Perang Dagang Amerika dan Cina Berlanjut, Dampak ke Indonesia?

Editor

Budi Riza

Selasa, 19 Juni 2018 09:26 WIB

Presiden Donald Trump bersalaman dengan Presiden Cina Xi Jinping, saat upacara penyambutan di Beijing, Cina, 9 November 2017. REUTERS/Thomas Peter

TEMPO.CO, Washington – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 10 persen untuk impor barang dari Cina senilai US$ 200 miliar atau sekitar Rp 2.800 triliun.

Pernyataan Trump pada Senin, 18 Juni 2018, ini meningkatkan ketegangan terhadap terjadinya perang dagang berskala besar dengan Beijing.

Baca:
Cina Minta AS Tidak Naikkan Tarif Impor atau...
Perang Dagang Amerika-Cina, Begini Strategi agar Ekspor Meningkat

Trump mengatakan ini merupakan balasan atas keputusan Cina, yang mengenakan kenaikan tarif impor senilai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 705 triliun. Sebelumnya, pemerintah Cina mengatakan ikut menaikkan tarif impor barang dari Amerika sebagai balasan atas keputusan Trump menaikkan tarif impor dari negara ekonomi terbesar kedua itu dengan nilai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 705 triliun atau dengan nilai sama.

“Setelah semua proses legal selesai, tarif ini akan berlaku jika Cina menolak mengubah praktik dagangnya, juga jika Cina berkukuh melanjutkan tarif baru impor yang baru saja diumumkannya,” kata Trump, seperti dilansir Reuters, Senin.

Advertising
Advertising

Baca:
Perang Dagang Dimulai, Cina Balas Tarif Impor Amerika
Perang Dagang Amerika - Cina, Defisit Dagang Rp 5,200 Triliun

Amerika mengalami defisit perdagangan dengan Cina senilai US$ 375 miliar atau sekitar Rp 5.300 triliun pada 2017. Trump ingin mencukur defisit ini U$ 200 miliar hingga 2020.

Mengenai perang dagang antara Amerika dan Cina itu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ini bisa menjadi peluang bagi ekonomi Indonesia untuk meraup keuntungan.

"Perang dagang tidak selalu berita jelek. Kalau kita bisa menghasilkan produk yang dibikin Cina dan bea masuk kita lebih murah, pasti akan untung," ujarnya di Kompleks Widya Chandra, Sabtu, 16 Juni 2018.

Namun Darmin melihat kedua negara itu pasti tidak akan tinggal diam bila ekspornya terganggu. Mereka pasti akan mencari pasar baru untuk menjual komoditasnya, yang terhambat penjualannya karena kenaikan tarif impor oleh Amerika dan Cina.

Soal ini, ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira, mengatakan perang dagang itu bisa berdampak pada defisit neraca perdagangan di Tanah Air.

“Kondisi ini bisa berakibat pada defisit neraca perdagangan terganggu hingga akhir semester kedua 2018,” ucapnya kepada Tempo, Senin.

Bhima mengatakan beberapa dampak yang sudah mulai terasa antara lain lesunya ekspor produk kelapa sawit, yang merupakan produk unggulan. Pada kuartal pertama, ekspor sawit turun 17 persen dibanding periode sama pada 2017.

Ini terjadi karena beberapa negara pembeli sawit memilih kebijakan yang lebih proteksionis untuk kepentingan domestiknya. Amerika, misalnya, menaikkan bea masuk produk biodiesel. Ini juga terjadi di Eropa dengan beberapa retailer melarang penjualan minyak kelapa sawit.

"Lalu India juga ikut-ikutan meningkatkan bea masuk antidumping-nya untuk produk kelapa sawit gitu," tutur Bhima.

Produk lain yang terganggu akibat perang dagang itu adalah produk di sektor otomotif. Menurut Bhima, ekspor Indonesia ke beberapa negara, seperti Vietnam, juga secara tidak langsung ikut terganggu. Lalu ekspor besi baja dan aluminium ke Amerika juga bisa terganggu akibat perang dagang itu.

Selain lesunya sektor ekspor, Bhima mengatakan perang dagang juga berdampak meningkatnya impor Indonesia. Sebab, kata dia, Indonesia dianggap sebagai pasar untuk pelampiasan ekspor dari negara yang terkena dampak perang dagang.

"Jadi siap-siap kalau Cina susah masuk ke Amerika, dia akan banting setir ekspor ke negara lain. Pasar Indonesia besar, tentu Indonesia akan terkena dampak," katanya. Bhima mengaku merasa khawatir ini bisa memicu meningkatnya neraca perdagangan karena impor Indonesia bisa naik.

Perang dagang ini mulai terdengar gaungnya pada Maret 2018 ketika Trump mengancam akan mengenakan kenaikan tarif impor untuk berbagai produk dari Cina, seperti elektronik. Cina sempat mengancam balik akan melakukan hal yang sama.

Kedua negara lalu berunding beberapa kali untuk mencari solusi. Isu ini sempat mereda pada awal Mei ketika Cina berjanji akan membeli sekitar US$ 70 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun produk pertanian dari Amerika. Namun ketegangan kembali muncul setelah pada pekan lalu Trump mengancam mengenakan tarif impor 10-25 persen untuk produk impor senilai US$ 50 miliar atau sekitar Rp 705 triliun dari Cina.

Berita terkait

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

4 jam lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

13 jam lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

16 jam lalu

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Jalan Raya di Cina Ambles, Sedikitnya 48 Orang Tewas

17 jam lalu

Jalan Raya di Cina Ambles, Sedikitnya 48 Orang Tewas

Korban tewas akibat amblesnya jalan raya di Cina selatan telah meningkat menjadi 48 orang

Baca Selengkapnya

Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia

17 jam lalu

Kontrak Freeport Diperpanjang hingga 2061, Bahlil: Kita Kembalikan Milik Orang Indonesia

Pemerintah bakal memperpanjang kontrak PT Freeport hingga 2061. Menteri Bahlil Lahadalia klaim Freeport sudah jadi perusahaan milik Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Uber 2024: Tim Bulu Tangkis Putri Cina dan Jepang Bakal Duel di Semifinal

18 jam lalu

Hasil Piala Uber 2024: Tim Bulu Tangkis Putri Cina dan Jepang Bakal Duel di Semifinal

Tim bulu tangkis putri Cina dan Jepang melenggang mulus ke semifinal Uber Cup atau Piala Uber 2024.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

18 jam lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

Amnesty International Temukan Pasokan Teknologi Pengawasan dan Spyware Masif ke Indonesia

19 jam lalu

Amnesty International Temukan Pasokan Teknologi Pengawasan dan Spyware Masif ke Indonesia

Amnesty International menyiarkan temuan adanya jaringan ekspor spyware dan pengawasan ke Indonesia.

Baca Selengkapnya

Belanda Jajaki Peluang Kerja Sama di IKN

1 hari lalu

Belanda Jajaki Peluang Kerja Sama di IKN

Sejumlah perusahaan dan lembaga penelitian di Belanda, telah memberikan dukungan kepada Indonesia, termasuk terkait IKN

Baca Selengkapnya

Filipina Salahkan Beijing karena Memancing Ketegangan di Laut Cina Selatan

1 hari lalu

Filipina Salahkan Beijing karena Memancing Ketegangan di Laut Cina Selatan

Manila menuduh penjaga pantai Cina telah memancing naiknya ketegangan di Laut Cina Selatan setelah dua kapalnya rusak ditembak meriam air

Baca Selengkapnya