Bank Indonesia Beri Sinyal Kenaikan Suku Bunga Sekali Lagi
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Dewi Rina Cahyani
Kamis, 17 Mei 2018 20:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal akan ada kenaikan suku bunga acuan lagi hingga akhir tahun. Hal ini dilakukan guna menyesuaikan sejumlah risiko perekonomian global yang mungkin terjadi seperti kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan imbal hasil surat utang Amerika Serikat.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyebutkan ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali hingga akhir tahun ini. Karena itu, kata Agus, BI akan terus memonitor perkembangan ekonomi dan siap menempuh langkah-langkah yang lebih kuat guna memastikan stabilitas makroekonomi tetap terjaga.
"Termasuk jika harus menyesuaikan 7-Day Repo Rate, kami tidak ragu melakukan itu jika dibutuhkan," ujarnya di kantornya, Kamis, 17 Mei 2018.
BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari level 4,25 persen menjadi 4,5 persen dalam rapat Dewan Gubernur BI bulan ini. Kebijakan tersebut ditempuh sebagai bagian dari bauran kebijakan BI untuk menjaga stabilitas perekonomian di tengah berlanjutnya peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia dan penurunan likuiditas global.
Menurut Agus, keputusan itu diambil setelah melalui berbagai pertimbangan dan kajian dalam rapat Dewan Gubernur selama dua hari pada 16-17 Mei 2018. "Memang secara umum kebijakan ini diambil setelah dilakukan kajian dua hari. Untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian pasar global dan rebalancing likuiditas, BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan," ujarnya.
Selain itu, untuk menjamin stabilitas makroekonomi, BI melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar. "Kebijakan tersebut ditopang oleh pelaksanaan operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas, baik di pasar valas maupun pasar uang," ucapnya.
Bank Indonesia juga menerapkan kebijakan makroprudensial, di antaranya dengan tetap mempertahankan countercyclical capital buffer (CCB) nol persen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan.
Koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait juga terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat implementasi reformasi struktural. Bank Indonesia memandang bauran kebijakan yang telah ditempuh sebelumnya dan respons saat ini konsisten dengan upaya menjaga inflasi agar tetap berada dalam kisaran sasaran 3,5±1 persen pada 2018 dan 2019 serta mengelola ketahanan sektor eksternal.
"Ke depan, BI akan terus memonitor perkembangan ekonomi dan siap menempuh langkah-langkah yang lebih kuat guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi," tutur Agus.
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, sudah memprediksi BI bulan ini akan menaikkan bunga acuan ke level 4,50 persen. Kenaikan bunga acuan susulan diprediksi kembali terjadi pada Juni nanti untuk mengantisipasi kenaikan bunga acuan bank sentral Amerika, The Fed. “Naik lagi 25 bps, jadi sampai akhir tahun bisa di level 4,75 persen,” katanya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 17 Mei 2018.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Gajah Mada Tony Prasetiantono juga mengatakan BI selayaknya menaikkan suku bunga acuan perlahan-lahan. "Selayaknya dinaikkan 25 basis poin. Kalau langsung 50 bps terlalu tinggi. Nanti dikira panik," ujarnya di Jakarta, Rabu, 9 Mei 2018.
Belakangan, pertumbuhan ekonomi Amerika yang cukup kuat dan kondisi neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit pada April 2018 mendorong terjadinya aksi jual rupiah, yang menyebabkan depresiasi nilai tukar USD/IDR 1,80 persen dalam sebulan terakhir. Sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah ini menimbulkan tekanan bagi Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan 7-Days Reverse Repo Rate, terutama dari pelaku di pasar valas dan perbankan