3 Indikator Kebebasan Pers dan Medali untuk Jokowi
Reporter
Tempo.co
Editor
Juli Hantoro
Minggu, 10 Februari 2019 12:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Medali kemerdekaan pers yang diberikan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2019 kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi menuai kritik.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia Abdul Manan mengatakan pemberian penghargaan pers kepada Jokowi harus melihat pertimbangan atau indikator yang obyektif.
Baca juga: Batalkan Remisi Pembunuh Wartawan, Jokowi: Demi Rasa Keadilan
"Sebab, itu akan memengaruhi kredibilitas medalinya. Kalau medali diberikan dengan argumentasi yang tidak kuat, maka pemberian medali akan dipertanyakan," kata Ketua AJI Indonesia Abdul Manan saat dihubungi, Ahad, 10 Februari 2019.
Abdul berpendapat, sebenarnya ada tiga indikator yang bisa digunakan untuk mengukur antara kebebasan pers dengan pemerintah. Yakni, indikator hukum, politik, dan ekonomi. Jika tiga poin dalam indikator itu sudah bisa dirasakan oleh para jurnalis, maka pemerintah yang mewujudkannya berhak mendapat penghargaan atau medali tersebut.
Namun, nyatanya, AJI melihat sampai sekarang pemerintah belum bisa memenuhi tiga poin indikator tersebut. Ia lantas mencontohkan dari aspek hukum. Dari 10 kasus pembunuhan terhadap jurnalis, baru satu orang yang menjadi dalang atau otak pembunuhan yang dieksekusi.
"Baru kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Narendra Prabangsa yang pelakunya dihukum. Sedangkan yang lain belum bisa diselesaikan oleh pemerintah," ucap Abdul.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menyerahkan medali kemerdekaan pers kepada Presiden Jokowi pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2019 di Surabaya, Sabtu.
"Kami ucapkan selamat dan merupakan bagian dari apresiasi kepada Presiden yang sangat berperan di dunia pers selama ini," kata Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo, yang menyerahkan medali tersebut kepada Presiden, dalam sambutannya.
Medali kemerdekaan pers adalah penghargaan tertinggi dari masyarakat pers kepada perorangan atau lembaga yang dinilai berjasa besar bagi pers.
Presiden Jokowi mengaku bangga menerima penghargaan tersebut. Ia mengatakan pemerintah selama ini menjamin kemerdekaan dan kebebasan pers, termasuk menerima segala kritik konstruktif sebagai bentuk kontrol sosial.
"Saya juga mengajak pers terus meneguhkan jati dirinya sebagai sumber informasi yang akurat dan terpercaya, serta selalu meneguhkan jati dirinya untuk tetap mengedukasi masyarakat," katanya.
Penanggung Jawab HPN 2019 Margiono mengungkapkan alasan penganugerahan medali tersebut. Penghargaan medali Kemerdekaan Pers itu diberikan kepada pejabat tertinggi di negara ini, karena dianggapnya tidak pernah mencederai kebebasan pers.
"Apresiasi ini diberikan kepada pejabat tertinggi di negeri ini lantaran tidak pernah mencederai kemerdekaan pers di negeri ini. Sehingga kemerdekaan pers tetap sehat, positif, dan memiliki masa depan yang lebih baik," kata Margiono.
Kritik atas pemberian penghargaan itu juga disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Ia menganggap pemberian penghargaan kemerdekaan pers kepada Jokowi dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di Surabaya perlu dikritik. Menurut dia, banyak peristiwa yang bertolak belakang dengan penghargaan itu.
Baca juga: Jokowi Batalkan Remisi Pembunuh Wartawan Bali
"Penghargaan terjadi di tengah kembali maraknya fenomena blackout untuk berita-berita yang dinilai bisa merugikan penguasa," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 9 Februari 2019. Ia merujuk pada pemberitaan acara Reuni Alumni 212 di Monumen Nasional akhir tahun lalu.
Politikus Partai Gerindra itu juga menganggap pemberian remisi terhadap otak pembunuhan wartawan Radar Bali membuat geram banyak pihak. Fadli juga menuding sebagian media mainstream saat ini tidak hadir sebagai pengawas jalannya pemerintahan. "Lebih banyak hadir sebagai brosurnya penguasa," tutur dia. "Kita berharap agar pers tak kehilangan fungsi sebagai alat kontrol kekuasaan."