Suap PUPR: Bancakan 12 Proyek oleh Perusahaan Kakak Adik
Reporter
Taufiq Siddiq
Editor
Syailendra Persada
Senin, 31 Desember 2018 18:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - DUA perusahaan “kakak-adik” itu diduga menggasak dua belas proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Parahnya salah satu pekerjaan merupakan bagian dari pemulihan pasca tsunami Donggala, Palu. “"KPK mengecam keras dan prihatin karena dugaan suap ini salah satunya berkaitan dengan proyek SPAM di Donggala, Palu yang September lalu terkena bencana," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menelaskan soal suap PUPR ini, Ahad, 30 Desember 2018.
Baca: KPK Menahan 8 Tersangka Kasus Suap Kementerian PUPR
Kedua perusahaan itu adalah PT Wijaya Kusuma Emindo yang menurut situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi perusahaan ini berdiri pada April 1977. Sedangkan sang adik adalah PT Tashida Perkasa yang dari situs sama menyebutkan perusaahan ini didirikan pada Agustus 1977. Saut mengatakan kedua perusahaan ini dimiliki oleh orang yang sama.
Saut menjelaskan KPK mulai bergerak sejak Jumat, 28 Desember 2018, pukul 15.30 WIB. Pertama, tim menciduk Pejabat Pengambil Komitmen (PPK) SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah, di ruang kerjanya di Gedung Satuan Kerja Pengembangan SPAM Strategis Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. "Dalam penangkapan itu, tim menyita barang uang sejumlah 22.100 Dolar Singapura di dalam amplop," kata Saut.
Setelah itu, tim lantas menangkap beberapa orang lagi, yaitu Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis PPK SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahat Simaremare; Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar. "Dari mobil Teuku Moch Nazar, yang terparkir di Gedung PSPAM KPK menyita uang senilai Rp 100 juta dan 3.200 Dolar Amerika," kata Saut.
Kemudian, KPK menangkap PPK SPAM Toba, Donny Sofyan Arifin; staf Satker SPAM Darurat, Dwi Wardhana; Bendahara Satker SPAM Strategis, Asri Budiarti; staf Bendahara Satker SPAM Strategis, Wiwik; Sekretaris Kepala Satker SPAM Strategis, Shelfie Putri Pratama; PPK SPAM Strategis, Diah; dan sopir Kepala Satker SPAM Strategis, Sugianto.
Setelah itu, KPK menangkap dua orang dari pihak swasta di tempat yang sama. Mereka adalah Untung Wahyudi dan Adi Dharma, Direktur PT Wijaya Kusuma Emindo.
Penyidik KPK kemudian menggeledah sejumlah ruangan di Gedung PSPAM itu. Di ruang kerja Dwi Wardhana, KPK menemukan uang RP 636,7 juta. Sedangkan, di ruangan Asri Budiarti, penyidik juga menemukan uang Rp 1.426 miliar, lalu dari Untung Wahidin Rp 500 juta dan 1.000 dolar Singapura. Penyidik KPK juga menyita uang di rumah Wiwik Bendahara senilai RP 706,8 juta.
Setelah melakukan pengembangan secara paralel, KPK menangkap Direktur PT Wijaya Kusuma Yohanes Herman Susanto, Andri dan Dwi di Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Jumat malam, tim dari KPK bergerak kembali ke Kelapa Gading untul menangkap Direktur Utama PT Wijaya Kusuma, Budi Suharto; dan Direktur PT WKE, Lily Sundarsih; Serta Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa, Irene Irma dan sopir Irene, Warso. Selanjutnya, mereka menangkap Direktur PT Tashida Yuliana Enganita Dibyo di Serpong.
Total jenderal, hari itu KPK menangkap 20 orang terkait suap PUPR ini. Namun, setelah menjalani pemeriksaan seharian penuh, KPK hanya menetapkan delapan orang sebagai tersangka suap PUPR.
Mereka adalah, Kepala Satker SPAM Strategis atau Pejabat Pengambil Komitmen (PPK) Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare; PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah; Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar; dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Kemudian, KPK juga menetapkan empat orang sebagai tersangka pemberi suap. Mereka adalah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto; Direktur PT WKE Lily Sundarsih dan Irene Irma; serta Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP),Yuliana Enganita Dibyo.
Bagaimana modus suap dan profil perusahaan penyuap? Baca kelanjutannya
<!--more-->
Saut mengatakan PT Wijaya Kusuma dan Tashida Sejahtera dimiliki oleh satu orang. Jika melihat dari situs Lembaga Penyedia Jasa Konstruksi (LPJK), kedua perusahaan ini beralamat di Kawasan Industri Pulo Gadung. Bahkan alamat dan nomor rukonya pun sama. Berdasarkan data kepengurusan di situs yang sama nama Irene Irma menjabat sebagai direktur di kedua perusahaan tersebut.
Baca: OTT Kementerian PUPR, KPK Duga Bukan Transaksi Pertama
Saut mensinyalir ada perjanjian antara perusahaan penyuap dengan pejabat Kementerian PUPR tentang pembagian proyek. Untuk pekerjaan yang bernilai di atas Rp 50 miliar akan dikerjakan PT Wijaya Kusuma. Sedangkan, yang bernilai di bawah itu akan dikerjakan PT Tahsida Sejahtera.
Berdasarkan pemeriksaan KPK, masing-masing pejabat Kementerian PUPR itu menerima 10 persen dari nilai proyek. Rinciannya, Anggiat Partunggul menerima Rp 350 juta dan US$ 5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur.
Kemudian, Meina Woro Kustinah memperoleh Rp 1,42 miliar dan US Sing 22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa; Teuku Moch Nazar mendapatkan Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Serta Donny Sofyan Arifin Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas perbuatannya itu, para penerima disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
KPK menduga suap PUPR oleh kedua perusahaan ini bukan yang pertama. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan lembaganya akan menelusuri lebih jauh keterlibatan kedua perusahaan ini dalam semua proyek di PUPR.
Jika melihat dari situs LPSE dan LPJK, kedua perusahaan ini memang sudah banyak mengikuti lelang di PUPR. “Kami menduga ini bukan transaksi yang pertama terkait dengan fee proyek penyediaan air minum di yang dikelola Kementerian PUPR,” kata Febri menjelaskan soal pengembangan suap PUPR ini.