Putusan MA Soal Caleg Eks Napi Korupsi Dinilai Melanggar UU MK

Minggu, 16 September 2018 17:53 WIB

Ketua KPU Arief Budiman (kanan) memantau perbaikan data pendaftaran Caleg dari partai Garuda untuk pemilu 2019 di KPU, Jakarta Pusat, 31 Juli 2018. KPU memberi batas waktu hingga 31 Juli 2018 sampai pukul 24.00 WIB bagi sejumlah parpol yang ingin memperbaiki data bakal pendaftaran Caleg untuk DPR RI sampai DPRD provinsi/kabupaten/kota. TEMPO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 mengenai larangan eks napi korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan hukum.

"Putusan MA itu bertentangan dengan Pasal 55 Undang-Undang MK (Mahkamah Konstitusi)," katanya melalui sambungan telepon kepada Tempo, Ahad, 16 September 2018.

Baca: Perludem Minta Parpol Coret Caleg Mantan Napi Korupsi

MA mengabulkan gugatan terhadap PKPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai caleg. MA menilai PKPU yang melarang mantan narapidana narkoba, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan mantan koruptor menjadi caleg tersebut bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurut Feri, MA seharusnya menunda putusan judicial review terhadap PKPU sesuai dengan Undang-Undang MK. Sebab, kata dia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu saat ini tengah dalam masa uji materi di MK. "Kalau ada pengujian peraturan di bawah undang-undang yang berkaitan dengan undang-undang yang sedang di uji di MK, maka itu ditunda dulu sidangnya di MA," ujarnya.

Advertising
Advertising

Undang-undang yang dimaksud Feri adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang MK. Pasal 55 undang-undang ini berbunyi, "Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi."

Baca: Pengamat: Publik Berhak Mendapat Caleg Bersih dan Berintegritas

Feri mengatakan putusan MA yang bertentangan dengan Undang-Undang MK itu menjadi tak absah karena cacat administratif. Selain itu, dia melanjutkan, dalam hukum tata negara, putusan MA itu harus dianggap batal demi hukum. "Maksudnya batal demi hukum, putusan itu dianggap tidak pernah ada," ucapnya.

Di sisi lain, Feri menilai putusan MA membatalkan PKPU ini juga tak berlaku seketika. Menurut dia, masih ada waktu 90 hari bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengabaikan putusan MA. "Itu artinya, secara substansi, PKPU masih bisa dijalankan lebih-kurang tiga bulan," tuturnya.

Adapun KPU selaku pembuat PKPU tersebut belum mengambil sikap terkait dengan putusan MA tersebut. Alasannya, KPU belum menerima salinan putusan itu.

Baca: Jokowi Minta Masyarakat Hormati Putusan MA Soal Eks Napi Korupsi

Komisioner KPU Viryan mengatakan pihaknya akan menggelar rapat pleno untuk membahas putusan MA tersebut. Selain itu, kata dia, KPU terus mencari alternatif lain agar masyarakat mengetahui keberadaan caleg eks napi korupsi tersebut saat pemilihan legislatif. Salah satu alternatifnya adalah menandai caleg eks napi korupsi di kertas suara. "Itu alternatif-alternatif yang sedang ditimbang. Setidaknya, jika nanti tidak bisa di kertas suara, dibuat di TPS (tempat pemungutan suara)," tuturnya.

Usul tersebut didukung Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, mengatakan usul itu perlu direalisasi jika partai tetap ngotot mendaftarkan mantan napi koruptor sebagai caleg.

Menurut Fadli, wacana yang juga pernah disuarakan Presiden Joko Widodo itu masih bisa dilakukan KPU agar semangat antikorupsi dalam pemilu tetap berjalan. "Masih ada waktu bagi KPU untuk mendesain surat suara dengan menandai caleg yang napi koruptor," katanya.

Baca: Daftar 38 Caleg Eks Napi Korupsi yang Diloloskan Bawaslu

Di sisi lain, sejumlah partai yang mendaftarkan caleg eks napi korupsi ada yang tetap berpatokan pada PKPU. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan partainya tetap konsisten tak akan mencalonkan caleg berstatus mantan napi korupsi meski MA telah memperbolehkannya. "Kalau dari Demokrat, posisi kami tetap di awal, ke depan semuanya bersih," ujarnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hendrawan Supratikno lebih memilih menyerahkan pilihan kepada rakyat, apa pun kebijakan yang akhirnya diambil. Ia berpendapat masyarakat sudah cerdas menilai apakah citra sebagai bekas napi korupsi ikut menentukan terpilih atau tidaknya caleg yang bersangkutan. "Kita harus menghargai orang yang sudah menjalani hukuman kan sudah membayar sanksi hukum atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Di pileg (pemilihan anggota legislatif), biarlah rakyat yang menilai," ucapnya.

