Permintaan Wiranto pada KPK, Intervensi atau Demi Stabilitas?
Reporter
Sunu Dyantoro
Editor
Yudono Yanuar
Rabu, 14 Maret 2018 12:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Permintaan Menko Polhukam Wiranto agar KPK tidak mengumumkan status tersangka pada calon kepala daerah sampai proses pilkada selesai, menjadi kontroversi. Sebagian menilai permintaan itu sebagai intervensi pemerintah terhadap KPK, namun pemerintah menyatakan permintaan itu demi menjaga stabilitas keamanan di daerah.
Komisi Pemberantasan Korupsi diminta tetap menindaklanjuti kasus dugaan korupsi yang melibatkan para calon kepala daerah di pilkada 2018. Langkah ini dilakukan untuk smenjamin prinsip persamaan di mata hukum.
"Agar KPK tetap pada tugas pokok dan fungsinya dalam melaksanakan prinsip-prinsip equality before the law," kata koordinator investigasi Center for Budget Analysis, Jajang Nurjaman, dalam keterangan tertulis, Selasa, 13 Maret 2018.
Baca juga: Wiranto Persilakan KPK Umumkan Peserta Pilkada Tersangka Korupsi
KPK sendiri menolak permintaan Wiranto itu. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan lembaganya tak bisa menghentikan proses hukum kasus korupsi yang telah memiliki bukti kuat.
Menurut Saut, ketimbang meminta KPK menunda mengumumkan tersangka calon kepala daerah, pemerintah lebih baik menyiapkan perangkat hukum untuk mengantisipasi jika ada kandidat yang terlibat kasus korupsi. “Membangun peradaban hukum harus berkualitas cara-caranya. Lebih baik pemerintah membuat perpu (peraturan pengganti undang-undang) yang mengatur penggantian calon yang terjerat pidana,” kata Saut di Jakarta, seperti dimuat Koran Tempo, Rabu, 14 Maret 2018.
Permintaan penundaan penetapan calon kepala daerah itu diungkapkan oleh Wiranto, Senin lalu, seusai rapat koordinasi khusus pilkada 2018. Rapat di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu diikuti Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Abhan.
“Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon, kami minta ditunda dululah, ya. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi atau tersangka,” kata Wiranto.
Beberapa jam sebelum rapat itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan sejumlah calon kepala daerah bakal jadi tersangka. “KPK akan mengumumkan sejumlah nama inkumben yang maju dalam pilkada serentak 2018 sebagai tersangka korupsi,” kata Agus.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penundaan itu merupakan langkah pemerintah untuk menjaga stabilitas agar pilkada serentak berlangsung damai. Pemerintah, kata Kalla, tak berniat menghambat penegakan hukum. "Yang sulit itu kalau OTT (operasi tangkap tangan). Hari ini ditangkap, hari itu juga kena (jadi tersangka)," kata Kalla.
Juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, mengatakan Tito Karnavian tetap menyarankan agar KPK menunda proses hukum calon kepala daerah. Polri, kata Setyo, perlu memastikan situasi aman. “Tunda setelah pilkada selesai,” kata Setyo.
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, dan anggota KPU, Wahyu Setiawan, membantah pernah meminta Wiranto menunda proses hukum calon kepala daerah. Rahmat mengatakan tak ada kaitan antara proses politik dan proses hukum.
“Dua proses itu berjalan terpisah,” kata Rahmat. Sedangkan Wahyu memastikan bahwa menjadi tersangka atau ditahan tak menggugurkan status sebagai calon kepala daerah, hingga ada putusan hukum berkekuatan tetap. “Bedanya, dia tak bisa kampanye leluasa,” kata Wahyu.
KPK dalam beberapa bulan ini banyak melakukan penangkapan kepala daerah, yang sebagaian akan maju Pilkada, karena diduga terlibat korupsi.
FRANSISCO | ALFAN HILMI | JULNIS FIRMANSYAH | PRIBADI WICAKSONO | FRISKI RIANA