Derita Rohingya, Bangladesh Pun Tak Akui Etnis Mereka

Selasa, 27 November 2018 11:38 WIB

Seorang pengungsi membawa poster saat melakukan aksi protes epatriasi atau pemulangan para pengungsi di kamp Unchiprang di Teknaf, Bangladesh, 15 November 2018. Para pengungsi Rohingya beralasan khawatir keselamatan jiwa raga mereka jika harus kembali ke Myanmar. REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

TEMPO.CO, Jakarta - Pengungsi etnis Muslim Rohingya yang tinggal di sejumlah kamp di Bangladesh melakukan protes menuntut Bangladesh mengakui identitas etnis mereka sebagai Rohingya.

Pengungsi Rohingya juga menuntut agar badan-badan bantuan kemanusiaan berhenti membagikan informasi tentang keluarga mereka kepada Myanmar.

Baca: Unjuk Rasa di Rakhine Tolak Pemulangan Kembali Rohingya

"Istilah Rohingya sangat penting karena kami telah dipersekusi karena identitas kami," kata para pengungsi dalam pernyataan protesnya seperti dikutip dari Reuters, 26 November 2018.

Para pengungsi juga menegaskan istilah Rohingya di Myanmar telah dilarang, tapi tidak seharusnya pula Bangladesh melarang penggunaan kata Rohingya.

Aksi protes pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp di sebelah tenggara Bangladesh membuat sejumlah pasar tutup.

Rohingya yang bekerja dengan lembaga non-pemerintah dan Badan PBB untuk mengurus pengungsi, UNHCR, melakukan boikot dengan tidak masuk kerja.

Baca: 4 Alasan Penolakan Repatriasi Pengungsi Rohingya

Advertising
Advertising

Rohingya menganggap diri mereka sebagai etnis asli di negara bagian Rakhine, namun pemerintah Myanmar dan warga negara itu menolak mengakui sebagai warga negara, karena dianggap imigran ilegal dari wilayah subkontinental India.

Sejak Undang-undang melarang kewarganegaraan untuk Rohingya dan etnis minoritas lainnya terbit pada tahun 1982, banyak Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan.

Pemerintah Myanmar bahkan menolak menggunakan kata Rohingya, sebaliknya menyebut mereka sebagai Bengali.

Baca: Menolak Dipulangkan, Rencana Repatriasi Rohingya ke Myanmar Batal

Unjuk rasa pengungsi Rohingya di Bangladesh terkait pula dengan rencana UNHCR mengumpulkan data biometrik dan menyalinnya sebagai dokumen. Pengungsi Rohingya khawatir aparat UNHCR dan Bangladesh akan membagikan data mereka ke Myanmar, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk menentang mereka.

Perwakilan UNHCR, Firas Al-Khateeb mengatakan, data pengungsi Rohingya dikumpulkan untuk proses verifikasi dengan tujuan membantu Rohingya mendapatkan perlindungan lebih baik dan memastikan akses mereka untuk mendapatkan pelayanan di Bangladesh.

"Ini tidak ada kaitan dengan repatriasi (pemulangan kembali Rohingya ke Myanmar)," kata Al-Khateeb seraya menjelaskan data itu digodok oleh Bangladesh dan UNHCR.

Adapun pengungsi Rohingya menolak rencana pemulangan kembali ke Myanmar kecuali tuntutan mereka dipenuhi yakni mendapatkan keadilan, mendapat status kewarganegaraan Myanmar, dan dapat kembali ke desa mereka dan tanah kelahiran mereka.

Awal pekan ini, sekitar 100 warga Myanmar di Rakhine melakukan unjuk rasa menolak pemulangan kembali etsni Rohingya yang saat ini mengungsi di sejumlah kamp di Bangladesh.

Mereka beralasan sama dengan pemerintah Myanmar bahwa mereka bukan warga Myanmar.

Bangladesh telah mendesak para pengungsi menerima kartu cerdas untuk membantu mengidentifikasi dan mendistribusikan bantuan. Di kartu pintar itu, identitas individu disbeut warga Myanmar yang terpaksa mengungsi. Bangladesh tidak menggunakan kata Rohinbya.

Saat ini sekitar 700 ribu Rohingya menjadi pengungsi di kamp-kamp di Bangladesh setelah militer Myanmar melakukan operasi militer pada Agustus 2017.

Berita terkait

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

3 hari lalu

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

4 hari lalu

5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya

Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

5 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya

Sekolah di Bangladesh Dibuka Kembali Walau Gelombang Panas

7 hari lalu

Sekolah di Bangladesh Dibuka Kembali Walau Gelombang Panas

Perubahan iklim telah berkontribusi pada gelombang panas yang semakin sering, semakin buruk dan semakin panjang selama musim panas di Bangladesh.

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

10 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

12 hari lalu

Perang Saudara Myanmar: Kelompok Perlawanan Tarik Pasukan dari Perbatasan Thailand

Tentara Pembebasan Nasional Karen memutuskan menarik pasukannya dari perbatasan Thailand setelah serangan balasan dari junta Myanmar.

Baca Selengkapnya

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

12 hari lalu

Jenderal Myanmar Menghilang Setelah Serangan Pesawat Tak Berawak

Wakil Ketua Junta Myanmar menghilang setelah serangan drone. Ia kemungkinan terluka.

Baca Selengkapnya

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

14 hari lalu

Ribuan Warga Rohingya Berlindung ke Perbatasan Myanmar-Bangladesh

Ribuan warga etnis Rohingya yang mengungsi akibat konflik di Myanmar, berkumpul di perbatasan Myanmar-Bangladesh untuk mencari perlindungan

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

15 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

16 hari lalu

Pertempuran di Perbatasan Myanmar-Thailand, Pemberontak Targetkan Pasukan Junta

Pertempuran berkobar di perbatasan timur Myanmar dengan Thailand memaksa sekitar 200 warga sipil melarikan diri.

Baca Selengkapnya