Berita terkait

Ditanya soal Revisi UU MK, Jokowi: Tanya DPR

4 jam lalu

Ditanya soal Revisi UU MK, Jokowi: Tanya DPR

Presiden Jokowi tidak banyak berkomentar mengenai revisi UU MK yang disepakati untuk dibahas bersama pemerintah dan DPR

Baca Selengkapnya

MK Batasi Maksimal 5 Saksi dan 1 Ahli yang Dihadirkan di Sidang Sengketa Pileg

6 jam lalu

MK Batasi Maksimal 5 Saksi dan 1 Ahli yang Dihadirkan di Sidang Sengketa Pileg

MK membatasi saksi dan ahli yang dihadirkan di agenda pembuktian sidang sengketa Pileg.

Baca Selengkapnya

Momen KPU Tegur Kuasa Hukumnya karena Salah Baca Keterangan di Sidang MK Hari Ini

8 jam lalu

Momen KPU Tegur Kuasa Hukumnya karena Salah Baca Keterangan di Sidang MK Hari Ini

Komisioner KPU RI Idham Holik menegur kuasa hukumnya, Hanter Oriko Siregar, dalam sidang sengketa Pileg 2024 di Gedung MK hari ini

Baca Selengkapnya

KPU Sebut Dokumen yang Digunakan Golkar di Sengketa Pileg DPRD Tanjung Pinang Tidak Valid

9 jam lalu

KPU Sebut Dokumen yang Digunakan Golkar di Sengketa Pileg DPRD Tanjung Pinang Tidak Valid

KPU menyanggah dokumen yang menjadi dasar Golkar dalam mendalilkan selisih suara pada pemilu anggota DPRD Kota Tanjung Pinang dapil Tanjung Pinang 4.

Baca Selengkapnya

KPU Bantah Gugatan NasDem soal Penggelembungan Suara PDIP di Sumut

23 jam lalu

KPU Bantah Gugatan NasDem soal Penggelembungan Suara PDIP di Sumut

NasDem mengungkapkan salah satu penyebab perolehan suara mereka berkurang karena KPU salah mengisi jumlah suara sah mereka.

Baca Selengkapnya

KPK Ungkap Alasan Belum Tahan Windy Idol di Kasus TPPU Hasbi Hasan

1 hari lalu

KPK Ungkap Alasan Belum Tahan Windy Idol di Kasus TPPU Hasbi Hasan

Windy Idol berstatus sebagai tersangka TPPU sejak Januari 2024.

Baca Selengkapnya

Eksepsi Eks Hakim Agung Gazalba Saleh Soal Dakwaan Terima Uang Rp 37 Miliar untuk Penanganan PK di MA

1 hari lalu

Eksepsi Eks Hakim Agung Gazalba Saleh Soal Dakwaan Terima Uang Rp 37 Miliar untuk Penanganan PK di MA

Mantan hakim agung MA Gazalba Saleh memberikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa KPK soal penerimaan uang Rp 37 miliar.

Baca Selengkapnya

Partai Buruh Bakal Gugat Aturan Pencalonan Pilkada ke MK

2 hari lalu

Partai Buruh Bakal Gugat Aturan Pencalonan Pilkada ke MK

Pasal tersebut dianggap membatasi hak bagi parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD untuk mengusulkan pasangan calon di pilkada.

Baca Selengkapnya

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat soal Revisi UU MK Pekan Depan

2 hari lalu

Pemerintah dan DPR Bakal Rapat soal Revisi UU MK Pekan Depan

Hal yang krusial dari revisi UU MK ini adalah mengenai peralihan hakim Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya

Ketua KPU RI Disebut Ajarkan Parpol Mengakali Putusan MK Nomor 12

3 hari lalu

Ketua KPU RI Disebut Ajarkan Parpol Mengakali Putusan MK Nomor 12

Pernyataan Ketua KPU RI dinilai sebagai desain baru untuk mengamankan kedudukan caleg terpilih dalam pemilu yang menjadi peserta Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya