Kemenhub Panggil Maskapai Soal Tiket Pesawat Mahal
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Rabu, 13 Februari 2019 15:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan memanggil maskapai penerbangan untuk membicarakan soal tiket pesawat yang dianggap mahal. Belakangan, harga avtur disebut mempengaruhi tingginya tarif penerbangan tersebut.
Baca juga: Kenaikan Harga Tiket Pesawat, JK : Karena Persaingan Tidak Sehat
"Litbang sedang melakukan kajian, hari ini dan besok akan memanggil airlines untuk melakukan perhitungan kembali terhadap tarif tersebut, Direktorat Angkutan Udara juga hari ini rapat dengan airlines soal tarif," ujar Polana di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu, 13 Februari 2019.
Adapun Polana menyebut pengaruh harga avtur terhadap tiket pesawat adalah sebesar 24 persen, berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 14 tahun 2016. "Itu tahun 2016, dengan asumsi harga-harga di tahun 2015 akhir atau 2016 awal," ujar Polana. Asumsi itu juga disandingkan dengan kondisi load factor sebesar 65 persen.
Menurut Polana, selain gara-gara avtur, harga tiket pesawat sebenarnya juga dipengaruhi faktor-faktor selain biaya bahan bakar. "Saat ini kami sudah melakukan banyak monitoring dengan mengirim inspektur kami untuk memantau harga tiket," tutur Polana.
Ia mengatakan sampai saat ini harga tiket pesawat sejatinya masih berada di bawah koridor yang ditetapkan dalam beleid.
Polana menegaskan harga avtur bukan kewenangan kementeriannya. "Avtur di luar kewenangan Kemenhub," ujar Polana dia.
Menurut Polana, ada beberapa komponen harga tiket pesawat yang bisa diturunkan. Namun, Kemenhub tidak bisa mengatur itu lantaran bukan kewenangan mereka. "Itu barangkali kewenangannya Pertamina atau Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral," ujar dia.
Adapun Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan masih melihat kemungkinan penurunan harga avtur. "Sekarang MOPS itu dasar formulanya. Jadi MOPS sedang kita lihat sekarang harga menurun. Jadi kita sedang melihat kelihatannya kalau bisa turun sampai seberapa," kata Rini di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 13 Februari 2019.
MOPS atau Mean of Platts Singapore merupakan bagian biaya perolehan atas penyediaan avtur dari produksi kilang dalam negeri dan/atau impor sampai dengan depot yang mencerminkan harga produk.
Rini menjelaskan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah merilis formula harga jual untuk avtur. Rumusannya tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 K/10/MEM/2019 tentang formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM umum jenis avtur yang disalurkan melalui depot pengisian pesawat udara.
Menurut Rini, aturan tersebut menetapkan batas atas (maksimum) margin sebesar 10 persen dari harga dasar. Rini tak menjelaskan lebih lanjut berapa besar harga avtur bisa turun. Namun, harga avtur sendiri terdiri dari MOPS+Rp3.581 per liter+Margin (10 persen dari harga dasar).
Salah satu dampak mahalnya tiket pesawat adalah sebanyak 730 penerbangan yang melayani Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru dibatalkan sepanjang Januari 2019. General Manager Bandara SSK II Pekanbaru, Jaya Tahoma Sirait mengatakan terjadi penurunan 28 persen penerbangan dan 22 persen jumlah penumpang dibanding periode yang sama 2018 lalu akibat mahalnya tiket pesawat.
Hal senada diungkapkan General Manager Bandara Minangkabau Dwi Ananda. Menurut dia, jumlah penumpang di Bandara Minangkabau berkurang sedikitnya 2.000 setiap hari sejak Desember 2018.
Tempo mencoba menghubungi Ketua Indonesian National Air Carriers Association (INACA) Ari Askhara dan Sekjen INACA Tengku Burhanuddin untuk menjelaskan terkait harga tiket pesawat mahal tersebut. Namun, hingga berita diturunkan, keduanya belum merespons panggilan maupun pesan singkat dari Tempo.
Adapun Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal Inaca Bayu Sutanto enggan berkomentar terkait harga tiket pesawat yang mahal. "Isunya dah dibahas banyak atau berlebihan 3-4 minggu yang lalu," katanya. Ketika ditanya apakah Kemenhub memanggil maskapai terkait permasalahan tiket pesawat hari ini dan besok, Bayu menjawab, "Enggak ada setahuku."
DIAS PRASONGKO | ANTARA