Kisruh Soal Beras, Ketika Setiap Pihak Berkukuh Datanya Benar

Rabu, 24 Oktober 2018 16:41 WIB

Aktifitas bongkar muat beras impor dari Vietnan dari kapal Hai Phong 08 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 11 November 2015. Vietnam akan memasok 1 juta ton beras ke Indonesia dengan kualitas 15 persen patahan yang dikirim mulai Oktober tahun ini hingga Maret tahun depan. Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa berharap kisruh data produksi beras yang disebut bermasalah selama 20 tahun belakangan ini dapat segera diselesaikan. "Jangan sampai ini berkelanjutan dan jadi komoditas politik," ujarnya belum lama ini.

Baca: JK: Bukan Hanya Mentan, Saya Juga Salah Soal Data Beras!

Hal senada disampaikan oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati. Ia menilai dengan adanya data pemerintah akurat, maka sebenarnya tidak akan terjadi keterlambatan untuk menentukan apakah harus melakukan impor atau tidak.

Pernyataan ini menanggapi polemik soal data beras yang kembali muncul. Sebelumnya, dalam rapat koordinasi di kantor Wakil Presiden, Senin lalu, BPS merilis proyeksi produksi beras hingga akhir tahun ini sebanyak 32,42 juta ton.

Angka tersebut jauh lebih rendah dibanding penghitungan Kementerian Pertanian, yakni 46,5 juta ton. BPS pun menghitung potensi produksi gabah kering giling (GKG) hingga Desember mencapai 56,54 juta ton, jauh di bawah proyeksi Kementerian Pertanian sebanyak 83 juta ton.

Advertising
Advertising

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan segera merilis detail penghitungan dan data hasil olahan lembaganya hari ini. “Besok (hari ini) akan kami buka,” ujarnya.

Ditemui di kantornya, kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan ada kekeliruan penghitungan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Menurut dia, penghitungan itu tidak mempertimbangkan luas lahan panen yang berkurang. "Luas sawah berkurang terus, tapi tidak dikurangi penghitungan produksinya. Karena itu, data pasokan beras naik terus padahal sebenarnya tidak," tuturnya.

Namun, kata Kalla, kesalahan ini juga melibatkan lembaga lain. “Bukan Menteri Pertanian saja. Kesalahan BPS juga, kesalahan Kementerian Agraria juga, kesalahan bupati. Saya sebagai Wakil Presiden termasuk salah karena tidak segera mengevaluasi,” katanya. Menurut Kalla, data tentang beras sudah keliru sejak 20 tahun lalu.

Untuk menebusnya, kata Kalla, pemerintah memperbaiki metode penghitungan dengan memakai kerangka sampel area (KSA). Metode ini hasil kerja sama BPS, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Kementerian Agraria menghitung luas lahan baku sawah nasional, dibantu oleh BIG dan Lapan. BPS dan BPPT kemudian menghitung luas panen. Dari data tersebut, BPS menghitung produktivitas per hektare lahan dan konversi gabah kering menjadi beras. “Penghitungan ini memakai citra satelit. Setelah itu dicek lagi ke lapangan,” kata Kalla.

Dengan metode tersebut, Kalla mengklaim datanya lebih akurat. Beberapa indikator yang ditetapkan adalah luas lahan baku sawah 7,1 juta hektare dan luas lahan panen tahun ini mencapai 10,9 juta hektare.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, dengan data yang akurat, pemerintah bisa menyusun kebijakan tepat sasaran. “Keputusan bisa diambil tanpa debat dan polemik,” ujarnya.

Sementara itu, Kementerian Pertanian mempertanyakan data produksi beras dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menggunakan metode penghitungan baru. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto, mengatakan belum ada keterangan rinci dari BPS sehingga lembaganya belum menentukan sikap mengenai data terbaru itu. "Kami menunggu keterangan BPS yang lebih detail," kata dia kepada Tempo, kemarin.

Gatot mengaku belum bisa mengambil sikap ihwal perbedaan data tersebut lantaran tak mengetahui detail penghitungan BPS. Salah satunya, kata dia, metode penghitungan data luas panen dan produktivitas per kecamatan. "Selain itu, bagaimana konversi dari gabah kering panen ke gabah kering giling kemudian menjadi beras," ujar dia.

