Ribut DPT Pemilu yang Belum Berakhir
Reporter
Tempo.co
Editor
Syailendra Persada
Senin, 17 Desember 2018 21:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya mengumumkan perbaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahap kedua. “Jumlah pemilih dalam negeri dan luar negeri telah ditetapkan,” kata Ketua KPU Arief Budiman saat rapat pleno penetapan DPT Hasil Perbaikan 2, di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Sabtu, 15 Desember 2018.
Baca: Akhirnya Disahkan KPU, Berikut Liku-liku DPT Pemilu 2019
Jumlah DPT Pemilu perbaikan kedua ini mencapai 192.838.520, terdiri dari 190.770.329 pemilih di dalam negeri dan 2.058.191 di luar negeri. Penetapan DPT dilakukan setelah melalui proses panjang.
KPU awalnya menetapkan jumlah DPT pada 5 September 2018. Jumlahnya kala itu 187.781.884. Terdiri dari 185.732.093 pemilih dari dalam negeri dan 2.049.791 pemilih di luar negeri. Meski telah menetapkan DPT, KPU memberikan waktu perbaikan selama 10 hari kerja sejak penetapan.
Belakangan kubu calon presiden Prabowo - Sandiaga Uno mengklaim telah menemukan jutaan pemilih ganda dalam DPT itu. Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mustafa Kamal mengatakan ada 25 juta identitas ganda dari 137 juta pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara KPU. Sedangkan Badan Pengawas Pemilu memperkirakan jumlah pemiih ganda dalam DPT ini 2 juta pemilih.
Namun, KPU yakin data pemilih ganda tak sampai 2 persen dari 187 juta. Untuk menyelesaikan masalah ini, KPU, Bawaslu dan partai politik memutuskan mengecek hingga 15 September 2018.
Simak terusannya: Lika-liku penetapan DPT.
<!--more-->
DPT Hasil Perbaikan pertama akhirnya diumumkan pada 16 September 2016. KPU mengumumkan jumlah DPT berkurang 671 ribu dibanding jumlah DPT sebelumnya, menjadi 187.109.973 pemilih. Jumlah pemilih dalam negeri sebanyak 185.084.629, sedangkan luar negeri 2.025.344 pemilih. Rapat pleno memutuskan memperpanjang proses perbaikan selama 60 hari untuk menyempurnakan jumlah DPT.
Di tengah proses perbaikan daftar pemilih, isu DPT siluman kembali merebak. Mulanya, Komisioner Viryan Azis pada 5 Oktober 2018 menyatakan terdapat potensi 31 juta orang yang telah merekam e-KTP belum masuk DPT. Viryan mengatakan data itu berasal dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Komisioner KPU Pramono Ubaid menjelaskan angka itu hasil analisis Kemendagri yang membandingkan DPT KPU per 5 September 2018 sebanyak 185 juta dengan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebanyak 196 juta. Ada 31 juta data pemilih tetap yang belum klop datanya dengan data Kemendagri.
Koalisi pendukung Prabowo - Sandiaga mempertanyakan dugaan 31 juta DPT siluman itu. Mereka menilai data itu aneh karena diserahkan Kemendagri setelah penetapan DPT.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo – Sandiaga, Mustafa Kamal bahkan menuding ada yang menyelundupkan DPT itu. “Kenapa Kemendagri seperti menyelundupkan data belakangan,” kata Mustafa saat menyambangi kantor KPU Pusat, 17 Oktober 2018. KPU menyatakan akan menyisir data itu.
Pada 15 November 2018, KPU kembali menggelar rapat pleno rekapitulasi DPT Hasil Perubahan tahap 2 di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam rapat itu, KPU memutuskan menunda penetapan DPT hingga 30 hari. Data pemilih di 6 provinsi, menurut KPU, masih butuh perbaikan. Adapun hasil sementara rekapitulasi DPT hari itu diumumkan sebanyak 191.237.141 pemilih.
Dalam proses perbaikan dan penyempurnaan DPT, polemik 31 juta DPT masih berlanjut. KPU diminta kubu Prabowo untuk melibatkannya menganalisa data DPT. BPN meminta KPU membuka data 31 juta pemilih tambahan.
Belum kelar urusan verifikasi, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga kembali melaporkan temuan tim mengenai adanya potensi data ganda dalam daftar pemilih tetap atau DPT KPU. Tim menemukan adanya potensi data ganda sebanyak 1,6 juta dalam daftar pemilih tetap atau DPT.
