Kontroversi Tabloid Indonesia Barokah di Masa Kampenye Pilpres
Reporter
Tempo.co
Editor
Rina Widiastuti
Minggu, 27 Januari 2019 16:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Republik Indonesia tak mau buru-buru menangani kasus peredaran tabloid Indonesia Barokah. Langkah pertama yang diambil Polri adalah meminta Dewan Pers untuk memberikan penilaian terhadap tabloid yang beredar di Jawa Tengah dan Jawa Barat pada masa kampanye pemilihan presiden ini.
Baca: Polri Tunggu Analisis Dewan Pers Soal Tabloid Indonesia Barokah
"Tabloid Indonesia Barokah merupakan ranahnya Dewan Pers. Jadi, Dewan Pers yang harus berdiri di depan dulu, melakukan assessment terhadap tabloid tersebut," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Ahad, 27 Januari 2019.
Tabloid Indonesia Barokah yang tersebar merupakan edisi pertama dengan tajuk “Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik?”. Halaman depan surat kabar yang tayang pada Desember 2018 itu menampilkan karikatur orang memakai sorban dan memainkan dua wayang. Tabloid tersebut beredar di pesantren dan pengurus masjid di Jawa Tengah dan Jawa Tengah.
Tabloid itu mulanya ditemukan Pengawas Pemilu kecamatan-kecamatan pada 18 Januari 2019. Bawaslu Kabupaten Kuningan melaporkan adanya ratusan tabloid Indonesia Barokah yang disebar ke pesantren dan pengurus masjid di 32 kecamatan. Atas temuan itu, Bawaslu lantas menyita sejumlah tabloid. Tabloid yang sama sudah beredar di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Baca: JK Instruksikan Pengurus DMI Bakar Tabloid Indonesia Barokah
Beredarnya tabloid ini mengingatkan publik pada kasus peredaran tabloid Obor Rakyat pada 2014. Ketika itu, Obor Rakyat yang terbit pertama kali pada Mei 2014 dengan judul halaman muka Capres Boneka, sempat menuai polemik. Saat itu, tabloid ini menampilkan karikatur Joko Widodo, calon presiden saat itu, sedang mencium tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Di dalamnya, redaksi menulis Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing.
Tim Jokowi lantas melaporkan Obor Rakyat ke polisi pada 4 Juni 2014. Kasus ini pun berlanjut ke pengadilan. Pada 22 November 2017 majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Sinung Hermawan menghukum pimpinan tabloid, Setiyardi, dan penulis tabloid tersebut, Darmawan Sepriyosa, masing-masing 8 bulan penjara. Namun Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 1 tahun penjara.<!--more-->
Kepolisian Resor Kota Bekasi telah memastikan alamat yang tertera dalam tabloid Indonesia Barokah, yaitu di Jalan Haji Kerenkemi, Rawa Bacang, Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, adalah fiktif. Kepala Polres Kota Bekasi Komisaris Besar Indarto mengatakan alamat redaksi kantor media tersebut sudah ditelusuri oleh polisi. "Sudah kami cek itu alamatnya enggak ada. Jadi pengirimnya bukan dari Bekasi," kata Indarto saat ditemui di Polda Metro Jaya pada Jumat petang, 25 Januari 2019.
Baca: Polisi Pastikan Alamat Redaksi Tabloid Indonesia Barokah Fiktif
Selain alamat, Indarto mengatakan polisi tak menemukan keberadaan kantor redaksi. Sampai saat ini, polisi mengatakan belum mengetahui distribusi Tabloid Indonesia Barokah yang kemunculannya menggegerkan itu. Kepolisian juga belum memperoleh informasi perihal laporan tabloid yang beredar secara masif di beberapa daerah itu. "Belum ada yang masuk," ujarnya.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah mengecek alamat kantor redaksi yang tercantum dalam tabloid tersebut. Mereka memastikan, tidak ada alamat itu, alias fiktif.
Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menuturkan sejauh ini tidak ditemukan adanya pelanggaran kampanye dalam tabloid Indonesia Barokah. Ia mengatakan Bawaslu Kabupaten Blora, telah membahas dan tidak menemukan adanya penyampaian visi misi dan program dalam konten tabloid yang diduga menyudutkan pasangan calon presiden - wakil presiden nomor urut 02 ini.
"Penyampaian visi, misi, dan program yang bagian dari kampanye tidak kami temukan dalam tabloid itu," kata Ratna saat dihubungi Tempo Jumat 25 Januari 2019. Meski begitu, Bawaslu tetap mengambil langkah untuk mencegah beredarnya tabloid ini.
Bawaslu berkoordinasi dengan PT Pos, dan masjid-masjid agar tidak mengedarkan Tabloid Indonesia Barokah. Selain itu Bawaslu juga berkoordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota, agar cepat tanggap bila mendapatkan laporan.
