TEMPO.CO, Jakarta- Langkah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menjabat Gubernur DKI Jakarta tak terbendung. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta berencana mengumumkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam rapat paripurna istimewa, hari ini. Keputusan tersebut diambil Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi dalam rapat pimpinan, Kamis, 13 November 2014. “Bagi teman-teman yang tidak setuju, saya persilakan mengambil jalur hukum,” kata Prasetyo.
Prasetyo menegaskan, rapat paripurna harus digelar untuk mengakhiri kisruh yang terjadi selama ini. Kisruh itu memanas karena koalisi pendukung Prabowo Subianto menentang pengangkatan Ahok sebagai gubernur untuk menggantikan Joko Widodo yang menjadi Presiden. (Baca juga: Hari Ini Pengumuman Status Ahok, FPI Demo Lagi)
Setelah diumumkan, tahap selanjutnya adalah pelantikan Ahok sebagai gubernur oleh Presiden Joko Widodo. "Bisa saja nanti dilantik di Istana atau di mana saja, asal di Ibu Kota," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan kemarin (Baca juga: Yang Harus Dilakukan Ahok Agar Jadi Gubernur DKI).
Kisruh pengangkatan Ahok muncul terkait dengan surat Kementerian Dalam Negeri tentang mekanisme pengangkatan wakil gubernur menjadi gubernur sisa masa jabatan 2014-2017 yang diterima Dewan pada 28 Oktober lalu. (Baca juga: Jokowi Presiden, Ahok Otomatis Gubernur DKI)
<!--more-->
Pelantikan Ahok, menurut Kementerian Dalam Negeri, mengacu pada Pasal 203 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Pasal ini menetapkan bahwa wakil gubernur diangkat langsung sebagai gubernur tanpa lewat pemilihan DPRD. Adapun partai koalisi pro-Prabowo mengacu pada pasal 174. Pasal ini, menurut mereka, mengatur pergantian kepala daerah lewat mekanisme pemilihan DPRD.
Prasetyo meminta pimpinan partai koalisi pro-Prabowo berhenti mempersulit pelantikan Ahok. “Kita ini berkutat di bagian ini terus,” kata dia. Dari kubu koalisi Jokowi, Ketua Fraksi NasDem Bestari Barus sepakat Dewan menggelar rapat paripurna dan berhenti berpolemik. "Masih banyak hal lain yang harus kita lakukan," ujar dia.
Keputusan ini ditentang politikus dari koalisi pro-Prabowo. Wakil Ketua DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera, Triwisaksana, mengatakan seharusnya mereka menunggu fatwa Mahkamah Agung atas perbedaan tafsir kedua pasal tadi.
Wakil Ketua Dewan dari Fraksi Demokrat-PAN, Ferrial Sofyan, juga menentang. Menurut dia, pelaksanaan rapat paripurna harus ditandatangani minimal dua pimpinan. Adapun Muhammad Taufik, Wakil Ketua Dewan dari Partai Gerindra, mengatakan rapat paripurna itu menyalahi Tata Tertib DPRD. “Kami tak akan hadir,” ujarnya.
<!--more-->
Prasetyo menegaskan, rapat paripurna hari ini bukan bertujuan mengambil keputusan, melainkan sekadar mengabarkan kepada warga Jakarta tentang gubernur baru. “Kuorum atau tidak, rapat tetap jalan,” katanya. Komposisi kursi di DPRD DKI adalah koalisi pro-Prabowo menguasai 57 kursi, sedangkan koalisi Jokowi hanya 49 kursi.
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Refly Harun, mengatakan rapat paripurna hari ini tak ditentukan oleh persyaratan pemenuhan kuorum. “Hak Ahok sebagai Gubernur tidak ditentukan oleh DPRD,” kata dia kemarin. (Baca juga: Rapat Pelantikan Ahok Jadi Gubernur DKI Tak Perlu Kuorum).
Adapun soal permintaan fatwa kepada MA, menurut Prasetyo, suratnya belum dikirim. Alasannya, tak ada tanda tangan dari empat wakil ketua. Kepala Biro Hukum Mahkamah Agung Ridwan Mansyur membenarkan bahwa surat tersebut belum ada. Yang ada, kata dia, hanya permohonan konsultasi.
LINDA HAIRANI | TIKA PRIMANDARI | LINDA TRIANITA | INDRI MAULIDAR | JULI HANTORO
Berita lain:
Mabes Polri Sarankan Ahok Laporkan FPI ke Polisi
Susi Paling Disukai Netizen di Situs Kawalmenteri
Sulitnya Mendaratkan Robot Philae Di Komet