Alasan 3 Provinsi Ini Jadi Lumbung Suara dalam Pilkada 2018
Reporter
Hussein Abri
Editor
Elik Susanto
Selasa, 26 Juni 2018 18:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Partai politik menjadikan sejumlah provinsi sebagai lumbung utama suara dalam pilkada 2018. Provinsi itu antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dalam pemilihan kepala daerah di sini, parpol menjadikan momentum untuk menguji efektivitas “mesin pemenangan” dalam menghadapi pemilihan presiden atau pilpres 2019.
Salah satu Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menuturkan hasil pilkada serentak akan dijadikan pertimbangan partai ataupun calon presiden dalam menentukan koalisi. “Peta daerah yang dimenangi PDIP ataupun partai lain akan dibahas bersama partai-partai pendukung Joko Widodo (Jokowi),” katanya, Senin, 25 Juni 2018.
Baca: SMRC dan Roda Tiga Konsultan Prediksi Kemenangan Khofifah-Emil
Menurut Hendrawan, PDIP memberikan perhatian khusus terhadap pilkada kali ini. Partai tersebut mengincar kemenangan di banyak daerah, terutama wilayah lumbung suara, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketiga provinsi tersebut memiliki sekitar 88,8 juta pemilih atau 47,6 persen dari 186,4 juta pemilih dalam pilpres 2019.
Politikus Gerindra, Andre Rosiade, berpendapat serupa. Dia menyebutkan pilkada 2018 merupakan perhelatan politik terakhir yang menjadi ukuran dan bahan evaluasi menjelang pilpres 2019. “Setelah pilkada, kami akan tahu tingkat efektivitas mesin partai dan apa saja yang perlu diperbaiki untuk pilpres 2019,” ujarnya.
Salah satu contoh pengujian efektivitas mesin partai, menurut Andre, bisa dilihat di pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah. Di kedua provinsi itu, Gerindra mengusung figur yang awalnya kurang dikenal publik, Sudrajat, di Jawa Barat dan Sudirman Said di Jawa Tengah. Elektabilitas kedua calon tersebut di bawah calon inkumben. “Tapi kami percaya isu strategis yang kami pakai bisa menarik suara,” ucapnya.
Pengukuran efektivitas mesin partai, Andre melanjutkan, juga dilakukan dengan menjalankan gerilya dari rumah ke rumah. Strategi ketuk pintu untuk meyakinkan pemilih bahkan terus dijalankan para saksi Gerindra menjelang hari pencoblosan, besok. “Ini juga salah satu metode mengukur mesin partai,” tuturnya.
Atmosfer pilpres memanas sejak awal tahun lalu meskipun pemilihan baru berlangsung pada 17 April 2019. Partai-partai terbelah menjadi tiga kelompok. PDIP, Golkar, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, dan Hanura mengusung Presiden Jokowi. Sedangkan Gerindra mencalonkan ketua umumnya, Prabowo Subianto. Adapun Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menentukan sikap.
Partai-partai pun terus menggodok peluang koalisi untuk mendaftarkan calon presiden dan wakil presiden pada 4-10 Agustus mendatang. Koalisi dibutuhkan karena tak ada partai yang lolos syarat pencalonan presiden, yakni memiliki 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 suara sah nasional.
Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menuturkan koalisi yang terbentuk dalam pilkada juga bakal menentukan siapa yang diuntungkan dalam pilpres. CSIS mencatat Gerindra, PKS, dan PAN lebih banyak berkoalisi dalam pilkada ketimbang partai pendukung pemerintah. “Kalau koalisi itu menang akan mempengaruhi partai,” katanya.
Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur disebut lumbung suara dalam pilkada 2018 karena secara nasional total pemilihnya 88,8 juta orang atau 47,6 persen dari calon pemilih dalam pemilihan umum 2019. Lembaga survei memetakan elektabilitas calon presiden 2019 berdasarkan pasangan calon kepala daerah yang dipilih.
Jawa Barat
SMRC (21 Mei-1 Juni 2018)
Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum
Jokowi : 51,7 persen
Prabowo : 39,7 persen
Tidak menjawab: 8,6 persen
Tb. Hasanudin-Anton Charliyan
Jokowi : 75,6 persen
Prabowo : 17,1 persen
Tidak menjawab: 7,3 persen
Sudrajat-Ahmad Syaikhu
Jokowi : 17,8 persen
Prabowo : 70,8 persen
Tidak menjawab: 11,1 persen
Deddy Mizwar-Dedy Mulyadi
Jokowi : 51,9 persen
Prabowo : 37,7 persen
Tidak menjawab: 10,4 persen
Charta Politika (23-29 Mei)
Joko Widodo : 46,1 persen
Prabowo : 40,5 persen
Tidak menjawab: 13,4 persen
Indo Barometer (7-13 Juni)
Jokowi : 33,6 persen
Prabowo : 22,8 persen
Calon lain : 3 persen
Tidak menjawab: 40,6 persen
Jawa Tengah
SMRC (21 Mei-1 Juni)
Ganjar Pranowo-Taj Yasin
Jokowi : 80,3 persen
Prabowo : 13 persen
Tidak menjawab: 6,6 persen
Sudirman Said-Ida Fauziyah
Jokowi : 61,6 persen
Prabowo : 31,4 persen
Tidak menjawab: 7,0 persen
Charta Politika (23-29 Mei)
Jokowi : 67,3 persen
Prabowo : 11,2 persen
Tidak menjawab: 21,5 persen
Indo Barometer (7-13 Juni)
Jokowi : 71 persen
Prabowo : 11,6 persen
Calon lain : 2,8 persen
Tidak menjawab: 14,6 persen
Jawa Timur
SMRC (21 Mei-1 Juni)
Khofifah Indar Parawangsa-Emil Dardak
Jokowi : 60,9 persen
Prabowo : 30,2 persen
Tidak menjawab: 9 persen
Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno
Jokowi : 62,3 persen
Prabowo : 27,1 persen
Tidak menjawab: 10,5 persen
Charta Politika (23-29 Mei)
Jokowi : 53,4 persen
Prabowo : 33,6 persen
Tidak menjawab: 12,9 persen
Indo Barometer (29 Januari-4 Februari)
Jokowi : 56,5 persen
Prabowo : 22 persen
Calon lain : 5,4 persen
Tidak menjawab: 16,3 persen