Kader untuk Politik Praktis dan Menjaga Khittah Muhammadiyah
Reporter
Andita Rahma
Editor
Endri Kurniawati
Senin, 18 Februari 2019 17:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammadiyah akan lebih banyak mendorong kadernya untuk lebih terlibat di dunia politik. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan selama ini organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan itu memang kurang menyiapkan kadernya untuk maju ke kancah politik.
"Sekarang kami akan dorong, kami siapkanlah," ujar Haedar saat ditemui di sela sidang tanwir Muhammadiyah ke-51, di Bengkulu, Sabtu, 16 Februari 2019. Kader Muhammadiyah akan disiapkan untuk disalurkan ke berbagai partai politik
Baca: Buka Tanwir Muhammadiyah, Jokowi Bicara Soal Kriminalisasi Ulama
Haedar mengatakan hal ini bisa dilakukan lewat Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik yang dimiliki oleh PP Muhammadiyah. Lewat lembaga ini, kader-kader Muhammadiyah akan disiapkan agar menjadi lebih siap ketika terjun langsung di dunia politik.
Muhammadiyah akan memberikan pendidikan Baitul Arqam kepada anggotanya yang akan terjun ke politik praktis. Pendidikan Baitul Arqam itu merupakan pembinaan khusus dalam berpolitik. Di dalamnya, ada larangan rangkap jabatan sehingga tidak ada konflik kepentingan. "Itu untuk menjaga keteraturan dan tetap adanya koridor organisasi untuk menghindari konflik-kepentingan," kata Haedar dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Senin, 18 Februari 2019.
Baca: Ketum PP Muhammadiyah Minta Tak Usah Berfoto Sambil Acungkan Jari
Menurut Haedar, Muhammadiyah sebelumnya sudah memulai dengan memasukan beberapa kadera masuk ke beberapa partai politik, seperti PAN, PPP, hingga ke Golkar. Ia mengakui persiapan ini membutuhkan waktu.
<!--more-->
"Memang dunia politik ya agak lain, seperti juga dunia bisnis ya.” Ada aspek-aspek praktikal yang harus dilakukan oleh kader Muhammadiyah. Namun, haedar tak khawatir. “Sejauh mereka punya etika, berpikir, akan menjadi koridor."
Jika ada anggotanya yang siap dan memiliki kemampuan untuk aktif dan berjuang dalam politik praktis melalui partai politik, Muhammadiyah akan mendorong anggotanya agar tetap menjalankan fungsi dan membawa misi Muhammadiyah. Muhammadiyah akan memberikan nilai positif kepada anggotanya yang terjun ke partai politik. "Jika berhasil, maka perjuangkan misi Muhammadiyah dan bila mampu, bantulah Muhammadiyah secara baik," ucap dia.
Dalam sidang tanwir ke51, PP Muhammadiyah menegaskan bahwa kadernya akan mempraktekan kembali islam sebagai agama yang mencerahkan. Beragama yang mencerahkan diwujudkan dalam kehidupan politik yang berkeadaban luhur disertai jiwa ukhuwah, damai, toleran, dan lapang hati dalam perbedaan pilihan politik.
Sebagai gerakan Islam yang bermisi dakwah dan tajdid, Haedar mengatakan semangat membawa pencerahan ini akan dijunjung dalam pikiran, sikap, dan tindakan para anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah. Dalam berdakwah, Haedar mengatakan aspek politik tak bisa begitu saja dilepaskan, terutama dalam islam.
"Politik itu bagian dari dakwah. Tinggal kita mengkapling-kapling," kata Haedar. Yang pertama adalah dakwah dan politik kebangsaan yang sifatnya umum. Poltik ini menjadi suara moral, pelurus kiblat bangsa, menyemai suara-suara perdamaian. Politik ini pula yang membuat Muhammadiyah akan semakin mengaktifkan kadernya berpolitik.
Simak: Tanwir di Bengkulu, Jokowi Cerita Kedekatan dengan Muhammadiyah
Yang kedua adalah politik kekuasaan. Soal ini, Muhammadiyah sengaja mengambil jarak. "Ini wilayah partai politik.” Muhammadiyah akan menjaga jarak dengan partai politik, kekuatan politik, dan dengan perjuangan partai politik.
<!--more-->
Atas dasar dua alasan ini Muhammadiyah membebaskan kadernya menentukan pilihan di kontestasi Pemilihan Presiden 2019. Meski menjaga jarak dengan politik kekuasaan, Haedar mengatakan Muhammadiyah akan lebih proaktif berkomunikasi dengan kekuatan-kekuatan partai politik.
Sedangkan pemimpin Muhammadiyah, harus tetap menjaga posisi dan peran agar tak terbawa arus politik kadernya atau pihak di luar Muhammadiyah. "Posisi ini tetap dijaga dengan baik dan konsisten dari periode ke periode secara resmi sebagai kebijakan organisasi, serta tidak akan berubah," kata Haedar, Senin, 18 Februari 2019.
Hal ini dilakukan untuk mentransformasi nilai-nilai Muhammadiyah. Haedar mencontohkan, Muhammadiyah mengundang semua pimpinan partai di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Menteng, Jakarta Pusat. ”Kalau kami terus sering bertemu tokoh-tokoh politik, partai politik, dan partai politik secara institusi, akan ada negosiasi nilai."
Simak juga: Jokowi Tiba di Bengkulu, Hadiri Sidang Tanwir Muhammadiyah
Ia mengingatkan agar mereka yang terjun ke politik dan masih berada di naungan Muhammadiyah untuk tidak mendesak-desakkan urusan politik ke dalam tubuh organisasi. Apalagi jika sampai menyebabkan keretakan dan masalah.
Sepanjang Muhammadiyah berdiri sejak 1912 di Yogyakarta, ormas keagamaan kedua terbesar di Indonesia ini telah menghasilkan banyak poltikus. Seperti pendiri Partai Amanat Nasional Amien Rais, hingga yang saat ini aktif di tim sukses dua pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Di kubu pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin, ada Raja Juli Antoni, mantan Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah yang saat ini menjadi Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sedangkan di kubu Prabowo - Sandiaga Uno, ada Dahnil Anzar Simanjuntak yang mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah.
ANDITA RAHMA | EGI ADYATAMA