Baca: Beda Jauh Data Produksi Beras dari BPS dengan Kementan, Kok Bisa?

Terkait hal itu, Dwi juga berharap hasil penghitungan terbaru soal beras bisa lebih dipertanggungjawabkan. Dia menilai selama ini metode penghitungan Kementerian Pertanian belum akurat dan kerap ditumpangi berbagai kepentingan. Kondisinya berbeda dengan data terbaru yang minim intervensi. "Misalnya, basis citra satelit relatif minim intervensi."

VINDRY FLORENTIN | ANDI IBNU

Berita terkait

Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan Kasus Eks Dirut Pertamina, Ketahui Pula Soal Saksi Memberatkan Berdasar KUHAP

2 hari lalu

Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan Kasus Eks Dirut Pertamina, Ketahui Pula Soal Saksi Memberatkan Berdasar KUHAP

Jusuf Kalla alias JK menjadi saksi meringankan dalam sidang eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Ketahui pula soal saksi memberatkan dar KUHAP?

Baca Selengkapnya

3 Poin Kesaksian Jusuf Kalla Saat Jadi Saksi Meringankan Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

2 hari lalu

3 Poin Kesaksian Jusuf Kalla Saat Jadi Saksi Meringankan Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Jusuf Kalla atau JK menjadi saksi meringankan dalam sidang eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Ini tiga poin pembelaannya.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan dalam Kasus Eks Dirut Pertamina, Begini Aturan Hukumnya

2 hari lalu

Jusuf Kalla Jadi Saksi Meringankan dalam Kasus Eks Dirut Pertamina, Begini Aturan Hukumnya

Jusuf Kalla alias JK menjadi saksi meringankan dalam sidang kasus dugaan korupsi terdakwa Eks Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.

Baca Selengkapnya

Penyebab Rupiah Melemah, Ini Analisis Direktur Laba Forexindo Berjangka

3 hari lalu

Penyebab Rupiah Melemah, Ini Analisis Direktur Laba Forexindo Berjangka

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memberikan analisis soal nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS belakangan ini.

Baca Selengkapnya

Karen Agustiawan Didakwa Korupsi Pengadaan LNG, Jusuf Kalla Ungkap Faktor yang Bikin Pertamina Merugi

3 hari lalu

Karen Agustiawan Didakwa Korupsi Pengadaan LNG, Jusuf Kalla Ungkap Faktor yang Bikin Pertamina Merugi

Jusuf Kalla mengatakan bila direktur perusahaan harus dihukum karena merugi, maka seluruh BUMN Karya harus dihukum.

Baca Selengkapnya

Bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jusuf Kalla Bingung Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi Pengadaan LNG

3 hari lalu

Bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jusuf Kalla Bingung Karen Agustiawan Bisa Jadi Terdakwa Korupsi Pengadaan LNG

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla mengatakan Karen Agustiawan sebagai Dirut Pertamina menjalankan perintah presiden.

Baca Selengkapnya

Jusuf Kalla Hadir di PN Tipikor, Bersaksi untuk Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

3 hari lalu

Jusuf Kalla Hadir di PN Tipikor, Bersaksi untuk Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla alias JK hadir sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi di Pertamina

Baca Selengkapnya

82 Tahun Jusuf Kalla, Salah Satu Ikon Pengusaha Menjadi Politisi

4 hari lalu

82 Tahun Jusuf Kalla, Salah Satu Ikon Pengusaha Menjadi Politisi

Jusuf Kalla dikenal sebagai pengusaha keturunan Bugis yang memiliki bendera usaha Kalla Group, sebelum menjadi politisi, dua kali sebagai wapres.

Baca Selengkapnya

JK Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan di Sidang Korupsi LNG Pertamina Hari Ini

4 hari lalu

JK Jadi Saksi Meringankan Karen Agustiawan di Sidang Korupsi LNG Pertamina Hari Ini

Jusuf Kalla alias JK akan bersaksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) dengan terdakwa eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Baca Selengkapnya

82 Tahun Jusuf Kalla, Melihat Kembali Jejak Politik JK Wakil Presiden di 2 Pemerintahan

4 hari lalu

82 Tahun Jusuf Kalla, Melihat Kembali Jejak Politik JK Wakil Presiden di 2 Pemerintahan

Rabu, 15 Mei 2024, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla genap berusia 82 tahun. Ini perjalanan politik JK.

Baca Selengkapnya