Cerita BNN Sita 4,71 Ton Sabu dan Tembak Mati 79 Bandar Narkoba
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Elik Susanto
Jumat, 2 Maret 2018 09:06 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang 2017, Badan Narkotika Nasional atau BNN menembak mati 79 bandar narkoba, membongkar 46 ribu kasus narkoba dan 27 kasus Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU yang berasal dari bisnis haram itu. Sebanyak 4,71 ton sabu disita. Kendati begitu, kasus penyelundupan dan pemasaran narkoba di wilayah Indonesia belum ada tanda-tanda berkurang. Bahkah terkesan makin merajalela.
Terakhir, tiga gembong narkoba yang ditembak mati di Medan, yaitu Chin Yoon Fah alias Acin, warga Malaysia, Tan Siong Tiong dan Joni alias Aguan. Nama yang terakhir dikenal sebagai pengendali narkoba jaringan Medan. Kejadian awal Januari lalu itu aparat kepolisian menangkap hidup Azhari, anggota komplotan ini.
Para bandar narkoba yang ditembak dan ribuan kasus tersebut dipaparkan bersamaan pergantian pimpinan BNN pada Kamis, 1 Maret 2018. Komisaris Jenderal Budi Waseso yang memimpin BNN sejak 2015 digantikan Inspektur Jenderal Heru Winarko. Acara pelantikan Heru oleh Presiden Joko Widodo berlangsung di Istana Negara.
Baca: Perjalanan Karir Budi Waseso dan Soal Anggota Brimob Norman Kamaro
Budi Waseso memasuki masa pensiun pada Maret 2018. Pada era Budi, berton-ton penyelundupan sabu dibongkar. BNN juga mengungkap dugaan kejahatan pencucian uang dari hasil perdagangan narkotika sebesar Rp 6,4 triliun. Aliran dana tersebut berasal dari mantan anggota jaringan gembong narkotika Freddy Budiman, yakni Togiman dan Haryanto Chandra, yang mendekam di penjara. Freddy Budiman telah dieksekusi mati pada Juli 2016.
Ada tiga yang mejadi tersangka dalam kasus dugaan pencucian uang, yaitu Devi Yuliana, Hendi Ramli, dan Freddy Hehanusa. "Ketiganya masuk jaringan Togiman dan Jaryanto Chandra," ungkap Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari pada Rabu, 28 Februari 2018.
Togiman merupakan terpidana mati karena menyelundupkan narkoba jenis sabu seberat 25 kilogram dari Malaysia. Ia juga pernah mengendalikan sindikat narkotika dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan Haryanto merupakan terpidana dengan hukuman 14 tahun penjara karena membawa sabu 1 kilogram.
Yang terbaru, pada 9 Februari 2018, Budi Waseso menggandeng Bea Cukai dan TNI Angkatan Laut menggulung penyelundupan 1,0375 ton sabu oleh jaringan Taiwan di Kepulauan Riau. "Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan PPATK 2017 (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan)," kata Arman Depari.
Baca: Alasan Budi Waseso Ingin Jadi Satpam Diskotek
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, ini kali kedua lembaganya menyerahkan hasil pemeriksaan dugaan TPPU dari kejahatan narkoba. Sebelumnya, PPATK juga menyerahkan laporan serupa dengan nilai Rp 3,4 triliun. Ia berharap kerja sama dua lembaga ini bisa memberantas TPPU secara sistemik.
Agus mengatakan, tengah menyelidiki laporan hasil pemeriksaan terkait narkoba dengan nilai yang lebih besar. Ia tak merinci. "Karena masih untuk kepentingan penyidikan, tidak bisa kami sampaikan," ujarnya.
Terobosan lainnya yang dilancarkan Budi Weseso dan timnya di BNN yaitu membongkar pabrik narkoba di sejumlah daerah. Kemudian membongkar laboratorium pembuatan ekstasi dan sabu-sabu cair. Menurut Budi Waseso, petugas menyita sejumlah alat dan bahan narkoba cair yang sanggup menghasilkan duit sekitar Rp 70 juta per malam.
Sepanjang 2017 itu, tersangka kasus narkoba mencapai 58 ribu orang dengan barang bukti berupa sabu seberat 4,71 ton, ganja seberat 151 ton, dan ekstasi 2,9 juta butir. Angka ini meningkat drastis dibanding 2016. Pada tahun itu, BNN mengungkap 807 kasus narkotika dan menangkap 1.238 tersangka. BNN juga mengungkap 21 kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dengan 20 tersangka, serta menyita aset senilai sekitar Rp 262 miliar.
Adapun barang bukti yang disita sepanjang 2016 oleh BNN adalah ganja seberat lebih dari 2,6 ton, 20 ribu batang pohon ganja, 16 hektare ladang ganja, lebih dari satu ton sabu, dan lebih dari 754 ribu butir ekstasi. Jumlah barang bukti narkotika ini diprediksi baru sekitar 20 persennya dari yang beredar di pasaran dan belum diungkap.