Rupiah Berpotensi Melorot ke Rp 12.000 Per Dolar

Reporter

Editor

Rabu, 21 Agustus 2013 09:36 WIB

TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus tertekan dalam dua hari terakhir. Di perdagangan pasar uang kemarin, rupiah ditutup melemah 339 poin (3,23 persen) dibanding hari sebelumnya, menuju level 10.828,5 per dolar. Sedangkan di pasar uang Singapura, rupiah bahkan sudah ditransaksikan di kisaran 11.000 per dolar AS.

Selain rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) ikut jeblok. Dalam dua hari berturut-turut, pelemahan indeks saham mencapai lebih dari 8 persen. Pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia kemarin, IHSG melemah 138,5 poin (3,21 persen) ke level 4.174,98.

Analis Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan melemahnya rupiah dan indeks harga saham dipicu oleh berbagai faktor. Asumsi makro-ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai gagal memuaskan pelaku pasar. Akibatnya, “Investor cenderung melakukan aksi jual.”

Kepala ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan rupiah terpukul oleh defisit neraca transaksi berjalan yang kian melebar. Cadangan devisa dikhawatirkan terus tergerus untuk membiayai impor yang membengkak.

Untuk meredam kekhawatiran pasar, dia meminta pemerintah segera mengambil langkah penyelamatan. David menilai pemerintah lamban dalam mengambil keputusan. Akibatnya, muncul berbagai spekulasi liar di pasar bahwa rupiah berpotensi amblas hingga ke level 12.000.

Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengatakan pelemahan rupiah masih aman dan tidak separah mata uang negara lainnya, seperti India dan Australia. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan melemahnya rupiah tidak sedalam pada 2008.

Namun dia menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa langsung mengintervensi pasar uang dan pasar saham. “Nilainya besar sekali, jadi yang akan kami lakukan adalah menstabilkan pasar,” ujarnya.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah, mengatakan Yudhoyono meminta Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan untuk merespons pelemahan rupiah dan saham. “Terutama dampak dari rencana pengurangan stimulus fiskal di Amerika Serikat,” ujar Firmanzah.


Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menambahkan, ongkos produksi diperkirakan bakal terkerek 2-3 persen. Dampaknya akan terasa dalam beberapa bulan mendatang. Komoditas yang paling terpengaruh adalah produk konsumsi berbahan baku impor dan barang-barang mewah, seperti kendaraan, perhiasan, serta barang elektronik.

LINDA HAIRANI | MARTHA THERTINA | PRAGA UTAMA | PRIHANDOKO

Berita terkait

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

1 hari lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

3 hari lalu

Disebut Tukang Palak Berseragam, Berapa Pendapatan Pegawai Bea Cukai?

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang menjadi sorotan publik karena sejumlah kasus dan disebut tukang palak. Berapa pendapatan pegawai Bea Cukai?

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

5 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

8 hari lalu

Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

9 hari lalu

Pemerintah Raup Rp 5,925 Triliun dari Lelang SBSN Tambahan

Pemerintah meraup Rp 5,925 triliun dari pelelangan tujuh seri SBSN tambahan.

Baca Selengkapnya

95 Persen Pakai Bahan Baku Lokal, Unilever Tak Terdampak Pelemahan Rupiah

10 hari lalu

95 Persen Pakai Bahan Baku Lokal, Unilever Tak Terdampak Pelemahan Rupiah

Unilever Indonesia mengaku tak terlalu terdampak dengan pelemahan rupiah karena mayoritas bahan baku mereka berasal dari dalam negeri.

Baca Selengkapnya

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

10 hari lalu

Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

10 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Ekonom Sebut Putusan MK Tak Beri Pengaruh Signifikan terhadap Nilai Tukar Rupiah

11 hari lalu

Ekonom Sebut Putusan MK Tak Beri Pengaruh Signifikan terhadap Nilai Tukar Rupiah

Yusuf Wibisono menilai bukan putusan MK yang memberi pengaruh terhadap nilai tukar rupiah, melainkan konflik geopolitik dan kebijakan The Fed.

Baca Selengkapnya

Pelemahan Rupiah dan IHSG Berlanjut, Airlangga: Indonesia Masih Lebih Baik

11 hari lalu

Pelemahan Rupiah dan IHSG Berlanjut, Airlangga: Indonesia Masih Lebih Baik

Kendati terjadi pelemahan rupiah, Airlangga mengklaim rupiah masih lebih baik dibanding mata uang lain. IHSG juga diklaim lebih baik dari negara lain.

Baca Selengkapnya