Boeing 737 Max 8 Di-Grounded, 2 Maskapai Ini Lakukan Antisipasi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 13 Maret 2019 12:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan mengandangkan pesawat Boeing 737 Max 8 selama sepekan oleh Kementerian Perhubungan tak ayal membuat dua maskapai penerbangan di dalam negeri harus segera melakukan perhitungan ulang.
Baca: Luhut Pandjaitan Buka Kemungkinan Larang Boeing 737 Max 8
Kedua maskapai penerbangan itu adalah PT Lion Mentari Airline atau Lion Air dan PT Garuda Indonesia Tbk. (Persero). Dalam operasionalnya, dua perusahaan itu menggunakan beberapa unit pesawat Boeing 737 Max 8 yang belakangan namanya kembali disebut-sebut oleh publik.
Insiden jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET-302 di Hejere dekat Bishoftu, sekitar 50 kilometer selatan Addis Ababa, Ethiopia, terjadi Ahad pagi, 10 Maret 2019. Sebanyak 157 orang tewas dalam tragedi penerbangan ini, termasuk seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Harina Hafitz.
Sementara itu, pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang jatuh pada akhir Oktober 2018 silam. Sebanyak 64 dari 189 korban kecelakaan Lion Air PK-LQP JT610 positif tidak bisa ditemukan lagi dan seluruh penumpang dan awak pesawat dinyatakan meninggal.
Pesawat yang digunakan kedua maskapai saat mengalami insiden itu adalah Boeing 737 Max. Tak lama dari kejadian itu, otoritas dari sejumlah negara mengumumkan melarang terbang pesawat tersebut, termasuk Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Tim Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan secara bertahap mulai mengecek kelayakan terbang 11 armada B737 Ma x8 yang beroperasi di Indonesia kemarin.
Pemeriksaan dilakukan terhadap indikator kecepatan udara (airspeed), ketinggian (altitude), dan sensor angle of attack (AoA) pada pesawat generasi terbaru seri 737 buatan Boeing Co tersebut. “Pertimbangan kami meyakinkan aspek keselamatan,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti, Selasa, 12 Maret 2019.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan siap membantu investigasi dalam musibah ET 302. Indonesia, kata dia, dapat terlibat dalam penelaahan kecelakaan tersebut lantaran salah satu korban tewas adalah warga negara Indonesia. “Kami sudah berkomunikasi dengan Boeing, Federal Aviation Administration, dan pemerintah Etiopia,” ujarnya. Menurut dia, adanya kemiripan kronologi tidak berarti penyebab kecelakaan ET 302 di Etiopia sama dengan Lion Air JT 610.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan Boeing untuk membuktikan keamanan pesawat yang mereka produksi seperti Boeing 737 Max 8. Tindakan pemerintah Indonesia melarang terbang sementara Boeing 737 Max 8 guna memastikan tingkat keamanan pesawat.
Pemerintah, kata JK, tidak ingin peristiwa naas jatuhnya Boeing 737 Max 8 dalam waktu berdekatan belakangan ini terjadi lagi. Terutama kecelakaan pada pesawat Boeing yang digunakan oleh maskapai nasional.
<!--more-->
Sementara itu, Lion Air dan Garuda Indonesia, dua maskapai yang mengoperasikan B737-Max8, menegaskan akan mengikuti arahan Kementerian Perhubungan ihwal pengecekan kelaikan terbang. Komisaris Utama Garuda Indonesia, Agus Santoso, mengatakan semua pilot telah dibekali pelatihan sesuai dengan standar Boeing untuk menerbangkan satu unit B 737 Max 8.
“Kalau Garuda Indonesia memberikan training Max 8 untuk pilot ini standarnya lebih dari yang ditetapkan dari Boeing-nya sendiri,” ujar Agus saat ditemui dalam acara Indonesia Aviation Training & Education Conference di Hotel Grand Mercure Harmoni Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019.
Program simulasi yang diadakan, menurut Agus, tak cukup hanya dengan yang ditetapkan oleh perusahaan Boeing. Garuda Indonesia juga akan mematuhi aturan yang ditetapkan Federal Aviation Administration (FAA).
Sebanyak 10 unit pesawat milik Lion Air yang kini dilarang terbang untuk sementara digantikan pesawat jenis lain guna memastikan tak ada perubahan jadwal penerbangan. "Kami menggunakan armada Lion Air lainnya," ucap Strategi Komunikasi Korporat Lion Air, Danang Mandala Prihantoro.
Managing Director Lion Air Daniel Putut Kuncoro Adi, menjelaskan sepuluh unit pesawat Boeing 737 Max 8 itu biasanya digunakan untuk menerbangkan jamaah umrah. Meski di-grounded, perjalanan umrah penumpang dipastikan tidak terganggu karena Lion Air telah menyediakan pesawat pengganti, seperti Airbus 330 berkapasitas 440 penumpang.
Sementara itu, untuk keberangkatan umrah selanjutnya, Lion Air akan mengatur skema perjalanan penumpang. Misalnya melakukan penyesuaian tiket pesawat dan penggabungan kelompok terbang umrah.
Lion Air juga sudah berencana menunda pemesanan pesawat Boeing 737 Max 8 yang sedianya mulai datang tahun ini. Daniel menyebutkan ada 220 pesawat yang mereka batalkan pemesanannya dengan nilai suspensi sebesar US$ 22 miliar.
Pesawat-pesawat seri baru yang dipesan dari Boeing itu rencananya secara berkala akan datang mulai Mei 2019 hingga 2035 untuk kepentingan ekspansi. Daniel mengatakan, tahun ini, Boeing seharusnya mengirimkan pesawat Max 8 berjumlah empat unit untuk Lion Air. Empat unit pesawat itu sedianya akan mendarat di Jakarta pada Mei 2019.
Adapun Lion Air merencanakan pesawat-pesawat ini akan mengangkasa dari Jakarta ke rute-rute internasional dan domestik dengan jalur yang panjang. Misalnya Jakarta - Cina, Jakarta - Saudi Arabia, dan Jakarta - Jayapura.
Baca: Menhub: Tim Observasi Boeing 737 Max 8 Akan Bekerja Seminggu
Lion sebelumnya telah memesan 11 pesawat dengan jenis Boeing 737 Max 8 kepada perusahaan Boeing. Tahun lalu, pesawat pesanan Lion Air tersebut datang dan telah beroperasi. Namun, satu di antaranya mengalami kecelakaan dan kandas di perairan Karawang, Jawa Barat, pada Oktober 2018.