TEMPO.CO, Jakarta-Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terus melemah sampai tahun depan. “Pada kuartal pertama rupiah berada di level Rp 12.100 dan Rp 12.500 pada kuartal kedua,” kata Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi, kepada Tempo, Jumat 29 November 2013, kemarin.
Sedangkan pada kuartal ketiga, kata Eric, rupiah akan kembali ke posisi Rp 12.000. “Dan pada akhir tahun rupiah berada di level Rp 11.400.”
Pada perdagangan kemarin rupiah ditransaksikan di level Rp 12.018 per dolar AS. Pelemahanan nilai tukar rupiah kali ini paling rendah sejak November 2008.
Menurut Eric, penurunan nilai rupiah terus berlanjut sebagai dampak dari kebijakan pengurangan stimulus secara bertahap (tapering off) Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) pada awal 2014. Indikator ini bisa dilihat dari membaiknya data pereknomian Amerika yang mampu mengurangi pengangguran sekitar 340 ribu orang.
Faktor lain pelemahan rupiah, kata Eric, adalah pemlihan umum pada tahun depan. Investor akan menunggu sampai proses pemilihan umum tuntas digelar. “Masuk semester kedua ada tendesi penguatan nilai tukar rupiah, karena pemilihan umum sudah selesai.”
September lalu The Fed menunda pengurangan stimulus secara bertahap sebesar US$ 85 miliar per bulan sampai tahun depan. Bank Sentral Amerika mengucurkan stimulus sejak 2008 untuk mendorong pemulihan ekonomi negara itu pasca krisis keuangan. The Fed akan mengurangi stimulus secara bertahap pada awal tahun depan jika perekonomian mulai membaik.
Pendapat yang sama juga dikemukakan Kepala Ekonom Bank Internasional Indonesia, Juniman. Menurut dia, penguatan dolar dipicu perbaikan data ekonomi Amerika Serikat. “Data ekonomi Amerika yang positif ini berimplikasi pada kemungkinan diberlakukannya kebijakan tapering off,” ujarnya.
Faktor lain yang ikut menyumbang pelemahan rupiah adalah kondisi perekonomian Indonesia yang melambat sampai 2014. “Arus modal masuk akan tertahan,” kata Juniman. “Selain itu, Indonesia akan menggelar pemilihan umum yang membuat kondisi politik memanas. “Kondisi ini akan berimbas kepada terhambatnya investasi asing.”
Adapun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, mengatakan, mengatakan, pelemahan rupiah diakibatkan faktor internal dan eksternal. Dari internal, kata dia, karena adanya aksi borong dolar yang dilakukan korporasi untuk membayar utang. Sedangkan faktor eksternal karena kehawatiran pasar atas rencana pengurangan stimulus secara bertahap oleh The Fed. "Rupiah di rongrong dari dalam dan luar,” kata dia, kemarin.
Menurut Sofjan, rencana The Fed melakukan pengurangan stimulus pada awal tahun depan menyebabkan investor waspada dan mulai menarik dananya. "Dana asing di Indonesia itu sampai 35 persen," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri, menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar disebabkan kekhawatiran diberlakukannya tappering off dalam waktu dekat. Selain itu, tingginya permintaan valas pada akhir bulan juga menyebabkan rupiah melemah. "Kecenderungannya karena tappering off akan lebih cepat. Volatilitasnya cukup tinggi,” ujarnya.
Selain tapering off, kata Chatib, pasar masih menunggu pengumuman inflasi dan defisit neraca transaksi berjalan November oleh Badan Pusat Statistik. Pemerintah memperkirakan angka inflasi pada bulan relatif kecil dibandingkan sebelumnya. “Sampai akhir tahun imnflasi di bawah 9 persen.”
Sampai akhir tahun defisit transaksi berjalan diperkirakan mencapai US$30 miliar lebih tinggi dibandingkan tahun lalu US$24,4 miliar.
ANANDA TERESIA | PINGIT ARIA | ALI NUR YASIN