Dianggap Terlalu Murah, NJOP Pulau Reklamasi Dikaji Ulang

Reporter

Editor

Jumat, 22 September 2017 08:12 WIB

Foto udara salah satu pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Jakarta, 2 Agustus 2016. Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan rapat terbatas mengenai reklamasi Teluk Jakarta. ANTARA/Sigid Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta meminta Badan Pajak dan Retribusi Daerah mengkaji ulang nilai jual obyek pajak (NJOP) lahan Pulau C dan D. Menurut Ketua Komisi Keuangan Santoso, NJOP lahan di pulau reklamasi sebesar Rp 3,1 juta per meter persegi itu terlalu rendah.

“Karena sekarang moratorium (Pulau C dan D) sudah dicabut, kami minta BPRD segera mengevaluasi NJOP itu,” ujar Santoso setelah rapat dengan Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) di gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Rabu lalu.

Jika kelak ada kenaikan NJOP, menurut Santoso, Badan Pajak harus segera menagih kekurangan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) pulau tersebut ke PT Kapuk Naga Indah. Anak usaha Agung Sedayu Group ini menyetor BPHTB sekitar Rp 480 miliar pada 24 Agustus lalu. Setoran itu mengacu pada NJOP yang ditetapkan Badan Pajak sehari sebelumnya.

Anggota Komisi Keuangan, Manuara Siahaan, menyoroti penetapan NJOP yang ia anggap tergesa-gesa. Politikus PDI Perjuangan ini mempersoalkan penetapan NJOP ketika pembangunan Pulau C dan D terkena sanksi penghentian sementara (moratorium). “Ada tanda dilarang, tapi Bapak keluarkan SK,” kata Manuara, menuding Ketua BPRD Edi Sumantri. “Itu dibenarkan atau tidak?”

Menanggapi anggota Dewan, Edi Sumantri mengatakan, karena Pulau C dan D termasuk obyek khusus, Badan Pajak meminta Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) menghitung nilai jual lahan hasil reklamasi itu. Badan Pajak menunjuk KJPP Dwi Haryantono dan Agustinus Tamba setelah ada permintaan Badan Pengelola Aset Daerah. “Badan Aset memohon (penilaian) untuk mendata aset Pemprov,” ujar Edi.

Atas permintaan Badan Pajak, KJPP merampungkan penilaian NJOP dalam waktu 15 hari pada Agustus lalu. Mereka menghitung biaya pembangunan pulau tersebut tanpa membandingkannya dengan NJOP lahan lain hasil reklamasi di pesisir Jakarta.

Anggota lainnya di Komisi Keuangan DPRD, Ruslan Amsyari, menilai penetapan NJOP seperti dipaksakan. “Itu jadi pertanyaan bagi masyarakat,” ujar Ruslan. Karena di Pulau D sudah berdiri sejumlah bangunan, menurut politikus Partai Hanura ini, penghitungan NJOP semestinya tak memakai pendekatan biaya.

Badan Pajak, menurut Edi, telah menyurati Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan untuk meminta pendapat lain (second opinion). Bila kedua lembaga itu punya hitungan lebih tinggi, Badan Pajak akan mengoreksi NJOP Pulau C dan D. Namun Ketua BPKP Ardan Adiperdana mengatakan belum menerima surat permohonan dari Badan Pajak itu. “Tidak ada surat ke saya,” katanya, kemarin.

Adapun kuasa hukum Kapuk Naga Indah, Kresna Wasedanto, tak berkomentar banyak mengenai potensi koreksi NJOP itu. “Kami akan mengikuti apa yang menjadi aturannya,” ucap dia.


GANGSAR PARIKESIT

Berita terkait

4 Fakta Lika-liku Pulau Reklamasi di Pemerintahan Anies Baswedan

5 September 2021

4 Fakta Lika-liku Pulau Reklamasi di Pemerintahan Anies Baswedan

Isu pulau reklamasi di Teluk Jakarta mencuat setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali yang dimohonkan pengembang reklamasi pulau H.

Baca Selengkapnya

MA Kabulkan PK PT Taman Harapan Indah Soal Izin Reklamasi Pulau H

3 September 2021

MA Kabulkan PK PT Taman Harapan Indah Soal Izin Reklamasi Pulau H

Pemprov DKI belum mau menanggapi putusan MA yang mengabulkan gugatan pengembang reklamasi Pulau H, PT Taman Harapan Indah.

Baca Selengkapnya

Nelayan Minta Reklamasi Pulau G Diteruskan karena Pandemi, Kiara: Tidak Nyambung

27 Maret 2021

Nelayan Minta Reklamasi Pulau G Diteruskan karena Pandemi, Kiara: Tidak Nyambung

Sekjen Kiara mengatakan dampak reklamasi adalah banyak nelayan terusir dari ruang hidupnya dan terpaksa mencari alternatif ekonomi lain.

Baca Selengkapnya

Ada Nelayan Minta Reklamasi Dilanjutkan, Kiara: Jangan-jangan Makelar

27 Maret 2021

Ada Nelayan Minta Reklamasi Dilanjutkan, Kiara: Jangan-jangan Makelar

Sekjen Kiara menduga kelompok nelayan yang mendukung reklamasi bukan berbicara terkait kepentingan mereka karena reklamasi jelas merugikan nelayan.

Baca Selengkapnya

Ahok Heran Reklamasi Teluk Jakarta Ditolak, Reklamasi Ancol Yes

11 Juli 2020

Ahok Heran Reklamasi Teluk Jakarta Ditolak, Reklamasi Ancol Yes

Menurut Ahok, kebijakan Anies Baswedan berpotensi melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR.

Baca Selengkapnya

Gaduh Reklamasi Ancol, Ahok Bilang Begini

9 Juli 2020

Gaduh Reklamasi Ancol, Ahok Bilang Begini

Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai kebijakan perluasan atau reklamasi Ancol mirip dengan rencana 2 pulau reklamasi.

Baca Selengkapnya

Reklamasi Ancol, Begini Politikus PDIP Singgung Suap Eks DPRD DKI

7 Juli 2020

Reklamasi Ancol, Begini Politikus PDIP Singgung Suap Eks DPRD DKI

Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI, Gilbert Simanjuntak, mengkritik izin pelaksanaan untuk perluasan reklamasi Ancol dan Dufan.

Baca Selengkapnya

Anies Menang Gugatan Reklamasi Pulau H, Koalisi: Jangan Terbuai

30 Juni 2020

Anies Menang Gugatan Reklamasi Pulau H, Koalisi: Jangan Terbuai

Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengingatkan Gubernur Anies Baswedan untuk tidak terbuai dengan keputusan MA yang menolak gugatan pengembang Pulau H.

Baca Selengkapnya

Perpres Reklamasi Teluk Jakarta Jokowi Dianggap Salah Alamat

13 Mei 2020

Perpres Reklamasi Teluk Jakarta Jokowi Dianggap Salah Alamat

Sejumlah penggiat lingkungan mendesak agar Presiden Jokowi membatalkan perpres menyangkut reklamasi Teluk Jakarta itu.

Baca Selengkapnya

Nelayan Bebas, KIARA Desak Jokowi Batalkan Reklamasi Jakarta

5 Februari 2020

Nelayan Bebas, KIARA Desak Jokowi Batalkan Reklamasi Jakarta

KIARA meminta pemerintah mencabut seluruh izin reklamasi Teluk Jakarta yang telah membuat nelayan jadi korban kriminalisasi oleh pengembang.

Baca Selengkapnya