TEMPO.CO, Jakarta- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, mengatakan gejolak pelemahan rupiah diperkirakan masih akan berlanjut hingga ada kepastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed Rate). Menurut dia, gejolak nilai tukar rupiah belakangan ini merupakan dampak temporer dari penantian pengumuman tersebut.
Gejolak itu, menurut Mirza, diperkirakan bisa berlanjut hingga April. Alasannya, Gubernur The Fed pernah mengatakan “akan bersabar sampai April”. Artinya, The Fed belum akan melakukan apa-apa sampai April. Mendekati waktu keluarnya keputusan The Fed itu, terjadi gejolak mata uang. Bank Indonesia memprediksi kondisi pasar akan mereda setelah The Fed Rate diumumkan.
Mirza mengatakan gejolak pasar pernah terjadi saat The Fed akan melakukan tapering off atau mengurangi stimulus moneternya pada awal 2014. Pasar merespons dengan menguatnya kurs dolar AS sejak Mei 2013, ketika rencana pengurangan stimulus diumumkan. Mulai saat itu terjadi dolar “pulang kampung” seiring dengan pemulihan ekonomi Amerika. “Outflow (arus uang keluar) kemudian merefleksi ke kurs,” kata Mirza kepada Tempo di kantornya, Jumat lalu.
Indonesia menjadi salah satu negara yang terpengaruh oleh gejolak itu karena memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup tinggi, yakni mencapai 3-3,1 persen produk domestik bruto. Untuk menstabilkan mata uang, kata Mirza, sangat penting bagi otoritas moneter dan pemerintah sadar akan perlunya memiliki usaha bersama untuk menekan defisit transaksi berjalan. Ia menyambut positif paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah guna menekan defisit.
Pekan lalu, nilai tukar rupiah terus melorot, bahkan sempat menyentuh level terendah di posisi 13.245 per dolar AS. Sejak Desember tahun lalu sampai Maret 2015, rupiah terdepresiasi 6 persen. "Sebetulnya rupiah tidak terlalu mengkhawatirkan," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, pekan lalu.
Menurut Agus, bukan hanya rupiah, hampir semua mata uang utama dunia juga melemah terhadap dolar AS. Sejak awal tahun hingga Maret, misalnya, mata uang Brasil sudah mengalami depresiasi 17 persen dan mata uang Turki terdepresiasi 12 persen. Bank sentral memastikan akan mengintervensi pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Ekonom Senior Standar Chartered Bank, Fauzi Ichsan, mengatakan pelemahan rupiah bukan disebabkan oleh krisis. Kondisi sekarang berbeda dengan situasi krisis moneter 1997 dan krisis finansial 2008. "Pelemahan rupiah saat ini terjadi karena faktor fundamental ekonomi kita yang buruk," ujar Fauzi kemarin.
Faktor fundamental yang dimaksudkan oleh Fauzi adalah besarnya defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia. Sejak 2012, defisit transaksi berjalan semakin bengkak, bahkan mencapai US$ 4 miliar. Nilai impor Indonesia jauh lebih besar ketimbang nilai ekspor. Inilah yang membuat besarnya permintaan dolar AS di dalam negeri.
Fauzi memperkirakan, meskipun dalam jangka pendek bisa terus melemah hingga level 13.500, dalam jangka panjang nilai rupiah akan mencapai keseimbangan baru, yakni 13 ribu per dolar AS. Hal ini bisa terjadi jika delapan paket kebijakan fiskal pemerintah berdampak positif pada semester kedua 2015 dan BI melakukan operasi moneter untuk memperkuat kurs rupiah.
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan pemerintah akan meluncurkan delapan kebijakan insentif ekonomi guna meredam gejolak rupiah. Pemerintah menargetkan paket kebijakan tersebut rampung dan diluncurkan hari ini.
TRI ARTINING PUTRI | ODELIA SINAGA | AMIRULLAH | MUHAMMAD MUHYIDDIN | TRI ARTINING PUTRI
Berita terkait
Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit
1 jam lalu
PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaBRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay
5 jam lalu
Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.
Baca SelengkapnyaSuku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti
19 jam lalu
BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaNilai Tukar Rupiah Makin Merosot, Rp 16.255 per USD
20 jam lalu
Nilai tukar rupiah ditutup melemah 45 poin ke level Rp 16.255 per USD dalam perdagangan hari ini.
Baca SelengkapnyaKenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
1 hari lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
1 hari lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
1 hari lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
3 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaEkonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025
4 hari lalu
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.
Baca SelengkapnyaZulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi
4 hari lalu
Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.
Baca Selengkapnya