TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mencium adanya kejanggalan dalam pengadaan warung Internet oleh pemerintah yang macet di sejumlah daerah. Temuan itu disampaikan Ketua Panitia Kerja Program Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pelayanan Internet Kecamatan (MPLIK) Dewan Perwakilan Rakyat, Evita Nursanty. “Banyaknya peralatan Internet kecamatan yang teronggok tanpa ada yang menjalankan.”
Laporan utama majalah Tempo pekan ini bertajuk “Internet Lelet Tifatul” mengungkap hal tersebut. Di sejumlah daerah, Tempo juga menemukan beberapa warnet ataupun mobil khusus layanan Internet yang dibangun pemerintah mangkrak. Di Lampung, misalnya, ada warnet yang peralatannya ditarik kembali. (Selengkapnya baca: Majalah Tempo edisi 22 Juli 2013)
Berdasarkan temuan tersebut, kata Evita, DPR lantas meminta BPK mengaudit PLIK dan MPLIK. Hasil audit BPK akan digunakan DPR untuk menentukan keberlanjutan program ini.
Dia berharap investigasi program Internet untuk warga miskin itu bisa rampung dalam waktu tiga bulan. “Kami mengirim permintaan audit ke BPK pada 20 Juni lalu,” ujarnya kemarin.
Sembari menunggu hasil audit BPK, Evita menambahkan, Komisi akan membekukan sementara anggaran program. “Moratorium anggaran itu diputuskan dalam rapat internal komisi,” ujarnya.
Proyek MPLIK dan PLIK merupakan program Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring yang bertujuan meningkatkan penetrasi Internet di pedesaan. Proyek ini dibiayai oleh universal service obligation (USO), yang berasal dari setoran 25 persen pendapatan kotor 10 operator telekomunikasi. Adapun total anggaran PLIK dan MPLIK 2010-2014 mencapai Rp 3 triliun.
Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring kecewa terhadap penilaian DPR. “Apanya yang gagal? Success story-nya lebih banyak, tapi tak dilihat,” katanya. Dia menjelaskan, memang ada beberapa kasus, misalnya di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, di mana mobil MPLIK digunakan untuk menyelundupkan solar. “Itu urusan pengelola,” ujarnya.
Menurut dia, tingkat keberhasilan program ini mencapai 70 persen. “Nah, yang kami bayar pelayanan yang 70 persen ini,” kata Tifatul.
ALI NUR YASIN | PRAGA UTAMA | AKBAR TRI K
BACA MAJALAH TEMPO EDISI 22 JULI 2013