Stanley memastikan pihaknya akan menyelesaikan analisis konten tabloid Indonesia Barokah secara tuntas pekan depan. Analisis ini ini dilakukan untuk membuktikan kesahihan tabloid itu sebagai produk jurnalistik atau bukan. "Pasti minggu depan, acuan Dewan Pers bukan deadline tapi melewati proses yang ada," kata Stanley saat dihubungi Sabtu, 26 Januari 2019.
Menurut Stanley, berdasarkan hasil analisis sementara, beberapa konten dalam tabloid tersebut menyudutkan salah satu calon kandidat dan wakil presiden 2019. Namun pemberitaannya berbeda dengan konten tabloid Obor Rakyat yang sebagian besar isinya tidak berdasarkan fakta.
Konten tabloid Indonesia Barokah berisi berita-berita yang diterbitkan media lain. "Sebagian isinya fakta tapi tidak ada verifikasi, klarifikasi, dan konfirmasi kepada sumber-sumber yang disebutkan oleh medianya," katanya. Penulis tabloid tersebut, kata dia, tak tercatat pernah mengikuti uji kompetensi wartawan di Dewan Pers.<!--more-->
Stanley mengatakan, timnya tengah menunggu pengurus tabloid memenuhi panggilan Dewan Pers. Setelah itu, mereka akan mengambil tindakan. "Bukan tidak mungkin arahnya adalah kami alan merekomendasikan ini untuk ditangani Polri," katanya.
Baca: 13 Ribu Eksemplar Tabloid Indonesia Barokah Beredar di Jawa Barat
Setelah Dewan Pers melakukan assessment, baru akan diketahui apakah tabloid Indonesia Barokah beserta isinya masuk ke dalam tindak pidana atau tidak. Jika nantinya terbukti memenuhi unsur pidana, kata Dedi, maka akan diserahkan ke Badan Pengawas Pemilu, Polri, dan Kejaksaan. Kepolisian saat ini belum memiliki informasi perihal siapa pemilik tabloid tersebut.
Setelah dianalisis lagi, Dedi menambahkan, jika terbukti ada unsur tindak pidana pemilu, Bawaslu yang akan menyelesaikannya. "Kalau pidana umum, ya polisi yang menyidik, seperti Obor Rakyat yang pernah kami sidik atas rekomendasi Bawaslu," katanya. "Kalau rekomendasi dari Dewan Pers ke kami jelas ada pidananya, kami mainkan."
Sebelumnya, simpatisan Prabowo-Sandiaga, Andi Syamsul Bahri, melaporkan Pemimpin Umum tabloid Indonesia Barokah, Muhammad Zulkarnaen dan Pemimpin Redaksinya, Ikwanudin ke Bareskrim Polri pada Jumat, 25 Januari lalu. Namun, laporan itu ditolak. Petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SKPT) Bareskrim Polri meminta Andi untuk berdiskusi lebih dahulu dengan Direktur Tindak Pidana Umum terkait laporannya tersebut.
Adapun Jokowi mengaku belum membaca tabloid Indonesia Barokah. "Ya, enggak tahu, saya belum pernah baca. Kalau sudah baca baru nanti ngomong, wong ini belum baca," kata Jokowi di lapangan alun-alun Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 25 Januari 2019.
Terkait munculnya tabloid ini jelang pemilihan presiden, Jokowi meminta masyarakat bisa membedakan antara kampanye hitam atau kampanye negatif bahkan fakta. "Saya belum baca. Saya cari, kalau sudah ketemu, baru baca, baru komentar," kata dia.<!--more-->
Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) menginstruksikan kepada pengurus masjid untuk membakar tabloid Indonesia Barokah dan sejenisnya jika sampai masuk ke ranah masjid. "Itu kan melanggar aturan apalagi itu mengirim ke masjid. Saya nanti harap jangan dikirim ke masjid. Semua (tabloid) yang (dikirim) masjid-masjid itu dibakarlah, siapa yang terima itu," kata JK di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu, 26 Januari 2019.
Baca: MUI Kuningan Tolak Tabloid Indonesia Barokah
JK mengimbau agar masjid tidak dijadikan tempat membuat dan menyebarkan hoaks. Ia mengaku sudah memerintahkan para pengurus DMI di berbagai daerah untuk tidak menerima tabloid itu. Menurut JK, konten tabloid itu berbahaya sama seperti tabloid Obor Rakyat yang pernah beredar saat Pemilihan Presiden 2014. "Jangan seperti Obor Rakyat zaman dulu, itu kan masuk penjara. Dihukum itu kan," kata JK.
Menteri Agama Lukman Hakim Saiffudin juga telah mengimbau agar rumah ibadah tidak dijadikan tempat peredaran tabloid politik. Ia mengatakan, rumah ibadah harus dijaga kesuciannya sebagai tempat untuk menjalankan kewajiban beribadah. "Katakanlah, dikotori atau diganggu dengan aktivitas politik praktis, bisa berpotensi membelah jamaah atau umat," kata Lukman di Istana Wakil Presiden pada Jumat, 25 Januari 2019.
ANDITA RAHMA | ROSSENO AJI | FRANCISCA CHISTY ROSANA | FRISKI RIANA | AHMAD FAIZ