TPA Burangkeng seluas 11,6 hektare ini sebenarnya sudah melampaui kapasitas yang tersedia.
Tapi kebutuhan perluasan terbentur Rencana Detil Tata Ruang yang belum bisa diubah. Pembahasan perubahan RDTR tertahan bersamaan dengan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam suap proyek Meikarta.
Ketua Koalisi Persampahan Nasional, Bagong Suyoto, mengingatkan pemda agar sekaligus memikirkan cara pengelolaan TPA yang lebih baik. Dia berharap adanya tuntutan dan janji pemda untuk beri kompensasi bisa sekaligus memperbarui teknologi pengolahan.
Simak pula:
TPA Burangkeng Ditutup, 4.000 Ton Sampah Bekasi Menumpuk
"Sampahnya ditata, kemudian dicover soil (dilapisi tanah agar tidak menimbulkan bau), meskipun sekarang masih menggunakan sistem control landfill," kata Bagong.
Selain itu, kata dia, manajemen air lindi TPA Burangkeng harus baik. Alasannya, instalasi pengolahan air sampah (IPAS) harus dioperasikan selama 24 jam setiap hari. "Menurut saya, asal ditata rapi bisa, karena saya melihat masih acak acakan semuanya. Maka itu perlu dilakukan revitalisasi total dengan melibatkan banyak ahli," kata Bagong.