Jenderal Top Myanmar Angkat Bicara Soal PBB, Tolak Diadili?
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 25 September 2018 12:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing akhirnya angkat bicara setelah masyarakat internasional dan PBB menuding lembaga yang dipimpinnya diduga kuat sebagai pelaku genosida dan pembersihan etnis terhadap Muslim minoritas Rohingya.
Jenderal senior Hlaing memperingatkan PBB dan masyarakat internasional untuk tidak ikut campur dengan urusan dalam negeri Myanmar sebagai negara berdaulat.
Baca: Panglima Militer Myanmar Peringatkan PBB Soal Rohingya
"Karena negara-negara memiliki standar dan norma yang beragam, maka negara, organisasi atau kelompok berhak untuk mencampuri dan membuat keputusan atas kedaulatan satu negara," tegas jenderal Hlaing saat berkometnar di situsnya dalam bahasa Inggris, seperti dikutip dari Reuters, 24 September 2018
Hlaing tidak merinci tentang peringatannya itu. Namun, media internasional mengaitkan pernyataan Hlaing dengan hasil penyelidikan tim pencari fakta PBB tentang kejahatan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Rohingya Agustus tahun 2017.
Hasil kerja tim pencari fakta PBB setebal 444 halaman, menurut The Japan Times, dilakukan dengan a menggali informasi ke lapangan. PBB menyebut Hlaing dan lima jenderal lainnya sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan dan genosida atas tuduhan pembunuhan massal dan pemerkosaan oleh kelompok gangster terhadap Rohingya.
Baca: Investigasi Reuters: Cerita Pembantaian 10 Muslim Rohingya
Selain PBB, investigasi atas dugaan kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya juga dilakukan oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Amnesty International, dan media internasional. Hasil investigasi mereka dan PBB tak jauh berbeda.
Dukungan terhadap Rohingya pun mengalir dari berbagai penjuru dunia. Mereka mendukung tim pencari fakta PBB. Parlemen Kanada misalnya, secara bulat mendeklarasikan bahwa militer Myanmar melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya.
"Mengakui bahwa kejahatan terhadap Roohingya merupakan genosida," ujar legislator Kanada, seperti dikutip dari Aljazeera, 21 September 2018.
<!--more-->
Parlemen Kanada pun mendesak Dewan Keamanan PBB untuk membawa kasus ini ke Pengadilan Pidana Internasional untuk mengadili para jenderal Myanmar yang terlibat kejahatan genosida terhadap Rohingya.
Baca: PBB Minta Militer Myanmar Dihapus dari Kegiatan Politik
Amerika Serikat merancang sanksi untuk Myanmar. Hal senada dilakukan Uni Eropa.
Akankah para jenderal Myanmar ini dapat dimintai pertanggungjawabannya?
Myanmar merupakan anggota PBB, namun bukan anggota ICC. Sehingga muncul kekhawatiran ICC akan sulit membawa para pelaku kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya untuk dimintai pertanggungjawaban.
Namun, ICC telah menegaskan bahwa dirinya berwenang mengadili para pelaku kejahatan kemanusiaan yang dialami Rohingya. Pengusiran secara besar-besaran etnis Rohingya dari Myanmar dan lebih dari 700 ribu Rohingya jadi pengungsi di Bangladesh dianggap sebagai pintu masuk ICC mengadili para jenderal Myanmar itu.
Bangladesh merupakan anggota ICC. Dengan begitu, ICC dan PBB diperkirakan akan menjadikan Bangladesh sebagai pihak yang akan membawa kasus Rohingya ke pengadilan. Meski tidak mudah bagi ICC dan PBB untuk mewujudkan hal ini.
Jaksa ICC, Fatau Bensouda berargumen, pengusiran Rohingya dari tempat tinggal mereka sebagai kejahatan perbatasan dapat menjadi alasan ICC untuk mengadili para jenderal Myanmar berdasarkan temuan tim pencari fakta PBB, yang satu di antaranya adalah jendeal Min Aung Hlaing.