"Sebanyak 1,6 juta itu terbesar ada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Setiap provinsi itu ada, potensi itu apakah benar atau tidak kami serahkan ke KPU," kata Wakil Ketua BPN Prabowo - Sandiaga, Ahmad Muzani di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Desember 2018.
Selain itu, kubu Prabowo - Sandiaga mengusulkan agar semua partai koalisi peserta pemilu bisa mengakses data pemilih untuk verifikasi. KPU hanya mengizinkan parpol mengecek data pemilih dengan merahasiakan 4 digit terakhir NIK.
KPU membahas usulan itu dalam rapat dengan Bawaslu dan perwakilan partai politik pada 13 Desember 2018. Rapat memutuskan untuk membuka data Nomor Induk Kependudukan kepada parpol. Data itu akan dipakai parpol untuk mengecek dan memverifikasi DPT. Hasilnya, KPU menetapkan jumlah DPT pada Pemilu 2019 sebanyak 192,8 juta pada rapat pleno 15 Desember 2018.
Baca kelanjutannya: Meski sudah ditetapkan kubu Prabowo dan Jokowi menerima DPT dengan catatan.
<!--more-->
Meski begitu masalah DPT ini rupanya belum kelar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang ada di kubu Prabowo - Sandiaga mengatakan menerima penetapan tersebut dengan syarat. “Kami sepakat, namun dengan catatan data ini masih dapat diperbaiki,” kata Pipin pada Tempo Senin 17 Desember 2018.
Menurut Pipin, terakhir PKS mengantongi ada sekitar 900 ribu pemilih ganda dalam DPT. Namun sekitar 200 ribu telah berhasil diatasi sehingga sekarang tersisa 700 ribu. Pipin menuturkan data ini pun telah dicek oleh seluruh partai peserta pemilu menggunakan perangkat lunak dan metode yang sudah ditetapkan.
Masalah DPT, kata dia, tidak akan pernah selesai untuk dibahas. Namun, ia mengatakan yang jelas saat ini KPU memerlukan data yang dapat dijadikan acuan untuk mencetak kertas suara.
Pipin menambahkan partainya akan lebih berkonsentrasi pada Daftar Pemilih Khusus (DPK) yang selanjutnya akan dibahas di KPU. “Setelah ini ada pembahasan DPK, kami akan fokus ke situ,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Direktur Departemen Saksi TKN Jokowi-Maruf, I Gusti Putu Artha mengatakan ada empat catatan DPT tersebut. "Pertama, saya tetap berpendapat bahwa ada anomali angka DPT antara yang diumumkan dengan perbandingan DP4," kata Putu. Ia mengatakan DPT lebih rendah dari DP4.
Kedua, kata Artha, terdapat keanehan di angka DPT yang relatif naik sedikit dibandingkan angka DPT 2014. Menurut mantan komisioner KPU tersebut, hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak logis dengan memperhatikan komparasi angka DPT pemilu-pemilu sebelumnya.
"Kedua anomali di atas patut diduga karena aturan baru wajib KTP elektronik. Patut diduga ada banyak warga yang belum melakukan perekaman dan namanya tak muncul sebagai pemilih," ujar Putu Artha.
Terhadap kemungkinan tersebut, TKN mengusulkan dua opsi sebagai berikut. Pertama, jika sebulan sebelum pencoblosan ditemukan fakta begitu banyak pemilih yang tak memiliki hak karena tak ber-KTP harus ada solusi antara Pemerintah dan KPU untuk menyelamatkan pemilih.
"Kedua, harus dipantau kemungkinan kekurangan surat suara di TPS-TPS karena ada kemungkinan banyak pemilih yang belum terdaftar di DPT," ujar dia.
KPU menyatakan pemilih yang belum masuk dalam DPT akan dimasukkan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). “Jadi kalau tidak ada di DPT, di DPTb (Daftar Pemilih Tambahan), maka dia akan dimasukkan ke DPK,” kata Ketua KPU Arief Budiman di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Sabtu, 15 Desember 2018.
Simak: KPU Tegaskan Tak Ada DPT Siluman Menjelang Pilpres
Arief mengatakan calon pemilih yang masuk dalam DPK harus memenuhi sejumlah syarat. Mereka harus membawa identitas asli ke Tempat Pemungutan Suara. Mereka juga hanya bisa memilih di TPS sesuai alamat identitas dan menggunakan hak pilihnya menjelang akhir waktu pemungutan. “Itu regulasinya,” kata dia.
Budiarti Utami Putri, Fikri Arigi, Dewi Nurita
Ikuti perkembangan seputar DPT Pemilu 2019 di Tempo.co