Pemerintah-DPR Dituding Lemahkan KPK

Reporter

Editor

Jumat, 7 Februari 2014 10:05 WIB

Seorang anggota DPR menggunakan kursi roda usai mengikuti sidang paripurna dengan agenda Pidato Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2013-2014 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (15/1). Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat mendapat penolakan luas. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan banyak pasal dalam aturan tersebut yang berpotensi merugikan proses pemberantasan korupsi.


Salah satunya adalah penghapusan kewenangan penyelidikan. Ia khawatir penghapusan itu merupakan upaya sistematis untuk memangkas kewenangan KPK. “Penghapusan ketentuan penyelidikan membuat KPK tak lagi bisa memberantas korupsi. Penyelidikan adalah jantungnya penegakan hukum," katanya kemarin.


Bambang meminta parlemen menghentikan pembahasan RUU KUHAP berdasarkan tiga alasan. Pertama, waktu yang sempit dengan masalah yang substansial dan kompleks. Waktu kerja Dewan sekarang tinggal 108 hari kerja. Sedangkan Daftar Inventarisasi Masalah RUU KUHAP mencapai 1.169 poin.


Alasan kedua, undang-undang yang ada masih lebih baik dibanding rancangan beleid usulan pemerintah. Alasan ketiga adalah partisipasi rakyat. "Rakyat sebagai pemilik kedaulatan justru disingkirkan dalam pembahasan. KPK tak pernah diajak berpartisipasi," Bambang mengeluhkan.


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 6 Maret 2013 menyerahkan naskah RUU KUHAP dan RUU Hukum Acara Pidana kepada Komisi Hukum DPR. Dewan kemudian membentuk Panitia Kerja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum dari Partai Golkar.


Advertising
Advertising

Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun, berpendapat bahwa pemerintah dan DPR sama-sama bertanggung jawab dalam penyusunan RUU KUHAP. Sebagai pengusul, pemerintah harus memperbaiki rancangan yang diajukan. Sedangkan DPR tidak boleh menerima begitu saja usulan pemerintah.


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin mengatakan pemerintah akan membuka diri kepada KPK dalam pembahasan RUU KUHAP. Namun ia mengingatkan, proses pembentukan aturan ini juga melibatkan parlemen. "Pembahasan kan juga di sini," kata Amir kemarin.


Anggota Panitia Kerja RUU KUHAP dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Ahmad Yani, mengingatkan bahwa revisi KUHAP merupakan usulan pemerintah. Dia mengimbuhkan, jika revisi ini dianggap melemahkan KPK, kesalahan seharusnya dilemparkan ke pemerintah. "Pokoknya, apa yang kami lakukan selalu busuk," dia menyesalkan.


MUHAMAD RIZKI | SINGGIH SOARES | WAYAN AGUS PURNOMO | BUNGA MANGGIASIH | EFRI R


Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

3 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

3 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya